Connect with us

Bitung

BPS HIPNOTHERAPY CENTRE, Pdt Barnabas  Sumampow, STh, CHt (IACT-USA), CI

Pembesut Klinik GRIYA SEHAT :

Redaksi

Diterbitkan

pada

SALAH satu sosok penting di tengah mulai berkembangnya implementasi bidang ilmu terapi Psikologis salah satu terapannya hipnoterapi di daerah ini khususnya kota Bitung tak lepas dari ‘kegelisahan’ seorang sosok  Pdt Barnabas  Sumampow, STh, CHt (IACT-USA), CI.

Di keseharian, Ia adalah pendeta aktif dalam lingkungan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang sekarang melayani sebagai Pendeta Jemaat GMIM Kanaan Winenet Wilayah Bitung 12. Latar belakang berpikirnya yang amat menyenangi teologi dan filsafat membuat ia cendrung mempertanyakan segala sesuatu apapun sampai tuntas sampai tidak ada lagi pertanyaan dan jawaban atas itu sebagai hasil akhir sebuah proses proses berpikir, termasuk hal-hal yang bersifat metafisika.

Diakui Barnabas bahwa kecenderungannya berpikir seperti itu membawanya pada suatu pengembaraan pikiran untuk memperoleh jawaban atas realitas manusia terutama hubungan antara realitas tubuh, emosi dan prilaku. Dan ternyata menurut beliau, jawabannya ada dalam pikiran manusia itu sendiri. Ia sangat yakin, bahwa pikiran dan perasaan atau emosi, ‘menciptakan’ hidup kita manusia. Bahwa rasa itu tidak di mata, telinga, lida dan lain-lain indra manusia. Tetapi ditentukan dan diberi makna oleh pikiran, bahwa itu warna merah, merdu, manis, harum, sejuk dan sebagainya (modalitas). Sehingga rasa apapun dapat disetel dengan memproteksi pikiran, terutama PBS (Pikiran Bawa Sadar).

Lebih lanjut tentang sosok Barnabas, Ia adalah seorang pendeta sesuai penelusuran media ini, menurut catatan arsip Sinode GMIM, diteguhkan sebagai Pendeta GMIM sejak tahun 1996. Ia adalah seorang misionaris, motivator sekaligus seorang guru di beberapa sekolah di Tarakan, bahkan pernah menjadi dosen termuda di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bulungan, Tarakan Kalimantan. Selanjutnya melanjutkan pelayanan sebagai pendeta di daerah-daerah pedalaman Kalimantan dalam wilayah pelayanan sebagai Tenaga Utusan Gereja (TUG) GMIM bagi Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) yang berbasis di Kalimantan Utara.

Barnabas ayah dari tiga anak putri dan istri Lipang Parir, S.PAK yang sekarang berstatus sebagai ASN, Kepala Sekolah di salah satu SMA sekolah yang cukup ternama di Kalimantan Utara, yakni SMA Negeri 1 Malinau. Ia telah mencurahkan seluruh perhatian pada tugas dan pelayanannya sebagai seorang pendeta pedalaman Kalimantan, menembus desa-desa terpencil dan pelosok, kecamatan, pusat kabupaten, bahkan pernah melayani sebagai Pendeta GKPI Samarinda ibu kota Kalimantan Timur sebelum di tarik ke Malinau menjadi Ketua Yayasan Pemancar Kasih (YPK) GKPI sebagai MOU antara GMIM dan GKPI (2016) yang dalam perjalanannya belum dapat terlaksana secara maksimal. Pemahaman teologi kontekstual tentang seorang pendeta di Kalimantan, bagi Barnabas, bahwa seorang Pendeta harus seperti “batang” ubi kayu itu.

Dipotong-potong sekalipun selanjutnya di lempar di aspal jalan, tidak akan langsung mati. Tetapi liat, batang ubi kayu itu berupaya menumbuhkan tunas-tunas baru. Ketika dintanya apa artinya, beliau menjawab sambil tersenyum “survival”. Ya, seorang Pendeta apalagi dalam konteks Kalimantan, harus memiliki kemampuan bertahan hidup (survival) yang bagus. Mungkin karena karena itulah Barnabas tercatat sebagai seorang pendeta yang memiliki berbagai keterampilan hidup, seorang “entrepreneur” bahkan sempat menjadi kontraktor proyek pemerintah di kabupaten Malinau, Kalimantan Utara

Tahun 2018, Barnabas kembalI ke GMIM dan ditempatkan sebagai Pendeta Rumah Sakit GMIM, Bethesda Tomohon sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan dalam naungan Yayasan Medica GMIM. Selanjutnya ia menjadi tenaga pastoral sosial medis di salah satu rumah sakit kebanggan GMIM itu. Ia berusaha mengangkat layanan pastoral sosial medis rumah sakit tidak kalah penting dan besarnya dengan pelayanan di jemaat-jemaat.

