Connect with us

Headline

Gugatan AGK Ditolak Polda, Kuasa Hukum Siap Adukan Etik ke Mabes Polri

Diterbitkan

pada

Dari kiri, Zemmy Leihitu, Santrawan Parang dan Hanafi Saleh
Bagikan...

MANADO,mediakontras.com – Sidang praperadilan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) kepada Sinode GMIM, semakin menarik untuk ditonton, menyusul ditolaknya permohonan yang diajukan Asiano Gamy Kawatu (AGM), oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sulut sebagai pihak termohon.

Penolakan itu disampaikan kuasa hukum termohon saat membacakan tanggapan atas permohonan yang diajukan AGK, dalam persidangan ketiga yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Selasa (03/06/2025).

Kuasa hukum termohon menegaskan, menolak permohonan praperadilan yang diajukan AGK dan kuasa hukumnya secara keseluruhan, atau setidak – tidaknya gugatan tersebut tidak dapat diterima.
Sebaliknya ditegaskan, laporan – laporan polisi termasuk surat perintah, menurut kuasa hukum termohon adalah sah menurut hukum dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Sementara kuasa hukum AGK, dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum pada Law Office Paparang – Hanafi & Partners, melalui replik lisan secara tegas menyatakan, penetapan demi penetapan yang dilakukan penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut terhadap klien mereka, tidak relevan.

Semuanya itu terlihat menyusul dikembalikannya berkas perkara pemohon oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut, beberapa waktu lalu. Begitu juga dengan surat panggilan, penyidikan dan surat penahanan yang diterbitkan termohon, sama sekali tidak mencantumkan adanya laporan informasi kepada pemohon.

“Padahal transparansi dan keterbukaan sangat diperlukan. Kuat dugaan laporan informasi tersebut yang dikeluarkan termohon dan diterbitkan termohon, ketika termohon telah menerima praperadilan dari pemohon,” tandas Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, koordinator kuasa hukum AGK, dalam persidangan.

Dikatakan Santrawan, berbeda dengan langkah langkah hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, jika berperkara, selalu mencantumkan surat – surat serta bukti – bukti lainnya, termasuk laporan informasi sebagai bentuk transparansi.

Sebaliknya, langkah hukum yang dilakukan penyidik terkesan tertutup, seolah – olah perkara tersebut hanya untuk dikonsumsi pribadi.

Hanafi Saleh, SH, kuasa hukum AGK lainnya, yang menyorot soal pemanggilan klarifikasi penyidik kepada pemohon.

Dikatakan Hanafi, klarifikasi memiliki nilai penting, karena diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta merupakan hak untuk diketahui oleh pihak – pihak yang berperkara.

Selain itu, Hanafi juga menyinggung masalah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan termohon, apakah telah disampaikan kepada pemohon dan keluarganya sebelum tujuh hari.

“Ini menjadi catatan penting bagi kami sebagai kuasa hukum pemohon, mengingat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/PUU-XIII/2015, mengatur tentang kewajiban penyidik untuk menyampaikan SPDP, baik kepada Jaksa Penunut Umum (JPU) maupun pemohon, dan harus dilaksanakan tujuh hari setelah dimulainya penyidikan,” ujar Hanafi dengan suara lantang.

Pada bagian lain, Hanafi juga meminta agar saksi – saksi yang ada dalam berkas perkara, dapat dihadirkan dalam persidangan untuk diuji di bawah sumpah.

Sebaliknya, jika hanya diajukan sebatas berkas perkara saja, sulit untuk memperoleh kepastian hukum karena sifatnya tidak mengikat.

Begitu juga dengan Zemmy Leihitu, SH, kuasa hukum AGK, menguraikan tidak adanya sentilan detail dari termohon menyangkut alat bukti yang disangkakan kepada pemohon.

“Kalau dicermati, pemohon hanya menyentil pasal demi pasal. Tidak mengherankan jika kemudian kejaksaan mengembalikan berkas perkara yang diserahkan penyidik kepolisian, karena berkas perkaranya tidak lengkap,” ujar Zemmy.

Oleh karenanya, kami kuasa hukum pemohon akan mempertimbangan mengajukan kode etik dan profesi termohon secara langsung, kepada Kapolri, Wakapolri, Kabareskrim Polri, Irwasum Polri, Paminal Polri dan Komisi Kepolisian Nasional”. kata Dr Santrawan Totone Paparang, SH, MH, M.Kn, Koordinator Kuasa Hukum Asiano Gamy Kawatu.(*)


Bagikan...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *