Connect with us

Artikel

Hospital Disaster Plan: Pilar Keberlanjutan Pelayanan Kesehatan di Tengah Bencana

Redaksi

Diterbitkan

pada

Oleh : Ryryn Suryaman Prana Putra, SKM, M.Kes

(Mahasiswa Program Studi Doktor Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin)

Indonesia, negara kepulauan dengan keindahan alam yang tak tertandingi, juga dikenal sebagai salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam.

Dari gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, hingga banjir dan tanah longsor, masyarakat Indonesia selalu harus waspada terhadap berbagai ancaman bencana yang bisa terjadi kapan saja. Dalam situasi seperti ini, rumah sakit memainkan peran yang sangat vital. Mereka bukan hanya tempat penyembuhan, tetapi juga benteng terakhir untuk menyelamatkan nyawa di tengah kekacauan yang ditimbulkan oleh bencana.

Namun, apakah rumah sakit kita benar-benar siap menghadapi bencana besar? Evaluasi kesiapsiagaan rumah sakit di Indonesia menunjukkan banyak kekurangan, terutama dalam hal infrastruktur dan pelatihan. Belum ada daftar periksa dan alat yang dievaluasi mencakup seluruh dimensi kesiapsiagaan rumah sakit secara menyeluruh.

Satu hal yang sangat krusial adalah pengembangan dan penerapan Hospital Disaster Plan (HDP). HDP bukan sekadar dokumen yang harus ada, tetapi merupakan sebuah model yang harus dijalankan secara konsisten dan komprehensif.

Lima faktor kunci dalam HDP yang efektif meliputi kapasitas lonjakan, dekontaminasi, komunikasi, keselamatan, dan keamanan. Tanpa ini, rumah sakit akan kesulitan untuk berfungsi optimal di tengah bencana.

Mengapa Hospital Disaster Plan (HDP) begitu penting? Karena dalam situasi darurat, rumah sakit harus mampu merespons dengan cepat dan efisien. Mereka harus bisa mengorganisir sumber daya manusia, logistik, dan strategi dengan baik.

Hospital Disaster Plan (HDP) yang dikembangkan dengan baik akan memastikan bahwa pelayanan kesehatan tetap berlanjut meskipun terjadi bencana. Model ini membantu rumah sakit untuk berfungsi secara optimal, mengurangi kekacauan, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Lebih dari itu, pemanfaatan budaya lokal juga sangat penting dalam pelaksanaan Hospital Disaster Plan (HDP). Di Indonesia, dengan keragaman budaya yang kaya, pendekatan ini dapat meningkatkan penerimaan dan efektivitas program.

Misalnya, budaya gotong royong yang sudah mengakar bisa diintegrasikan dalam prosedur penanganan bencana di rumah sakit.

Namun, tantangan terbesar dalam implementasi HDP adalah kurangnya kesadaran dan pelatihan di antara staf rumah sakit. Banyak karyawan yang belum memahami atau bahkan tidak mengetahui prosedur penanggulangan bencana yang ada.

Oleh karena itu, pelatihan dan pendidikan rutin menjadi keharusan. Selain itu, simulasi bencana secara berkala juga harus diadakan untuk memastikan kesiapan seluruh komponen rumah sakit.

Selain penguatan dari sisi sumber daya manusia, infrastruktur rumah sakit juga harus diperkuat. Infrastruktur yang kuat akan memastikan bahwa rumah sakit bisa tetap berfungsi meskipun terjadi bencana besar. Ini termasuk pemeliharaan rutin dan peningkatan sesuai standar keselamatan.

Akhirnya, koordinasi yang kuat dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, lembaga penanggulangan bencana, dan komunitas lokal, sangat penting. Semua pihak harus bekerja sama untuk mendukung pelaksanaan Hospital Disaster Plan (HDP) yang efektif.

Kita dapat melihat bahwa Hospital Disaster Plan (HDP) tidak bisa diabaikan. Ini adalah pilar keberlanjutan pelayanan kesehatan di tengah bencana. Tanpa Hospital Disaster Plan (HDP) yang kuat dan efektif, rumah sakit kita akan kesulitan untuk merespons bencana dengan cepat dan efisien, dan pada akhirnya, akan ada lebih banyak nyawa yang hilang.