Barnabas memberikan contoh, Rumah sakit Bethesda misalnya. Kapasitasnya mungkin 250 bad. Itu berarti 250 KK. Belum termasuk penjaga pasien, pengunjung umum dan mereka yang berobat di poli-poli rawat jalan dan masyarakat publik lainnya dengan berbagai permasalahan kesehatan, ekonomi, sosial dan sebagainya.

Dan perhatikan, siapa mereka ? Etnis atau sukunya, budaya termasuk agamanya. Dalam konteks itulah injil diberitakan di rumah sakit, sungguh pelayanan yang menyampai ke ujung-ujung bumi di daerah ini. Belum lagi karyawan-karyawatinya yang mencapai mungkin sekitar 400 orang, berikut keluarga mereka dan para pensiunan. Jadi Rumah sakit itu, tidak terkecuali Betesda Tomohon adalah sebuah jemaat raksasa, sangat besar dan banyak kolomnya dan yang pasti, sangat kompleks pelayanannya.

Ketika di tempatkan di rumah sakit itulah, Barnabas mulai mempraktekan komunikasi mendalam dalam pelayanannya terutama terhadap para pasien. Ia yakin bahwa doa dan firman yang diberitakan di rumah sakit khususnya bagi para pasien itu bukan “mantra” yang bekerja seperti anti biotik.

‘’Doa, adalah doa kepada Tuhan termasuk tentunya doa mohon kesembuhan, kekuatan, kesabaran, pengharapan. Itu adalah permohonan kepada Tuhan Sang Empunya hidup. Namun sisi lain, apalagi firman yang diberitakan, itu harus menjadi sugesti positif yang memberdayakan khususnya pasien untuk sembuh dan sehat serta berpengaharapan. Dan berarti harus bekerja dalam arti diresponi oleh pikiran’’ kata Barnabas.

Menurut Barnabas, di sinilah hipnosis itu amat menolong seorang pelayanan memenuhi maksud doa dan firman diberitakan, yakni menjadi sugesti positif yang memberdayakan.

Kehilangan seorang ayah yang meninggal tahun  2018 silam, adalah hal yang sangat menyakitkan bagi seorang Barnabas meskipun ia seorang pendeta yang entah sudah berapa banyak tampil memimpin ibadah-ibadah penghiburan ketika ada duka cita di jemaat. Tetapi psikis setiap orang sama saja, tidak terkecuali pendeta. Mentalnya juga bisa jatuh sampai pada titik terendah. Apalagi baginya ayahnya meninggal karena sakit yang dalam dunia medis biasanya dikategorikan sebagai “Skizofrenia”.

Dalam hati timbul andai-andai,   andaikan waktu itu Barnabas telah menajdi hipnoterapist yang kompeten seperti sekarang ini, boleh jadi ia dapat menghindarkan ayahnya dari bunuh diri itu yang amat tidak diterima oleh kultur masyarakat kita termasuk di lingkungan gereja.

Latar belakang pemikiran, konteks pelayanan dan pengalaman pahit kehilangan seorang ayah seperti itu, telah mendorong kuat Barnabas untuk belajar dan mendalami ilmu terapan psikologi, hipnosis yang menghentar ia menjadi terapist psikologis hipnosis dengan mendirikan Klinik GRIYA SEHAT : BPS HIPNOTHERAPY CENTRE di kota Bitung Sulawesi Utara.

Barnabas merasa sangat terbeban ketika ia sebagai seorang hamba Tuhan yang aktif melayani sebagai seorang pendeta ketika berinteraksi dengan anggota jemaat, umat dan masyarakat, terutama yang menghadapi barbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan psikologi dan psikosomatis yang akhir-akhir ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan termasuk trauma yang dialami oleh para pengungsi korban erupsi gunung ruang Tahulandang, kasus-kasus bunuh diri di masyarakat, kecemasan, gerd, kecanduan gajet, rokok, miras, LGBT, pelecehan, perceraian dan kasus-kasus kesehatan lainnya di masyarakat. ‘’Berharap BPS HIPNOTHERAPY CENTRE dapat menjadi berkat bagi umat, gereja dan masyarakat serta bergarap disambut baik oleh pemerintah kota Bitung’’ pungkasnya.(*/red)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *