Connect with us

Nasional

Kedaulatan AI Untuk Berdayakan Indonesia, Dorong Transformasi Digital dan Pertumbuhan Ekonomi

Solichin

Published

on

JAKARTA,mediakontras.com- Perkembangan Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence/AI) diperkirakan akan menjadi salah satu game-changer dalam bisnis berbasis teknologi, dan semakin dipandang sebagai mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi global.

Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan peluang AI, mengingat tingkat ado
yang tergolong tinggi di kawasan Asia Tenggara.

Saat ini, berdasarkan data dari Oliver Wyman 2023, hanya 13% bisnis di Indonesia yang telah berada pada tahap adopsi AI advanced, lebih dari 80% bisnis telah mulai berinvestasi atau menggunakan AI dalam operasional mereka.

Menurut laporan McKinsey Global Institute (2023), AI diprediksi akan berkontribusi hingga USD 13 triliun terhadap ekonomi dunia pada 2030, setara dengan kenaikan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 1,2% per tahun.

Laporan PwC bahkan menyebutkan bahwa AI dapat memberikan dampak hingga USD 15,7 triliun di tahun yang sama.

Dari kedua prediksi tersebut, World Economic Forum (WEF) menyoroti AI sebagai kekuatan utama di era Revolusi Industri 4.0 yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pekerjaan baru. Bank Dunia juga menilai AI bermanfaat bagi negara berkembang, karena berpotensi mengurangi kesenjangan digital dan mendorong inovasi di sektor vital seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan.

Lantas, bagaimana peran kedaulatan AI untuk memberdayakan Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional? Pertanyaan ini menjadi fokus utama dalam diskusi panel bertajuk “Masa Depan AI: Mampukah Memperkuat Ekonomi Indonesia?” yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Teknologi (FORWAT) dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun ke-5 FORWAT.

Diskusi ini menghadirkan narasumber dari berbagai sektor, yakni Adrian Lesmono (Country Consumer Business Lead NVIDIA), Sri Safitri (Sekjen Partnership Kolaborasi Riset & Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial/KORIKA), Nailul Huda (Direktur Ekonomi Digital CELIOS), dan Insaf Albert Tarigan (Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan), dengan Ardhi Suryadi, Wakil Pemimpin Redaksi Detik, sebagai moderator.

Adrian Lesmono, Country Lead Business NVIDIA mengatakan, kedaulatan AI bukan lagi wacana. Teknologi AI yang cepat, aman, dan mandiri adalah fondasi kedaulatan digital Indonesia. Kedaulatan AI artinya kontrol penuh atas data, efisiensi dan akselerasi digital.

Penerapan AI di Indonesia perlu disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional. Upaya ini mulai dilakukan, salah satunya melalui pembentukan Kolaborasi Riset & Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) yang bertujuan menjembatani kesenjangan kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas publik.

Sri Safitri, Sekjen Partnership (KORIKA) menyampaikan, meski berpotensi mendorong transformasi besar, pengembangan AI di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.

Salah satu tantangan utama adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas. Hingga saat ini, jumlah individu yang memiliki keahlian dalam bidang AI masih sangat sedikit. Bahkan, program studi khusus AI di Indonesia baru dimulai.

“Selain itu, keterbatasan infrastruktur digital juga menjadi hambatan besar. Kemudian, kurangnya pendanaan dan riset & pengembangan (R&D). Dari sisi regulasi, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan data dan kebijakan terkait AI. Terakhir, keterbatasan akses terhadap teknologi,” ungkap Sri Safitri.

Sementara itu, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS menambahkan, adopsi AI yang tumbuh pesat di sektor finansial dan ekonomi digital menunjukkan bahwa teknologi ini telah menjadi tulang punggung transformasi ekonomi.

Dengan dukungan strategi pemerintah, kolaborasi industri, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja, AI dapat memberdayakan Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Meski berpotensi mendorong transformasi besar, pengembangan AI di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Pemerintah berperan strategis dalam mendorong pengembangan AI di tingkat nasional, melalui regulasi yang mengatur AI dan tata kelolanya guna memaksimalkan manfaat besar AI sekaligus meminimalkan resikonya.

