Connect with us

Hukrim

Proyek RTH Lapangan KONI Sario Skala Prioritas di 2024, Laporan Dugaan Korupsi LM RAKO Masuk Proses Penyelidikan Kejari Manado

Redaksi

Published

on

HASIL INVESTIGASI: Ketua LSM RAKO Harianto menyerahkan bukti-bukti hasil investigasi lapangan kepada Kasi Intel Kajari Manado. (foto:ist)

MANADO,mediakontras.com –  Perlahan namun pasti perjuangan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) yang dikomandani Harianto, untuk membongkar borok proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) KONI Sario Manado yang dialihkan menjadi proyek rehabilitasi fasilitas Gedung olahraga KONI Gedung Hall B, mulai ada titik terang.

Hal ini terlihat ketika Ketua Harianto bersama Kejari Manado yang diwakili Kasi Intel Kejari Manado Hijran Safar tatap muka di Kantor Kejaksaan Negeri Manado, sekaligus berdiksusi.  

“Kami mendapat informasi perkembangan laporan LSM RAKO terkait proses hukum, sudah masuk dalam tahap penyelidikan dan sudah beberapa saksi yang ikut di periksa.  Laporan ini mendapatkan atensi khusus dan di targetkan akan di selesaikan tahun ini,” ungkap Anto sapaan akrab Ketua LSM RAKO.

Dikatakannya pula dari hasil diskusi yang singkat bersama Kasi Intel Kejari Manado, beliau juga menyampaikan akan melakukan pemanggilan kepada para oknum  pejabat  terkait dalam dugaan kasus ini apabila diperlukan.

Selain itu usai tatap muka , LSM RAKO juga ikut menyerahkan bukti bukti hasil investigasi mereka kepada Kepala Seksi Intelijen Kejari Manado  serta bukti tambahan yaitu laporan  hasil audit BPK RI Perwakilan Sulawesi Utara No 107/S/XIX/MND/2024 .

Seperti diketahui LSM RAKO dalam investigasinya menemukan adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek RTH KONI yang diubah menjadi  rehabilitasi fasilitas gedung olahraga koni gedung Hall B, tidak melalui prosedur yang sesuai, mulai perencanaan, proses tender, pelaksanaan serta prosedur persetujuan, pergeseran spesifikasi material dalam pembangunan sarana fasilitas gedung.

LSM RAKO menemukan ada 4 kali proses addendum  untuk merencanakan  perubahan ini. Hal tersebut berpotensi melanggar hukum di mana proses addendum atau perubahan sesuai Perpres No 12 tahun 2021 dan LKPP NO 12 Tahun 2021 tidak mengatur perubahan  atau pergeseran obyek pekerjaa sesuai kontrak  dan tertuang dalam KAK ( Kerangka Acuan Kerja) perubahan ini juga berpotensi melanggar PP  12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah.

selain itu ada nilai korupsi yang cukup besar  dari laporan hasil pemeriksaan BPK  realisasi anggaran Rp. 14.476.558.431,87, sementara Berdasarkan dokumen kelengkapan kontrak dan dokumen pembayaran di ketahui nilai pekerjaan penataan hall B senilai RP. 11.882.486.944.19. ada potensi korupsi sekitar Rp. 2. 594.071.487,68.

proyek ini masuk dalam kode tender 10410173, kode RUP 2032275 dengan nilai pagu sebesar Rp 15 Miliar dengan nilai penawaran  Rp14.476.558.431,87  yang di kerjakan oleh PT Samudera Abadi.

“Besar harapan kami semoga secepatnya di tuntaskan, karena hal ini menjadi perhatian serius masyarakat terhadap ADIYAKSA dalam penegakan hukum,” pungkas Harianto. (mysol)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hukrim

AKBP Bintoro Klarifikasi Dugaan Pemerasan Terhadap Bos Prodia, Gemetar Diperiksa 8 Jam

Solichin

Published

on

JAKARTA,mediakontras.com – AKBP Bintoro akhirnya angkat bicara melalui sebuah video klarifikasi terkait isu viral yang menuding dirinya terlibat dalam dugaan pemerasan terhadap bos Klinik Prodia. Video yang dirilis pada Minggu (26/1/25) ini menunjukkan AKBP Bintoro dengan wajah yang tampak lelah, suara bergetar, serta tangan gemetar, menyampaikan pembelaannya atas kabar yang beredar di masyarakat.