Oleh karena itu, direkomendasikan adanya langkah-langkah konkret dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Hospital Disaster Plan (HDP) yang komprehensif. Kita harus belajar dari pengalaman pahit masa lalu dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bencana mungkin tidak bisa dihindari, tetapi dampaknya bisa kita minimalkan dengan persiapan yang matang. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel

KESALAHPAHAMAN TERHADAP MAKNA-MAKNA SPIRITUAL DALAM TRADISI BUDAYA MINAHASA

Redaksi

Diterbitkan

pada

By

Penulis: Charlie Boy Samola S.S.,

Tradisi budaya Minahasa memiliki kekayaan spiritual yang mendalam dan kompleks. Nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi tersebut telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Minahasa sejak zaman dahulu.

Namun, kesalahpahaman terhadap makna-makna spiritual dalam tradisi budaya Minahasa dapat menyebabkan distorsi dan kehilangan nilai-nilai yang sebenarnya.

Oleh karena itu, penting untuk memahami makna-makna spiritual dalam tradisi budaya Minahasa dengan lebih mendalam dan akurat.

Salah satu contoh kesalahpahaman adalah ketika ritual-ritual tradisional dianggap sebagai praktik keagamaan yang eksklusif, padahal sebenarnya ritual-ritual tersebut memiliki makna yang lebih luas dan inklusif.

Ritual-ritual tradisional dalam budaya Minahasa seringkali melibatkan komunitas dan memiliki tujuan untuk memperkuat hubungan antara manusia dan alam semesta. Dengan demikian, ritual-ritual tersebut tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga moralitas, sosial dan budaya.

Kesalahpahaman lainnya adalah ketika simbol-simbol spiritual dalam tradisi budaya Minahasa dianggap sebagai objek-objek mistis yang memiliki kekuatan magis, bahkan dianggap sesat oleh masyarakat modern yang pemikirannya cenderung terpengaruh oleh sisi negatif dari indoktrinasi agama yang diwariskan oleh para penyebar agama di zaman Kolonialisme.

Perlu kita ketahui, simbol-simbol spiritual dalam budaya Minahasa juga seringkali memiliki makna yang dalam dan filosofis, yang terkait dengan tuturan-tuturan bijak dari para leluhur, alam semesta, kehidupan, dan kematian.

Dengan demikian, simbol-simbol tersebut dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang kehidupan dan alam semesta, sesuai dengan daerah tempat kita berasal dan tinggal. Leluhur-leluhur di Minahasa juga menghargai dan bisa menerima perkembangan-perkembangan yang datang dari luar, selama perkembangan-perkembangan tersebut masih memiliki tujuan baik dan positif, serta tidak merombak atau mengacaukan tatanan moral dan sosial masyarakat di Minahasa.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk melestarikan dan mempromosikan tradisi budaya Minahasa dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab.

Dengan memahami makna-makna spiritual dalam tradisi budaya Minahasa, kita dapat mengapresiasi dan melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut.

Selain itu, kita juga dapat memahami bahwa tradisi budaya Minahasa memiliki kekayaan spiritual yang dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang kehidupan dan alam semesta.

Dengan demikian, kita dapat turut serta dalam membangun masyarakat yang harmonis, adil, dan juga bisa menghargai maupun berselaras dengan alam semesta ciptaan Tuhan.

Kolongan Kalawat, 7 Mei 2025

Continue Reading

Artikel

BUDAYA KORUPSI DI SULAWESI UTARA, DARI POLITIK DAERAH SAMPAI INSTITUSI AGAMA

Redaksi

Diterbitkan

pada

By

Penulis: Charlie Boy Samola S.S.

Budaya Korupsi yang berjangkit di pemerintahan Daerah Sulawesi Utara telah menjadi masalah yang serius.

Kasus-kasus Korupsi yang melibatkan para Pejabat Daerah telah menjadi sorotan berbagai Media lokal. Dampaknya, kepercayaan Masyarakat terhadap pemerintah mulai luntur.

Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan Daerah, tetapi juga telah menghancurkan Citra Pemerintah sebagai lembaga yang seharusnya melayani Masyarakat.

Korupsi di pemerintahan daerah ini juga telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk Lembaga Agama.

Salah satu Lembaga Agama di Minahasa, Sulawesi Utara, yaitu Sinode GMIM selalu jadi sorotan masyarakat karena beberapa kasus Korupsi yang sudah mencoreng Citra Gereja.

Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap lembaga agama yang seharusnya menjadi contoh dalam membangun budaya yang berbasis pada nilai-nilai kejujuran dan transparansi.

Seperti yang kita ketahui, bahwa GMIM sebagai salah satu Institusi Gereja terbesar di Minahasa, Sulawesi Utara, memiliki peran penting dalam membangun Masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai Kristen.