Insaf Albert Tarigan, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan menegaskan,diperlukan penyempurnaan strategi pemanfaatan AI nasional yang dapat berfungsi sebagai blueprint panduan bagi pemerintah dan sektor swasta dalam mengadopsi, mengembangkan, serta mengimplementasikan AI.

“Dengan kebijakan yang tepat, pemerintah dapat memaksimalkan potensi kerja sama dengan mitra global, mencakup transfer teknologi, investasi, dan penelitian bersama. Kolaborasi semacam ini akan mempercepat adopsi teknologi canggih, membuka akses ke sumber daya global, dan memperkuat kedaulatan teknologi Indonesia.” katanya.

Di Indonesia sendiri, penguatan kedaulatan AI eloknya dilakukan dengan mendorong lebih banyak sektor beralih dari fase Taker ke fase Shaper dan Maker. Sebagai contoh, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) tidak hanya memanfaatkan AI untuk bisnis seperti peningkatan layanan pelanggan dan kinerja jaringan, tetapi juga aktif membangun ekosistem AI inklusif melalui pengembangan talenta, pelatihan, serta kolaborasi strategis demi pemerataan akses teknologi AI di berbagai sektor.

Selain Indosat yang telah mengadopsi teknologi AI melalui berbagai inovasi seperti Sahabat-AI, Indosat AI Experience Center, dan Digital Intelligence Operation Center (DIOC), sejumlah perusahaan lain juga turut memanfaatkan AI.

GoTo, misalnya, menggunakan AI untuk mempersonalisasi preferensi pelanggan dan memprediksi permintaan. Sementara itu, Kata.ai mengembangkan solusi AI untuk menciptakan interaksi pelanggan melalui percakapan otomatis. Di sektor pemerintahan, teknologi AI juga mulai umum digunakan, antara lain untuk otomatisasi layanan publik dan moderasi konten oleh Komdigi.

Dengan terselenggaranya diskusi panel ini, menjadi momentum positif untuk mendorong pemahaman strategis tentang peran AI dalam pertumbuhan ekonomi, merumuskan rekomendasi kebijakan berbasis bukti, serta mempererat jejaring kolaboratif demi membangun ekosistem AI nasional yang inklusif dan berkelanjutan. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nasional

PPWI dan Firsts Union Association Tandatangani PKS dengan LPK GAESI

Solichin

Published

on

JAKARTA, mediakontras.com– Sebagai tindak lanjut dari rencana kerja sama organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) bersama mitra konsorsiumnya, Firsts Union Association, dengan Lembaga Pelatihan Kerja Galuh Essa International (LPK GAESI), ketiga pihak sepakat menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS).

Hal ini disampaikan Ketum PPWI, Wilson Lalengke, kepada media ini pada Senin, 10 Maret 2025.

“PPWI dan Firsts Union Association secara bersama-sama sudah menandatangani PKS dengan LPK GAESI pada hari Selasa lalu, 4 Maret 2025.

Berdasarkan perjanjian kerja sama ini, mulai sekarang PPWI, Firsts Union Association, dan GAESI sudah siap menerima pendaftaran calon-calon pekerja yang ingin bekerja sambil menimba pengalaman di luar negeri, khususnya ke Jepang dan Korea,” ungkap Wilson Lalengke.

Dalam acara penandatanganan PKS tersebut, selain Ketum PPWI, hadir President of Firsts Union Association, Mr. Abdul Rahman Dabboussi; dan Mr. Mahpudin sebagai Ketua LPK GAESI. Selain itu, hadir juga Wasekjen PPWI, Julian Caisar; dan Haji Karso Herdianto, S.T., sebagai Pimpinan Yayasan Galuh Essa International.

