Connect with us

Artikel

Membaca Ulang Peta Kejahatan : Dari Reaksi Instan ke Strategi Besar Sirene Panjang dari Manado, Ibukota Provinsi

Redaksi

Published

pada

By

Semacam investigatif reporting : Reymoond ‘Kex’ Mudami

Belakangan, berita dari Manado makin sering dipenuhi kabar penikaman dan tindak kriminal brutal yang terasa semakin nekat. Bukan sekadar soal angka kasus yang meningkat, tapi juga kualitas kekerasannya yang makin mengkhawatirkan. Ini bukan sekadar alarm—ini sirene panjang yang mengabarkan bahwa kita sedang menghadapi pergeseran lanskap kejahatan.

Di sini, reaksi umum sering trvisual, kita menanggapi dengan reaksi cepat, menangkap pelaku, menambah patroli, menggelar razia. Semua itu penting, tapi ibarat menambal ban bocor tanpa mencari penyebab jalan penuh ranjau. Jika tak dibarengi strategi besar, kita hanya akan memadamkan api kecil sementara hutan di belakang terus terbakar.

Pendekatan Terpadu Dari beberapa literasi tercuil skala penanganan untuk kondisi Manado dan sekitarnya

1. Intelijen Sosial dan Prediksi Kejahatan

Memerlukan sistem intelijen berbasis komunitas yang melibatkan warga sebagai mata dan telinga yang sah mensuport sistem dalam bingkai Penegakan hukum berbasis data dan analitik prediktif—mengidentifikasi pola lokasi, waktu, dan modus. Ini pastinya sementara dipraktekan APH tinggal dipadukan dengan partisipasi aktif sosial segenap para pihak.

2. Restorasi Ruang Sosial Aman

Banyak titik rawan kejahatan muncul karena ruang publik kehilangan fungsi sosialnya. Trotoar, taman, pasar malam—yang dulu jadi tempat interaksi—berubah jadi ruang yang minim pengawasan. Revitalisasi dan pencahayaan kota, penguatan kegiatan kepemudaan, dan pemulihan pusat interaksi aman bisa menekan niat kriminal.

3. Pendidikan Karakter dan Literasi Hukum

Banyak pelaku kejahatan—terutama remaja—terjebak karena tidak paham konsekuensi hukum atau terbiasa melihat kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah. Diperlukan program literasi hukum dan resolusi konflik di sekolah, rumah ibadah, dan komunitas.

Prinsipnya sederhana: mencegah anak belajar kekerasan sebelum ia menggunakannya.

Apa yang sering ditunjukan komandan Tende atau Angky Koagow dkk di lapangan saat penangangan kental dengan corak edukasi yang positif mengarah ke tindakan preventif, ajakan untuk stop TTU itu terapi dini, apalagi umumnya yang ‘terloku’ kalangan remaja .

4. Rehabilitasi dan Kontrol Pasca-Hukuman

Tingginya tingkat residivisme menunjukkan masih lemahnya pengawasan pasca-bebas. Mantan narapidana sering kembali ke lingkungan yang sama, dengan tekanan ekonomi yang sama. Sistem pembinaan kerja, insentif usaha kecil, dan pengawasan komunitas bisa memutus siklus ini.

5. Koalisi Multi-Pihak: Polisi–Pemda–Komunitas–Media

Menekan angka kejahatan tidak cukup hanya polisi. Pemerintah kota, tokoh agama, media lokal, LSM, hingga dunia usaha harus membentuk koalisi permanen. Media, misalnya, bisa mengedepankan pemberitaan edukatif dan memberi panggung bagi narasi positif, bukan sekadar sensasi kriminal.

Paradigma Baru: Menyerang Akar, Bukan Hanya Gejala

Kejahatan adalah gejala dari campuran faktor: kesenjangan ekonomi, lemahnya kontrol sosial, dan budaya kekerasan yang kadang dianggap lumrah. Grand strategy untuk Manado dan daerah lainnya di Sulut bukan hanya “menangkap” , tapi bersamaan mengeringkan sumur tempat kekerasan itu lahir.

Kota yang aman tidak lahir dari jalan-jalan yang penuh polisi, tapi dari masyarakat yang saling percaya, ruang publik yang hidup, dan generasi muda yang melihat masa depan lebih menarik daripada risiko menjadi kriminal.

Ayo bersama sama kita mengambil peran, dengan rnendisiplinkan diri dan keluarga maka itu telah memberi kontribusi yang besar. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

/** * Use the following code in your theme template files to display breadcrumbs: */