Mengawali klarifikasinya, AKBP Bintoro memohon maaf atas kegaduhan yang terjadi akibat isu tersebut. Ia menyebutkan bahwa tuduhan pemerasan yang dialamatkan kepadanya adalah murni fitnah. Peristiwa ini, menurutnya, bermula dari pengungkapan kasus kejahatan seksual dan tindak pidana (Undang-Undang) Perlindungan Anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Dalam kasus tersebut, Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, di mana AKBP Bintoro menjabat sebagai Kasat Reskrim, menangani penyelidikan dan penyidikan hingga berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam video tersebut, AKBP Bintoro menjelaskan bahwa dua tersangka, yakni AN alias Bahtiar dan B, bersama barang bukti, telah diserahkan untuk proses persidangan. Namun, pihak yang diduga terlibat dalam perkara tersebut tidak terima dengan penanganan kasus yang dilakukan olehnya, sehingga memunculkan berita bohong di media sosial tentang dugaan pemerasan.

“Faktanya, semua ini adalah fitnah. Tuduhan bahwa saya menerima uang sebesar 20 miliar sangat mengada-ngada,” tegas AKBP Bintoro. Ia juga menyatakan telah bersikap kooperatif selama diperiksa 8 jam oleh Propam Polda Metro Jaya, termasuk menyerahkan ponsel untuk diperiksa, serta membuka data rekening bank miliknya. Ia bahkan meminta untuk dilakukan penggeledahan di rumahnya guna membuktikan bahwa tidak ada uang miliaran rupiah yang dituduhkan padanya.

Selain dugaan pemerasan, AKBP Bintoro juga mengungkapkan bahwa dirinya digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan menerima uang sebesar 5 miliar secara tunai dan 1,6 miliar melalui transfer sebanyak tiga kali. Tuduhan lain, yakni pembelian pangkat atau jabatan untuk mendapatkan pangkat bintang satu, loncat dari pangkatnya saat ini, AKBP, juga dibantahnya.

“Faktanya, saya termasuk terlambat dalam jenjang karir dibandingkan rekan-rekan seangkatan saya,” kilahnya.

Dalam video tersebut, AKBP Bintoro menegaskan bahwa dirinya tidak pernah berkomunikasi langsung dengan AN, pihak yang melontarkan tuduhan pemerasan dan penipuan terhadapnya. Ia berharap klarifikasi ini dapat meluruskan informasi yang telah beredar dan meresahkan masyarakat.

Di akhir pernyataannya, ia menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, institusi kepolisian, dan para pemimpinnya atas kegaduhan yang timbul. “Saya memohon maaf atas kegaduhan yang terjadi,” tuturnya.

Kasus ini kini masih dalam proses pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya. AKBP Bintoro berkomitmen untuk bersikap transparan dan kooperatif guna membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam tindakan yang dituduhkan.

Klarifikasi ini menjadi upaya penting untuk menjernihkan persepsi publik di tengah gempuran berita viral yang beredar. Keterangan yang disampaikan Bintoro juga sekaligus sebagai hak jawab bagi yang bersangkutan.

Semoga dalam proses selanjutnya tidak ada sesuatupun yang disembunyikan. Masyarakat menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari institusi terkait untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini. (tim/red)

Continue Reading

Hukrim

Polisi ini Diduga Peras Bos Prodia Rp20 Miliar, Wilson Lalengke: Dia Nabung buat Beli Pangkat Jenderal

Solichin

Published

on

JAKARTA,mediakontras.com – Dunia hukum Indonesia kembali tercoreng oleh ulah oknum perwira Polri, AKBP Bintoro, mantan Kasatreskrim Polrestro Jakarta Selatan, yang diduga kuat memeras keluarga pelaku kejahatan senilai Rp 20 miliar. Peristiwa ini tidak hanya mencoreng institusi Polri, tetapi juga menghancurkan rasa keadilan masyarakat yang mendambakan penegakan hukum yang bersih dari unsur jual-beli hukum.

Terhadap kasus tersebut, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 yang dikenal sangat kritis terhadap perilaku buruk anggota Polri, Wilson Lalengke, mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin atas kelakuan bejat oknum polisi AKBP Bintoro itu. Dia juga menyinggung perilaku, yang terlihat sudah membudaya di lingkungan wereng coklat, ini sebagai upaya “menabung” sejumlah dana untuk mendapatkan posisi dan jabatan lebih tinggi.