Namun, kasus-kasus Korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab didalam Sinode telah membuat GMIM kehilangan kredibilitasnya.

Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan Gereja, tetapi juga telah menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap Gereja.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan upaya-upaya yang serius dan berkelanjutan. Pemerintah Daerah dan Gereja harus bekerja sama secara Positif untuk membangun Budaya yang berbasis pada nilai-nilai Integritas dan Transparansi.

Dengan kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Gereja, kita dapat membangun masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai Kejujuran dan Transparansi, serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dan Gereja.

Kolongan Kalawat, 28 April 2025

Continue Reading

Artikel

Demi Politik Akomodasi, YSK Sedang Giring BSG ke Arah Bangkrut

Redaksi

Diterbitkan

pada

By

Catatan: Reky Simboh

Kepiawaian Yulius Selvanus yang berhasil memenangkan kontestasi Pilgub di luar kalkulasi banyak kalangan, kini mulai diuji. Keputusan ‘politik akomodasi’ yang diterapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Bank SulutGo (BSG) yang diambilnya, justru bagai menggiring bank ini ke arah kebangkrutan.

Tak hanya akan limbung. BSG terancam akan almarhum seperti nasib dua lembaga keuangan Sulut lainnya beberapa tahun silam, Bank Tonsea dan Bank Pinaesaan.

Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo yang juga diambil lima kabupaten/kota di daerah itu untuk menarik seluruh dananya, saham maupun Kas Daerah di BSG, adalah penyebabnya.

Jangan dulu bahas soal Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17/2013 yang juga tak digubris YSK saat menempatkan empat orangnya di jajaran Dewan Komisaris BSG sebagai implementasi balas jasa politik.

Hitung saja, dari Outstanding Rp 16 Triliun di BSG, sekitar Rp 4 Triliun sampai dengan Rp 4,5 T berasal dari wilayah Gorontalo. Artinya ada porsi kredit Gorontalo sebesar 25 % sampai dengan 30 %.

Coba dibayangkan bila itu bermasalah, kira-kira berapa Non Performing Loan (NPL, kredit macet) yang harus ditanggung BSG ? Bukankah ada di kisaran 25 %- 30%?. Sementara (batas toleransi yg diperkenankan hanya hanya 3,5%.

Untuk menutup itu, biasanya bank sudah menyiapkan dana cadangan yang disebut CKPN. Pertanyaannya berapa nilai yang harus dibentuk ?.

Dengan kondisi seperti itu, apakah target laba Rp 400 miliar yang dibebankan kepada direksi, saat YSK masih bertoleransi mempertahankan seluruh personelnya, masih realistiskah ?

Ini baru efek Gorontalo. Jikapun langkah ini juga diikuti seluruh kepala daerah Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang juga tokohnya ikut “terpinggirkan” dalam RUPS-LB, berapa risiko yang harus ditanggung Sulawesi Utara hanya karena ikut sikap YSK?

Tujuh pemerintah daerah di Provinsi Gorontalo tercatat sebagai pemegang saham Bank SulutGo (BSG).

Secara akumulatif, total nominal saham di BSG ini mencapai Rp235.068.900.000 atau Rp 235 miliar.

Jumlah itu setara dengan 19,34 persen dari total keseluruhan saham BSG yang mencapai Rp1,2 triliun.

Kekuatan saham ini menjadikan Gorontalo signifikan dalam pengambilan keputusan strategis di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), termasuk dalam menentukan arah kebijakan, evaluasi kinerja, hingga penunjukan jajaran direksi dan komisaris.

Adapun rinciannya sebagai berikut:

  • Pemprov Gorontalo: Rp72.978.500.000 (5,79 persen)
  • Pemkab Boalemo: Rp48.161.200.000 (3,82 persen )
  • Pemkot Gorontalo: Rp34.024.300.000 (2,70 persen )
  • Pemkab Gorontalo: Rp25.838.600.000 (2,05 % )
  • Pemkab Gorontalo Utara: Rp22.699.600.000 (1,80 % )
  • Pemkab Pohuwato: Rp18.458.500.000 (1,46 % )
  • Pemkab Bone Bolango: Rp13.015.400.000 (1,03 % )

Meski saham terbesar masih dikuasai Pemprov Sulawesi Utara (35,88 % ) dan PT Mega Corpora (24,82 % ), posisi Gorontalo berpotensi menjadi penentu jika terjadi dinamika tarik-menarik dalam forum RUPS. (*)

Continue Reading

Trending