Artikel
TRIO PERAIH MEDALI OLIMPIADE DAN PARA SOSOK BERJASA DI SEKITARNYA

catatan : Vickner Sinaga
Raihan itu bukan kaleng-kaleng. Terbaik dunia, se jagad raya. Mencipta mahakarya di bulan kemerdekaan NKRI. Mereka bertiga terlahir di negeri ini, menorehkan sejarah.
Sebelumnya bukanlah atlit yang “paling diandalkan”. Yang paling diagung-agungkan.. Kesamaan lainnya, medali yang diperoleh karena skill individu, perseorangan.
Tentu buah dari latihan, disiplin dan kegigihan level dewa.. menjadi lebih wah, karena pembina di cabang olahraganya pun kalem luar biasa. Luput dari liputan dan pemberitaan. Kita urut dari tanggal raihan medalinya.
Gregoria Mariska Tunjung.
Peraih medali perunggu Olimpiade Paris, Single Puteri Cabang Olahraga Bulutangkis, PBSI, lahir di bulan kemerdekaan.
Besok hari Minggu tanggal 11, hari ulang tahunnya yang ke 25. Tepatlah ucapannya, bahwa medali yang lama dinanti itu, hadiah ulang tahun bagi kita. Bagi NKRI yang ke 79.
Tak terlalu histeria, meski karyanya materpiece. Cenderung relatif kalem untuk prestasi kelas dunia itu.
Sekalem sosok-sosok berjasa disekelilingnya. Agung Firman Sampurna, adalah Ketua PBSI, pembina cabang olah raga itu. Jorg, panggilan khasnya Gregoria, jauh dari hiruk pikuk pemberitaan media. Tak seriuh single putera dan ganda putera yang difavoritkan….
Pelatihnya?. Lebih kalem lagi. Jangan-jangan pembaca baru dengar dua nama ini. Indra Wijaya dan Herli Djaenudin. Paduan yang patut menjadi panutan. Rantai utuh, pembina, pelatih dan atlit. Kalem namun nendang. Low profile namun high profit…
Medali emas akhirnya diperoleh juga. Veddriq Leonardo peraihnya. Lahir 11 Maret 1997. Jadi ingat momen bersejarah itu. Narasi, Sebelas Maret.. Kampiun dunia ini mengalahkan atlit Cina.
Di Cabang Olah Raga Panjat Tebing.. Tak tanggung, Veddriq, sekaligus memecahkan rekor dunia.. Pelatihnya, Hendra Basir sangat berperan khususnya menjelang fase krusial, di hari pertandingan final itu.
Mampu dibawah 15 detik… Semoga kelak bisa dibawah 14 detik. Pembina Cabor ini, sosok kalem juga meski tak asing di kuping… Siapa dia ?..Yenni Wahid… Pegiat Humanisme.. Paduan Pembina, pelatih dan atlit, tak terlalu ditonjolkan, namun merajut mahakarya tingkat dunia.
Terima kasih Veddriq, Hendra Basir dan Yenni Wahid.. Dan tentu pendamping tim yang jauh dari euforia pemberitaan, sebelumnya..
Tak menunggu lama. Emas kedua diperoleh juga. Rizki Juniansyah mengukir sejarah. Putera Serang, Banten kelahiran 17 Juni 2003. Lagi lagi beririsan dengan tanggal bersejarah.
Tanggal kemerdekaan NKRI. Rizki jauh dari hiruk pikuk pemberitaan media. Padahal, Rizki adalah juara dunia junior berturut tahun 2021 dan 2022 kelas 73 kg putera Cabang olah raganya sendiri, Angkat Besi termasuk favorit.
Namun atlit yang paling diandalkan dan paling tenar cedera. Eko Yuli Irawan. Jadilah Rizki Juniansyah menjadi pahlawan. Kini sekaligus pemegang rekor dunia senior dalam angkatan total. Pelatihnya?. Juga tidak terlalu sering terdengar.
Triyatno. Pembinanya?. Rosan Roeslani. Juga tak banyak menjadi konsumsi media.. Pengusaha global yang pernah ditunjuk sebagai birokrat. Wakil Menteri BUMN.
Mahakarya Kelas Dunia. Di dunia nyata. Bukan diatas kertas. Tentu diraih bukan dengan usaha yang biasa biasa saja. Kekompakan tim adalah syarat mutlak. Syarat lainnya adalah spirit atlit yang tak kenal menyerah. Gigih, tak cengeng. Memiliki etos kerja yang amanah. Menerima tugas dan menuntaskannya secara paripurna. Adversity Quotient yang ekselen.. Bagi para pembina Cabor, diharap bisa melahirkan atlit dunia pelapis yang telah kampiun..