“Jika benar peristiwa itu, saya hanya bisa mengelus dada, prihatin tingkat dewa atas kelakuan oknum polisi AKBP Bintoro tersebut. Mungkin dia sedang menabung untuk segera loncat dari AKBP langsung jadi jenderal yang harganya (pangkat jenderal bintang satu – red) memang puluhan miliar rupiah,” ujar wartawan senior Indonesia itu menyindir kebiasaan jual-beli pangkat di lingkungan Polri selama ini, Jumat (24/1/2025).

Untuk diketahui, AKBP Bintoro menjabat sebagai Kasatreskrim Polrestro Jakarta Selatan dari Agustus 2023 hingga Agustus 2024. Selama masa jabatannya, Bintoro kerap dijuluki sebagai “Perwira Selon” yang diduga gemar mempermainkan perkara hukum dengan praktik “86”, istilah populer untuk penyelesaian kasus melalui jalan belakang. Tak hanya dalam kasus pencurian atau penipuan, ia juga disebut-sebut mengutak-atik perkara berat, termasuk yang melibatkan perempuan dan anak.

Puncak dari tindakan tercela Bintoro terungkap dari laporan polisi nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel yang dibuat pada April 2024. Kedua laporan ini mengungkap kasus pembunuhan sadis terhadap dua remaja perempuan, N (16) dan X (17), yang disetubuhi, dicekoki narkoba, dan akhirnya tewas akibat overdosis. Tersangka pelaku pembunuhan adalah Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak dari pemilik jaringan klinik kesehatan terkenal, Prodia.

Namun, alih-alih menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, AKBP Bintoro dikhabarkan justru menjadikan kasus ini sebagai ladang pemerasan. Bintoro diduga meminta uang Rp 20 miliar kepada pelaku dengan janji menghentikan penyidikan. Ia juga mengintimidasi keluarga korban agar mencabut laporan, dengan iming-iming uang kompensasi yang diserahkan melalui Junaedi senilai Rp 50 juta dan Radiman sebesar Rp 300 juta pada Mei 2024.

Namun, siasat Bintoro mulai terungkap ketika pelaku Arif dan Bayu melayangkan komplain pada 17 Mei 2024. Keduanya menyebut bahwa meskipun uang Rp 20 miliar telah diserahkan, kasus mereka tetap berlanjut. Bahkan, aset-aset mewah mereka, seperti mobil Ferrari dan motor Harley Davidson, diduga ikut digelapkan oleh Bintoro.

Merasa tertipu, pada 6 Januari 2025, kedua pelaku menggugat Bintoro melalui jalur perdata. Mereka menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar beserta aset yang telah disita secara tidak sah. Gugatan ini memicu perhatian publik, terutama karena melibatkan kasus pembunuhan yang sempat coba “dikubur” oleh oknum tersebut.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Polri, yang di bawah kepemimpinan Kapolri saat ini tengah gencar memperbaiki citra melalui semboyan Presisi. Direktur PPA Bareskrim Polri yang bertujuan memberantas kejahatan terhadap perempuan dan anak justru tercoreng oleh ulah Bintoro.

“Ini bukan sekadar masalah pemerasan. Ini soal penghancuran kepercayaan publik terhadap Polri,” ujar salah satu aktivis perlindungan anak yang meminta namanya tidak dipublikasikan.

Publik kini menanti langkah tegas Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi Polri serta membongkar tuntas kasus ini dan menindak Bintoro sesuai hukum. Ataukah kasus ini akan terkubur seperti banyak kasus lain? Warga menyerukan agar koalisi pelindung perempuan dan anak terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan. (*)

Continue Reading

Headline

Buron Kasus e-KTP Ditangkap KPK. Bakal Segera Diekstradisi Untuk Diadili di Indonesia

Redaksi

Published

on

By

JAKARTA,mediakontras.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah menangkap tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos yang berstatus buron sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP yang berbandrol Rp5,9 Triliun.

KPK yang menetapkan Tannos masuk dalam daftar pencarian orang sejak  Oktober 2021, kini berhasil ditangkap di Singapura. Saat ini tim KPK bergerak ke Singapura untuk mengurus ekstradisi Tannos.

“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada  lewat pesan tertulis, Jumat (24/1).

Proses ekstradisi Paulus Tannos  sendiri hingga berita ini ditulis masih berlangsung dengan melibatkan instansi terkait.

“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat meng-ekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh, seperti yang dikutip dari  berbagai sumber.