Wilson Lalengke yang selalu berupaya menghadirkan peluang kerja bagi setiap pewarta warga dan pencari kerja itu juga menjelaskan bahwa setiap calon pekerja luar negeri perlu mendaftarkan diri dan masuk ke tempat pelatihan LPK GAESI yang berlokasi di Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

“Setiap peminat bekerja ke Jepang dan Korea dapat mendaftarkan diri ke Sekretariat Nasional PPWI, selanjutnya akan dirujuk untuk mengikuti pelatihan dan persiapan pemberangkatan di tempat pelatihan,” tambah Wilson Lalengke.

Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini juga menyampaikan bahwa disamping berperan menerima pendaftaran atau memberikan rekomendasi pendaftaran bagi para pemuda Indonesia ke LPK GAESI, PPWI juga akan berperan untuk memonitor serta menjadi kontrol bagi pelaksanaan progam pelatihan dan pemberangkatan tenaga kerja dari lembaga GAESI serta mitranya di Jepang dan Korea agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dengan demikian, kata Wilson Lalengke, para pencari kerja tidak tertipu dan atau dirugikan, baik dalam proses rekrutmen maupun pelatihan dan pemberangkatan.

Terkait dengan persyaratan peserta pelatihan dan pemberangkatan bekerja ke Jepang dan Korea, Ketum PPWI menyarankan agar para peminat dapat berkonsultasi ke Sekretariat Nasional PPWI melalui Call Center/WA di 085772004248 (Ms. Wina) dan atau langsung ke LPK GAESI Sumedang.

“Bagi para peminat kerja ke Jepang atau ke Korea dapat berkonsultasi ke Sekretariat Nasional PPWI dan bisa juga langsung ke lokasi LPK GAESI, Jl. Raya Bandung – Cirebon, Km. 75, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat – Indonesia. Rekrutmen tenaga kerja ke Jepang dan Korea ini terbuka untuk pria dan wanita, usia 18 hingga 40 tahun,” pungkas Wilson Lalengke.

So, bagi Anda yang tertarik bekerja di luar negeri, khususnya Jepang dan Korea, tunggu apa lagi? Silahkan konsultasi ke Sekretariat Nasional PPWI, baik melalui Call Center di 085772004248 (Ms. Wina) atau langsung ke alamat Sekretariat di Jl. Anggrek Cendrawasih X Blok K No. 29, Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta Barat – 11480, DKI Jakarta, Mobile/WA: 081378957515 atas nama Mr. Julian Caisar. (*)

Continue Reading

Ekonomi

Dukung Penurunan Harga Tiket Pesawat Jelang Lebaran, InJourney Airports Turunkan PJP2U dan PJP4U Sebesar 50%

Solichin

Published

on

JAKARTA, mediakontras.com- PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) resmi menurunkan tarif jasa kebandarudaraan untuk mendukung penurunan harga tiket pesawat pada periode angkutan lebaran 2025.

Direktur Utama InJourney Airports Faik Fahmi menuturkan penurunan tarif berlaku di seluruh bandara yang dikelola InJourney Airports, yakni penurunan masing-masing sebesar 50% untuk tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) dan tarif pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).

“Penurunan tarif PJP2U berdampak langsung pada penurunan nominal tiket pesawat, dan penurunan tarif PJP4U membantu operasional maskapai. Penurunan dua tarif jasa kebandarudaraan ini menjadi kontribusi nyata InJourney Airports dalam menurunkan harga tiket pesawat.” kata Faik Fahmi.

Kami berharap penurunan tarif jasa bandara ini dapat mendukung mobilitas masyarakat selama masa Hari Raya Idul Fitri 1446 H, tambah Faik Fahmi.

Penurunan harga tiket pesawat dapat mendorong bergeliatnya lalu lintas penerbangan dan mewujudkan pemerataan ekonomi sejalan dengan Asta Cita Pemerintahan Prabowo – Gibran.

Penurunan Tarif PJP2U
Tarif Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) di 37 bandara InJourney Airports diturunkan sebesar 50% bagi penumpang pesawat yang memesan tiket penerbangan rute domestik kelas ekonomi dan penerbangan extra flight pada periode 1 Maret – 7 April 2025 dengan periode keberangkatan penerbangan pada 24 Maret – 7 April 2025.

