Artikel
Kearifan Lokal, Solusi Tepat Menghadapi HIV/AIDS


Oleh : Musfirah Ahmad,
Mahasiswa Program Doktoral FKM UNHAS yang juga merupakan dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sam Ratulangi
HIV/AIDS masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara, terutama di Kota Manado. Data mencatat hingga Desember 2022, terdapat 9.876 kasus HIV dan 4.128 kasus AIDS di provinsi ini.
Angka yang cukup tinggi dan mengkhawatirkan.
Pada situasi yang memprihatinkan ini, perlu adanya inovasi dalam pengendalian HIV/ AIDS dengan meluncurkan program PROLADIV (Pelayanan Orang dengan HIV/AIDS).
Program ini tidak hanya menawarkan solusi kesehatan, tetapi juga membangkitkan kembali kearifan lokal masyarakat setempat, Sitou Timou Tumou Tou yang dapat menjadi angin segar bagi masyarakat di Sulawesi Utara khususnya ODHIV.
Sebelumnya, upaya pemerintah daerah dalam menangani HIV/AIDS masih terbatas pada pendekatan medis seperti penyediaan obat ARV dan pemeriksaan rutin.
Namun, hasil yang dicapai masih belum maksimal.
Data menunjukkan baru sekitar 60% pasien baru yang ditemukan dari Januari-Maret 2023 yang mengikuti terapi ARV.
Sementara target cakupan terapi ARV 70% hanya tercapai 32% dan target tes viral load 60% hanya 18%.
Sitou Timou Tumou Tou adalah filosofi hidup masyarakat Minahasa yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas, dan gotong royong.
Inilah yang menjadi inti dari program PROLADIV, sebuah pendekatan holistik dalam meningkatkan kualitas hidup ODHIV.
Penerapan kearifan lokal dalam penanganan masalah kesehatan seperti ini patut diapresiasi.
Terlalu sering kita melihat program-program pemerintah yang hanya menyentuh aspek klinis semata, tanpa memperhatikan faktor-faktor sosial budaya yang justru memegang peranan penting.
Dengan PROLADIV, ODHIV tidak hanya mendapat akses terapi ARV dan konsultasi kesehatan, tetapi juga dukungan komunitas melalui grup di media sosial, aktivitas mingguan, dan edukasi kesehatan.
Inilah wujud Sitou Timou Tumou Tou, di mana ODHIV tidak dibiarkan menghadapi penyakitnya sendirian, tetapi dirangkul dan didukung oleh masyarakat sekitarnya.
Untuk memperkuat implementasi program PROLADIV, beberapa rekomendasi kebijakan perlu dipertimbangkan oleh pemerintah daerah, menyediakan anggaran khusus untuk mendanai program PROLADIV secara berkelanjutan, termasuk fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan, membentuk kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal atau yayasan yang fokus pada isu HIV/AIDS untuk membantu pelaksanaan program di lapangan, mengadakan pelatihan bagi tenaga kesehatan dan relawan mengenai pendekatan Sitou Timou Tumou Tou dalam perawatan ODHIV, melakukan monitoring dan evaluasi berkala untuk mengukur efektivitas program dan melakukan penyesuaian jika diperlukan, mengkampanyekan program PROLADIV dan edukasi kesehatan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat luas untuk mengurangi stigma dan diskriminasi.
Stigma dan diskriminasi kerap menjadi tantangan terbesar bagi ODHIV dalam mendapatkan perawatan yang layak.
Namun, dengan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal, program PROLADIV berpotensi besar untuk menghapus stigma tersebut dan menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan ramah bagi ODHIV.
Sudah saatnya kita mengakui bahwa penanganan masalah kesehatan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan medis semata.
Aspek sosial budaya masyarakat harus dipertimbangkan dan bahkan dilibatkan.
Inilah yang harus dilakukan di Sulawesi Utara melalui PROLADIV, sebuah terobosan yang patut didukung dan diapresiasi oleh pemerintah dalam menghadapi tantangan dalam mengendalikan masalah HIV/AIDS.
Bukankah kearifan lokal selalu menyimpan solusi terbaik bagi permasalahan di daerahnya sendiri? Sudah sepatutnya kita menghargai dan memanfaatkan kekayaan budaya yang kita miliki, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, tanpa terkecuali.(*)