Perjanjian ekstradisi yang telah disepakati oleh Indonesia dan Singapura, Selasa 25 Januari 2022 memberi kesempatan bagi aparat penegak hukum untuk mempercepat proses hukum terhadap para pelaku tindak pidana tertentu seperti korupsi, narkotika dan terorisme.

Selain itu, KPK sendiri mengakui kalau Lembaga anti rasuah tersebut pernah berhadap-hadapan dengan Paulus Tannos. Peristiwa ini terjadi medio Agustus 2023 silam. Menurut keterangan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Paulus Tannos mempunyai dua kewarganegaraan. Satu di antaranya adalah  warga negara Afrika Selatan.

Kondisi tersebutlah yang membuat KPK gagal memulangkan dan memproses hukum Paulus saat menemukan yang bersangkutan di luar negeri beberapa tahun lalu.  Saat itu, kata Asep, tim KPK sudah berhadap-hadapan dengan Paulus Tannos.

Bahkan, KPK juga mendapat informasi yang bersangkutan juga telah mengubah namanya untuk menghilangkan jejak.

“Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami. Saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima. Kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika [Selatan] dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos,” kata Asep pada Jumat, 11 Agustus 2023 lalu.

Terpisah, Ketua KPK Setyo Budiyanto  kepada wartawan memastikan kalau perubahan Kewarganegaraan yang dilakukan buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos tidak akan berpengaruh terhadap proses ekstradisi dari Singapura.

“Enggak berdampak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar mantan Kapolda Sulut ini, kepada wartawan di Gedung Kementerian Hukum, Jumat (24/1/2025).

Setyo mengatakan saat ini KPK berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait untuk mengekstradisi  Paulus Tannos ke Indonesia.

Ia meminta publik untuk bersabar dan mengikuti seluruh proses yang sedang berjalan. Setyo juga tidak mengungkap secara pasti kapan Paulus Tannos akan dikirim ke Indonesia.

“Kami hanya banyak melakukan koordinasi. Ya, kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar, kita tunggu,” tuturnya.

Seperti diketahui Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.

Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.

Walaupun menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung, perusahaan milik Paulus mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.

Sebelum ini, KPK telah lebih dulu memproses hukum sejumlah orang. Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.

Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Jejak Pelarian Buron e-KTP Paulus Tannos hingga Ditangkap di Singapura

CNN Indonesia

Jumat, 24 Jan 2025 11:40 WIB

Bagikan:

url telah tercopy

Ilustrasi. Buron kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos ditangkap di Singapura. (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos yang berstatus buron.

Tannos ditangkap di Singapura. Saat ini tim KPK bergerak ke Singapura untuk mengurus ekstradisi Tannos.

“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat (24/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.

Lihat Juga :

Buron Paulus Tannos Diduga Bukan Lagi WNI, Ketua KPK Buka Suara

Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.

Sebelum ditangkap pada Januari 2025 ini, KPK sempat mendeteksi Paulus berada di Thailand. Informasi itu disampaikan KPK pada Januari 2023. Paulus tak bisa ditangkap karena ada kendala.

KPK mengungkap Paulus sudah mengubah kewarganegaraanya. Paulus disebut mengganti identitas dan paspornya di Afrika Selatan.

“Ternyata yang bersangkutan sudah berganti identitasnya dan paspor negara lain di wilayah Afrika Selatan,” kata Jubir KPK Ali Fikri, Agustus 2023.

Lihat Juga :

KPK Tangkap Buron Kasus Korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura

Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK saat itu, Brigjen Asep Guntur Rahayu mengatakan KPK bahkan telah berhadap-hadapan dengan Paulus, namun tetap tak bisa dieksekusi.

“Kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan, tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika [Selatan] dan namanya sudah lain bukan Paulus Tannos,” kata Asep saat itu

“Kami tunjukkan fotonya sama, ‘Mister, ini fotonya sama’. Tapi, pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya beda namanya,” imbuh Asep.

Atas kendala itu, KPK berkoordinasi dengan Kemenlu untuk memproses hukum Paulus. Negara yang mengeluarkan paspor diminta mencabut paspor Paulus karena yang bersangkutan melakukan tindak pidana di Indonesia.

Hingga akhir periode pimpinan KPK di 2024, Paulus tak kunjung tertangkap. Ia baru ditangkap di periode pimpinan KPK saat ini.

“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat meng-ekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

Continue Reading

Trending

× Kontak Redaksi