PJP2U atau dikenal juga dengan Passenger Service Charge (PSC) adalah tarif atas pelayanan di bandara dan dititipkan di dalam tiket pesawat. Ketika calon penumpang pesawat membeli tiket penerbangan, maka nominal tiket penerbangan sudah termasuk tarif PJP2U. Sehingga, penurunan tarif PJP2U secara langsung berpengaruh terhadap nominal harga tiket.

Penurunan Tarif PJP4U
InJourney Airports juga menurunkan tarif Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, dan Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U) untuk penerbangan domestik sebesar 50% bagi maskapai penerbangan untuk periode 24 Maret – 7 April 2025.

Faik Fahmi mengatakan penurunan PJP4U ini sebagai wujud pengelolaan bandara berbasis ekosistem di mana seluruh pihak saling bersinergi demi pelayanan kepada masyarakat.

“Diharapkan penurunan tarif PJP4U sebesar 50% dapat mendukung operasional maskapai selama periode angkutan lebaran,” ujar Faik Fahmi.

Seluruh bandara InJourney Airports siaga 24 jam
Sejalan dengan penurunan harga tiket pesawat, jumlah pergerakan penumpang diperkirakan mengalami peningkatan.

Oleh karena itu, InJourney Airports pada periode angkutan lebaran 2025 juga menyiagakan operasional bandara selama 24 jam menyesuaikan kebutuhan dan memperhatikan permintaan penerbangan dari maskapai. Sebanyak 37 bandara InJourney Airports siaga 24 jam menyesuaikan kebutuhan.

Adapun bandara yang sudah pasti beroperasi 24 jam adalah Soekarno-Hatta Tangerang, I Gusti Ngurah Rai Bali, Kualanamu Deli Serdang, Halim Perdanakusuma Jakarta, Hang Nadim Batam, Sultan Hasanuddin Makassar dan Sam Ratulangi Manado.(*)

Continue Reading

Nasional

Catatan Kritis untuk Polri: Menelisik Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik yang Dilaporkan Ferlianus Gulo terhadap Jurnalis

Redaksi

Published

on

By

JAKARTA,mediakontras.com  – Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Wasekjen Organisasi Masyarakat Nias (Ormas Onur), Ferlianus Gulo, terhadap Pemimpin Redaksi Jurnalpolisi.id, Leo Amaron, kembali menyoroti bagaimana institusi kepolisian menangani perkara yang melibatkan kebebasan pers. Kasus ini menimbulkan sejumlah pertanyaan mendasar tentang objektivitas dan profesionalisme aparat dalam menegakkan hukum, terutama dalam konteks pemberitaan yang berbasis fakta.

Berita yang menjadi dasar pelaporan ini bukanlah rekayasa atau berita bohong, melainkan berdasarkan fakta lapangan terkait dugaan perselingkuhan, pelecehan seksual, atau bahkan pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh pelapor, Ferlianus Gulo, terhadap seorang wanita bermarga Harefa berinisial DP. Wanita tersebut dikabarkan hamil dan melahirkan anak akibat dugaan tindakan Gulo, yang seharusnya diproses sebagai tersangka dalam kasus kejahatan pidana.

Namun, alih-alih pelaku dugaan kejahatan yang diproses hukum, jurnalis yang mengangkat kasus ini justru dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah Polri benar-benar menegakkan hukum secara adil atau justru membiarkan kriminalisasi terhadap pers?

Ketidakadilan dalam Penanganan Kasus: Mengapa Hanya Satu Media yang Dikejar?

