Headline
LSM RAKO Minta Kejagung Turunkan Tim Periksa Korps Adhiyaksa di Sulut


MANADO, mediakontras.com – Imbas dari terbongkarnya kasus dugaan pemerasan berbandrol Rp3 Miliar yang diduga dilakukan oknum Jaksa Kasie Pidum di Kejari Manado terhadap terpidana Meifie Sasiwa langsung mendapatkan taggapan miring dari kalangan LSM .
Seperti yang disuarakan Ketua LSM Rakyat Anti Korupsi (RAKO) , Harianto SPi menyuarakan agar Institusi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera membentuk tim turun ke Sulut untuk melakukan pemeriksaan. Sebab modus modus seperti ini tak menutup kemungkinan bisa saja terjadi di Kejari yang ada di kabupaten /kota di Sulut.
“Jelas dengan terbongkarnya kasus seperti ini kami sangat kecewa dan prihatin dengan kinerja oknum jaksa yang mempertontonkan akrobat yang memalukan institusi korps Adhiyaksa sebagai salah satu institusi penegak hukum di Indonesia,” Ujar Harianto saat ditemui mediakontras.com .
Apa yang telah dipertontonkan oknum jaksa itu sangat tak pantas. Mereka harusnya menjujung tinggi integritas tak perlu berakrobat recehan toh ketahuan juga, sindir Harianto
LSM RAKO, juga menduga praktek seperti ini sudah mengurita di institusi tersebut, dimana banyak kasus kasus dugaan korupsi yang dilaporkan namun kenyataannya hanya jalan ditempat alias tidak ada tindak lanjut.
” Hal hal seperti ini yang harus diberantas. Karena banyak laporan dugaan korupsi yang masuk hanya dijadikan alat untuk memperkaya diri sendiri,” Ujar Harianto.
Seperti diketahui kasus dugaan upaya pemerasan ini terbongkar ketika terpidana kasus penggelapan Meifie Sasiwa di kediamannya di Desa Tarabitan, Kecamatan Likupang Barat, didatangi perempuang berinisial S yang mengaku berprofesi sebagai Jaksa di Kejari Manado,Selasa (27/2/2024).
S yang datang bersama suami dan anak, menggunakan mobil berplat DL 1254 C membawa aspirasi Kepala Seksi Pidana Umum (Kasie Pidum) Kejari Manado lelaki TF alias Taufik. Isinya meminta dana dari Meifie sebesar Rp3 miliar.
Tujuan dana itu menurut penuturan S yakni Rp500 juta untuk Kepala Kejari Manado, Rp500 juta untuk Kasie Pidum dan tim jaksa, dan Rp2 miliar untuk Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangeran.
Konon, Meifie akan dieksekusi ke Lapas Tangeran dan setelan menjalani 2 pekan di lapas, akan diberi kesempatan keluar kemana saja.
Pada kesempatan itu, jaksa S menelpon lelaki Taufik dan menyerahkan ponsel kepada Meifie. Dalam percakapan ponsel tersebut, Taufik meyakinkan Meifie bahwa surat eksekusi akan menyusul setelah Meify menenuhi dana Rp3 miliar.
“Surat ke belakang, yang penting dana dulu,” ujar Meifie di Siloam Hospital sebelum dieksekus ke Polsek Malalayang, Manado, Minggu (3/3/2024) sore menjelang malam.
Tiga hari setelah upaya pemerasan gagal, Meifie didatangi lagi oknum jaksa pada Jumat (27/2/2024) siang hari.
Kedatangan jaksa kali ini masih dengan misi yang sama agar Meify memenuhi permintaan Rp3 miliar.
Seketika, Meifie yang panik langsung pingsan. Dia pun dilarikan ke Rumah Sakit Kirana untuk dirawat lebih lanjut.
Gerah dengan tindakan Jaksa yang menakut-nakuti dirinya, Meifie bersama suami Emerikus Resusun langsung mengadu ke Asisten Pengawasan Kejati Sulut.
Kejati kemudian menindaklanjuti laporan Meifie bersama suami dengan menerbitkan surat panggilan sebagai saksi dalam pemeriksaan disiplin jaksa yang digelar, Senin (4/3) di Ruang Pemeriksaan Bidang Pengawasan Kejati Sulut pukul 09.00 WITA. Surat panggilan dengan nomor B-711/P.1.7/Hkt.1/02/2024 itu ditandatangani oleh Asisten Pengawasan Kejati Sulut Fakthuri SH. Meifie diminta menghadap Aswas Fatkhuri SH dan Pemeriksa Tindak Pidana Khusus Aswas Kejati Sulut Awaluddin Muhammad SH bersama tim.
Diketahui kasus yang menyeret Meyfa Sasiwa tergolong aneh karena terpidana sudah menjalani putusan hakim atas pokok perkara dimaksud selama 3 tahun di Rutan Malendeng.
Setelah bebas, Meyfa dilaporkan lagi atas perkara yang sama oleh saksi korban lelaki Anshar yang dulunya pernah duduk di PN Manado sebagai saksi korban yang mengalami kerugian.
Kendati saksi ahli menegaskan kasus itu kategori ne bis in idem (pokok perkara yang sama), perkara itu tetap dilanjutkan ke PN Manado. Dalam perjalanan masa sidang, Jaksa Ade Candra SH dipindahkan ke Gorontalo, perkara kemudian ditangani jaksa Remlis SH.
Konsekuensinya, draft tuntutan dicurigai hasil fotokopi draft perkara terdahulu, yang didalamnya terdapat daftar saksi-saksi terdahulu pula yang tidak pernah duduk selama perkara kedua.
Tuntutan yang isinya menampilkan lagi saksi saksi terdahulu kemudian mempengaruhi putusan hakim yang merasa seolah-olah kasus itu baru.
Pada Sidang Peninjauan Kembali (PK), Majelis Hakim memerintahkan kuasa hukum Roland Aror agar menghadirkan saksi-saksi yang disebut jaksa dalam dokumen tuntutan. Dan terbukti bahwa saksi-saksi yang hadir di sidang PK, membantah memberikan keterangan karena mereka semua secara fisik ada dalam penjara, karena sedang menjalani masa hukuman perkara lain.
Aneh bin ajab, jaksa memasukan keterangan saksi bodong tapi kemudian menjadi dasar putusan hakim PN Manado. (tim/red)