Kisah trio pahlawan Olimpiade Paris ini bisa dibuat menjadi referensi untuk pembinaan. Bagi KOI dan KONI, para atlit di cabang individual mestinya menarik untuk mendapat perhatian lebih. Biaya tak mahal, namun pencapaian maksimal. Proporsional dengan Cabang Olahraga tim.
Selamat berakhir pekan, buat para sobat di facebook. Sport mengajarkan sportivitas. Raihan nyata para pahlawan Olimpiade Paris, semoga menginspirasi di kehidupan di luar sport. Award dan appresiasi yang diraih semoga, berarti.
Dan nyata mengangkat harkat hidup orang banyak. Kuposting di Cinere, Sabtu 10 Agustus di sore hari. Kudedikasikan bagi para sobat yang kini sedang melaksanakan pertandingan dan perlombaan dalam rangka HUTRI ke 79… Selamat Ulang Tahun Negeriku…(*)
Artikel
Erick Thohir Harus Mundur: Pertanggungjawaban atas Mega Korupsi di PT Pertamina

Oleh: Ali Syarief_
Ketika berbicara tentang tanggung jawab seorang menteri, khususnya dalam mengelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), integritas dan akuntabilitas adalah dua hal yang mutlak. Erick Thohir, sebagai Menteri BUMN, semestinya memahami bahwa mega korupsi yang terjadi di PT. Pertamina bukan hanya sekadar skandal keuangan, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam kepemimpinannya.
Ironisnya, alih-alih menunjukkan rasa tanggung jawab yang mendalam, Erick Thohir justru masih bisa tampil dengan wajah sumringah di depan publik, seolah tidak ada hal besar yang harus dipertanggungjawabkan.
Kasus korupsi di PT. Pertamina yang merugikan negara hingga triliunan rupiah seharusnya menjadi tamparan keras bagi Pemerintah. Ini bukan sekadar kesalahan individu atau oknum tertentu, tetapi bukti nyata dari kelemahan pengawasan dan tata kelola yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh seorang Menteri BUMN.
Dalam sistem pemerintahan yang sehat, setiap menteri yang gagal menjalankan tugasnya dengan baik harus siap mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral. Namun, yang kita saksikan adalah sikap sebaliknya: pembelaan diri tanpa refleksi dan tanpa konsekuensi nyata.
Sikap Erick Thohir yang terkesan santai di tengah besarnya skandal ini justru memperburuk citra pemerintahan Jokowi di masa lalu, yang dilanjutkan Presiden Prabowo saat ini.
Masyarakat berhak mempertanyakan, apakah pemimpin seperti ini yang layak dipercaya mengelola aset-aset negara? Jika seorang pejabat publik tidak merasa malu atau terbebani dengan keterlibatan kementeriannya dalam kasus korupsi besar, maka ini adalah sinyal buruk bagi masa depan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
Keengganan untuk mundur menunjukkan bahwa pejabat di Indonesia masih jauh dari budaya pertanggungjawaban politik yang seharusnya.
Di negara-negara dengan sistem demokrasi yang matang, seorang pejabat yang institusinya tersandung skandal besar akan segera mengundurkan diri sebagai bentuk penghormatan terhadap jabatan yang diembannya.
Namun di Indonesia, jabatan justru dipertahankan mati-matian meskipun kepercayaan publik sudah jatuh ke titik terendah.
Mega korupsi di PT. Pertamina seharusnya menjadi momentum untuk perbaikan, bukan justru ditutupi dengan berbagai narasi pembelaan yang menyesatkan.
Jika Erick Thohir benar-benar memiliki integritas, seharusnya ia tidak menunggu desakan publik untuk mundur, melainkan secara sukarela mengambil langkah itu sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
Lebih jauh, bukan hanya pengunduran dirinya yang dituntut, tetapi juga langkah hukum yang tegas untuk menyeret semua pihak yang terlibat dalam skandal ini.
Negara ini membutuhkan pemimpin yang berani menghadapi konsekuensi dari kegagalan mereka, bukan yang sekadar lihai berkomunikasi dan mencari perlindungan politik.
Jika budaya impunitas seperti ini terus dibiarkan, maka jangan heran jika kasus-kasus korupsi semakin menggurita dan kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin runtuh.
Erick Thohir, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kebijakan di BUMN, tidak boleh hanya diam dan terus menjalankan tugasnya seolah tidak ada yang terjadi.
Sudah saatnya bagi dia untuk mundur dan mempertanggungjawabkan kegagalannya dalam mengelola perusahaan-perusahaan negara dengan baik. (*)
Artikel
Bitung Pada Satu Titik: DARI MMHH KE HHRM

By : Kex
Tidak ada satu rezim yang bersifat permanen, pun di tata kelola pemerintahan. Setiap periode selalu akan ditandai munculnya sosok pemimpin baru apakah dari satu warna politik yang sama ataupun berbeda.
Entah apakah pula proses pergantian itu berlangsung mulus atau pun berjalan penuh diksi dan kontraksi, tetap juga semua akan bermuara pada satu titik : suksesi kepemimpinan.
Begitupun yang terjadi saat genta pelantikan serentak ditabuh, mereka yang dilantik segera kembali ke daerah masing masing dan memulai agenda membumikan visi misi dan program prioritas sebagaimana yang didengungkan selama kampanye.
Itu pula yang sementara berproses di kota Bitung, pasca era Maurits Mantiri selesai, lokomotiv kepemerintahan ada dalam tuas gerak Hengky Honandar dan Randito Maringka.
Seperti apapun konstalasi yang ada, sudah menjadi sebuah kemestian agar semua komponen memberi ruang seluas mungkin bagi HHRM untuk membangun kota ini.
Energi dan spirit objektif serta konstruktif harus lebih dominan mendapatkan ruang menindih sikap kenes, infantil dan aroma rivalitas yang masih merebak secara sporadis.

Saatnya move on memberi ruang dan suport bagi kepemimpinan baru membangun kota ini menjadi lebih baik. Bahwa lepas dari kekurangan dan kelemahan MM tetap telah mematri karya selama kepemimpinannya, saat ini tongkat kepemimpinan dipercayakan kepada sosok HH yang memiliki kematangan emosional dan spirituil, disokong energi muda RM, kolaborasi mereka akan efektif jika disuport secara proporsional oleh semua lini dengan tetap memberi ruang bagi mekanisme kontrol publik secara kritis etis.
Akhirnya banyak selamat HHRM selamat menapaktilasi esensi kepemimpinan sebagaimana frasa George R. Terry, “Kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang lain agar mau berjuang demi tujuan bersama”.
Terimakasih buat BPK Maurits Mantiri atas kiprah satu periode dan selamat melayani untuk Walikota Hengky Honandar dan Wakil Randito Maringka. Selamat membangun kota Bitung yang makin baik.(*)
Artikel
Meresapi Lelehan Senjakala(Refleksi Dua Puluh Lima Tahun Kembara Media)

Oleh : Emon Kex Mudami
The World is Flat….., (Thomas Friedman)
Apakah catatan sederhana ini terlecut oleh momentum Hari Pers 9 Februari baru lewat, entahlah. Yang pasti saya lebih nyaman menyebut sebagai proses berkontemplasi, berefleksi atas dunia (ke)media(an) atau jurnalis yang sudah —atau boleh juga baru- digeluti 25 tahun terakhir.
Ketika era makin terdigitalisasi, bidang media informasi komunikasi (mainstream, terutamanya surat kabar), termasuk salah satu yang mengalami efek melting (pencairan) dari konsep kerja sebagaimana biasa.
Fase senjakala media cetak ini perlahan namun pasti, terus merambah dari belahan barat sampai ke ceruk Asia.
Linier dengan gerak pelelehan itu, para pewarta melakukan apa yang saya sebut sebagai proses beradaptasi terhadap seleksi alam yang sementara berlangsung.
Sedikitnya ada tiga corak survive yang terlihat, pertama yang murni bertahan sambil melakukan berbagai inovasi (?) terhadap pasar yang sebetulnya sudah nyaris jenuh, kedua yang secara bertahap bersulih pola dari mainstream ke online atau alternative, dan ketiga mungkin ini lebih pas pada tataran personal adalah yang memilih total berkiprah di luar media.
Tentu pemetaan rada prematur di atas lebih bersifat amatan empiris belaka dan masih sangat terbuka ruang divisualkan lebih smooth lagi.
Saya selalu mengambil posisi memaklumi pilihan yang diambil oleh masing masing pekerja di bidang ini terutama kaum pewarta, sah saja kita memiliki pretensi dan sikap beragam terhadap proses yang ada.