Berita terkait dugaan kejahatan Ferlianus Gulo tidak hanya ditayangkan di Jurnalpolisi.id, tetapi juga di berbagai media lain, termasuk:

Suara Sindo : https://www.suarasindo.com/read-11046-2023-06-04-penyerahan-fg–ke-penyidik-di-polresta-pekanbarusedang-mengikuti-rapat-yang-diadakan-oleh-dpp-onur.html

Suara Hebat : https://suarahebat.co.id/berita/7053/diduga-seorang-oknum-wakasek-onur-bernisial-fg-dikabarkan-di-serahkan-ke-polisi-di-polresta-pekanbar.html

Garda Metro : https://www.gardametro.com/read-501-12033-2023-06-04-diduga-seorang-oknum-wakasek-onur-bernisial-fg-dikabarkan-di-serahkan-ke-polisi-di-polresta-pekanbaru.html

Zoin News : https://zoinnews.com/m/read-1405-2023-07-29-diduga-korban–pemerkosaan-di-lahan-onur-melahirkan-bayi-perempuan.html

Jika benar tujuan pelapor adalah mencari keadilan, semestinya semua media yang menayangkan berita ini juga dilaporkan. Fakta bahwa hanya Leo Amaron yang diproses justru menimbulkan kecurigaan adanya motif lain di balik kasus ini.

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pelapor, Ferlianus Gulo, meminta uang damai sebesar Rp 50 juta kepada terlapor. Jika benar, maka tindakan ini dapat dikategorikan sebagai percobaan pemerasan, yang justru merupakan tindak pidana serius.

Sebagai institusi penegak hukum yang profesional, Polri seharusnya tidak hanya memproses laporan Ferlianus Gulo, tetapi juga menyelidiki dugaan pemerasan ini. Jika benar ada permintaan uang damai, maka pelaporlah yang semestinya diperiksa dan diproses hukum.

Dalam kasus keberatan atas pemberitaan, mekanisme penyelesaian seharusnya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:

–  Pasal 1 Ayat (11): Hak Jawab – Hak seseorang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang dianggap merugikan.

–  Pasal 1 Ayat (12): Hak Koreksi – Hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers.

–  Pasal 1 Ayat (13): Kewajiban Koreksi – Kewajiban media untuk melakukan ralat terhadap informasi yang tidak benar.

Dalam hal ini, jika Ferlianus Gulo merasa dirugikan oleh pemberitaan, ia seharusnya menggunakan hak jawab, bukan melaporkan jurnalis dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Menariknya, berita yang dimuat di Jurnalpolisi.id telah dihapus atas permintaan Ferlianus Gulo dalam mediasi yang dilakukan di depan penyidik Polda Riau. Namun, meskipun berita sudah tidak ada, pelapor tetap bersikeras mengejar proses hukum terhadap Leo Amaron.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang memiliki kepentingan dalam kasus ini? Apakah murni keinginan pelapor, atau ada oknum tertentu di kepolisian yang bermain dalam kasus ini?

Kasus ini mencerminkan bagaimana penyalahgunaan kewenangan dapat terjadi dalam sistem hukum kita. Jika penyidik di Polda Riau terbukti bertindak di luar kewenangan dengan tujuan tertentu, maka mereka harus diperiksa dan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Terkait dengan indikasi penyalahgunaan kewenangan tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mendesak Wassidik Polri untuk turun tangan dalam kasus ini dan memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam penanganannya. Jika ada indikasi keberpihakan atau motif tertentu dari aparat dalam mengusut kasus ini, maka oknum yang terlibat harus diberikan sanksi tegas.

Kasus ini bukan hanya tentang Leo Amaron, tetapi juga tentang kebebasan pers di Indonesia. Jika seorang jurnalis bisa diproses hukum hanya karena memberitakan fakta, maka ini menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.

Institusi kepolisian harus membuktikan bahwa mereka bekerja secara profesional dan tidak terlibat dalam permainan hukum yang merugikan jurnalis. Jika Polri ingin menjaga kepercayaan publik, maka mereka harus membuktikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan dengan adil, bukan berdasarkan kepentingan pihak tertentu.

Wilson Lalengke, yang merupakan alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Ke-48 Lemhannas RI tahun 2012, melakukan percakapan telepon dengan penyidik Polda Riau, Brigpol Yudha, pada Rabu malam, 19 Februari 2025. Percakapan ini membahas permasalahan hukum yang menimpa seorang jurnalis bernama Leo, yang diduga mendapat tekanan hukum akibat pemberitaannya.

Dalam percakapan tersebut, Wilson mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus ini. Ia menginginkan ada penyelesaian yang lebih adil dan tidak berlarut-larut.

Wilson membuka percakapan dengan menawarkan pertemuan untuk berdiskusi lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa tujuannya adalah membantu mengkomunikasikan masalah yang dihadapi oleh kawan-kawan jurnalis, termasuk Leo.

Wilson memahami bahwa aparat kepolisian juga berada dalam tekanan dari pihak pelapor dan masyarakat yang menuntut penyelesaian kasus ini. Oleh karena itu, ia berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus berlarut-larut.

“Saya sangat berharap ini bisa diselesaikan dengan baik, secara kekeluargaan, dan tidak berlarut-larut seperti sekarang. Ini juga menjadi beban bagi teman-teman penyidik,” kata Wilson.

Pernyataan ini mendapat tanggapan dari Brigpol Yudha yang setuju bahwa penyelesaian damai adalah pilihan yang lebih baik. “Ya, Pak. Betul juga ini, Pak,” jawab Yudha singkat.

Wilson kemudian menyoroti inti permasalahan, yaitu pemberitaan yang dibuat oleh Leo terkait seorang wanita yang mengaku diperkosa dan memiliki anak dari terduga pelaku. Wilson menegaskan bahwa berita tersebut tidak hanya dimuat di media Leo, tetapi juga di beberapa media lainnya. Oleh karena itu, jika hanya Leo yang menjadi sasaran hukum, maka ada ketidakadilan dalam penanganan kasus ini.

“Pemberitaan itu berdasarkan fakta. Yang bersangkutan memang didatangi oleh wanita yang mengaku diperkosa dan punya anak. Lalu, berita ini juga tidak hanya dimuat di media Pak Leo, tetapi di beberapa media lain. Kalau hanya Leo yang dikejar, ini tidak adil,” tegas Wilson.

Wilson juga mengungkapkan adanya informasi bahwa si pelapor meminta uang sebesar Rp50 juta. Jika benar, maka ada indikasi pemerasan dalam kasus ini.

“Saya dapat informasi bahwa yang bersangkutan, si pelapor, minta Rp50 juta. Nah, ini kan sebenarnya sudah bertendensi pemerasan,” ungkapnya.

Menurut Wilson, jika ada keberatan terhadap pemberitaan, maka mekanisme yang benar adalah menggunakan hak jawab. Pihak yang merasa dirugikan seharusnya memberikan klarifikasi resmi, bukan melakukan tekanan hukum terhadap jurnalis.

Selain itu, Wilson juga menyebutkan bahwa berita yang dipermasalahkan sudah dihapus dari media Leo sesuai permintaan pelapor. Namun, kasus ini tetap berlanjut, menimbulkan kecurigaan bahwa ada agenda tersembunyi di baliknya.

“Kalau berita itu sudah dihapus, kenapa masih dipersoalkan? Jadi wajar kalau kita berpikir ada sesuatu yang menjadi target. Apakah target itu si pelapor atau teman-teman polisi?” kata tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela wartawan yang dikriminalisasi di berbagai tempat itu.

Wilson mengaku bingung mengapa kasus ini masih belum selesai, padahal sudah bergulir sejak 2023. Ia juga menekankan bahwa ia tetap membuka ruang komunikasi untuk mencari solusi terbaik.

“Ini kasus dari 2023 dan kita sudah komunikasi sebelumnya. Kalau masih belum selesai-selesai, masalah sepele seperti ini, tentu jadi tanda tanya,” ujarnya.

Percakapan antara Wilson Lalengke dan Brigpol Yudha ini menggambarkan kompleksitas kasus yang melibatkan jurnalis dan aparat hukum. Wilson menyoroti pentingnya keadilan dan transparansi dalam penanganan perkara yang melibatkan pers.

Kasus ini masih menjadi sorotan, dan publik menunggu bagaimana kepolisian akan menyelesaikan permasalahan ini. Apakah keadilan akan ditegakkan secara objektif, atau ada kepentingan lain yang bermain di balik layar? .

Continue Reading

Trending

× Kontak Redaksi