Olehnya saya tidak bisa mendebat misalnya, jika —ijin- senior Joppie Worek telah hampir sepuluh tahun silam mengakui mulai tidak lagi membaca suratkabar karena langsung nyetel dengan android di mana media mainstream maupun alternative berselieweran tanpa batas.
Belakangan sosok yang total hampir 34 tahun aktif sebagai jurnalis itu menyebut memilih jadi WMS alias Wartawan Media Sosial, sekadar menyalurkan kesukaan menulis.
Namun di situasi yang lain, memaklumi mereka yang tetap bertahan melakoni rutinitas profesi, seolah putaran kaki sang waktu belum digerus oleh globalisasi dan high tech.
Adanya pernyataan masih terus belajar sebagai jurnalis misalnya, bisa dipetakkan sebagai sebuah bentuk totalitas walau tetap saja paradoks diperhadapkan dengan gerak jaman kekinian .
Saya meminta maaf, lebih dari sekali mendebat cukup sengit, teman teman yang masih eksis perihal kekauan mereka dalam mengeksekusi era keterbukaan media saat ini.
Saya berpikir ketika nyaris semua pintu multi media terkuak dan bisa diakases dengan mudah oleh netizen, sejogjanya pelaku media juga berlaku lebih terbuka dengan memberi akses seluas-luasnya ruang atau space media terhadap publik.
Bahwa dengan pertimbangan, seperti kata Friedman saat ini dunia telah menjadi datar bahkan tanpa batas (borderless), di mana koneksi publik dengan media tidak sesulit dulu, seseorang yang tidak memiliki bekal ilmu wartawan sekalipun, secara spontan bisa menampilkan news dengan unsur 5W + 1H meski serampangan melalui akun, grup atau berbagai instrumentasi lainnya.
Frame ini yang sepertinya luput dipertimbangkan, dengan kata lain jika dulu saluran publik masih sangat terbatas hanya pada kanal atau ruang media mainstream, namun saat ini ruang itu telah jauh meleleh.
Publik dapat berinteraksi secara massif baik melalui media online ataupun media alternative.
Inilah cuilan potret media kekinian, dimaui atau tidak khusus main stream akan tiba pada tingkap paling nadir, senja yang paling senja.
Mengutip terminilogi Kementerian Kominfo, dalam konteks pemasaran media mainstream tengah menghadapi vonis mati. Orang-orang media perlu bersegera menata diri, beradaptasi dengan era konvergensi .
Dalam motivasi ber-konvergen itu, mohon maaf jika kemarin saya sempat mencandai seorang sahabat melalui percakapan via wa, ia mengatakan hendak mengecek kerjasama media dengan Pemkot Bitung.
Saya mengatakan orang sekaliber dia, mestinya punya olahan lain yang lebih menantang lagi, terutamanya mengeksplorasi ruang yang direbak era digital saat ini.
Apakah kalimat itu ia terima sebagai sebuah tantangan atau apa, tetapi jika hendak memberi pilihan, maka saya berharap ketika menerima kabar, maka yang datang adalah konsep garapan yang lebih mutakhir dan factual lagi.
Maaf jika saya telah hampir sampai di ujung kembara dari labirin era mainstream.(*)
-
Breaking News3 minggu ago
Fakta Persidangan Mendukung, WT – AGB Siap Melenggang Menuju ‘Gedung Putih’
-
Headline2 minggu ago
‘Kaum Leher’ Pengikut & Pendukung Setia Wenny Lumentut Mulai Diumbar di Medsos. Mereka ASN di …..
-
Minut3 minggu ago
Alot, Ini Hasil Musyawarah Sejarah dan Penetapan HUT Desa Kolongan
-
Breaking News4 minggu ago
Adu Bukti, Saksi Pihak Terkait Bongkar Adanya WAG ‘Solid’ Dan ‘Porodisa’ Anggotanya ASN Pendukung IH – HM
-
Minahasa4 minggu ago
Pesta Bona Taon Punguan Raja Sonak Malela Boru Penuh Hikmah dan Kekeluargaan
-
Totabuan Raya3 minggu ago
Komisi Dua DPRD Boltim Ajak Masyarakat Dorong Perpanjangan WPR Desa Tobongon
-
Headline2 minggu ago
Di Retret Kepala Daerah, Presiden Prabowo Beri Atensi Khusus pada Caroll-Sendy