Headline
LPK-RI SULUT Soroti Ketidakterbukaan Seleksi Ketua Lingkungan di Manado

MANADO, mediakontras.com — Proses seleksi ketua lingkungan di Kota Manado menuai sorotan tajam dari Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan Republik Indonesia (LPK-RI) Sulawesi Utara. Dalam pernyataan resminya, LPK-RI menuntut pertanggungjawaban Pemerintah Kota (Pemkot) Manado atas dugaan ketidaktransparanan dan intervensi politik dalam proses seleksi yang dinilai cacat prosedural.
Ketua DPD LPK-RI Sulut, Stefanus Sumampouw, menilai pengumuman hasil seleksi yang dilakukan secara tergesa tanpa proses klarifikasi kepada publik merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip demokrasi dasar.
“Kami mendesak Pemkot Manado untuk membuka seluruh dokumen seleksi kepada publik. Ini termasuk hasil akhir, rekaman proses wawancara, dan daftar penilaian setiap peserta. Transparansi mutlak diperlukan,” tegas Sumampouw, Senin (28/7/2025).
Ia menilai bahwa praktik seleksi yang berlangsung telah mengabaikan semangat Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menekankan partisipasi masyarakat dan tata kelola yang transparan dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal. Hanya 1% ‘Wajah Baru’ yang Lolos
Kritik lebih tajam datang dari Ketua LPK-RI Kota Manado, Maykel Pusung. Ia mengungkapkan bahwa dari total 1.240 peserta seleksi, hanya sekitar 1% atau sekitar 12 hingga 13 orang yang bukan berasal dari partai politik tertentu yang berhasil lolos.
“Ini adalah bukti nyata bahwa seleksi sudah dikendalikan oleh oligarki politik lokal. 99% yang lolos adalah kader partai penguasa,” ujar Pusung dengan nada tegas.
Pusung juga menyinggung janji Wakil Wali Kota Manado, Richard Sualang, yang sebelumnya menjamin seleksi akan dilakukan berdasarkan kompetensi dan prinsip meritokrasi.
Kritik terhadap Panitia dan Dugaan Intervensi Politik
Keputusan panitia seleksi yang diketuai oleh Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Manado, Julises Oehlers, juga tak luput dari kritik. LPK-RI menilai panitia telah gagal menjaga netralitas, terutama dalam tahap wawancara yang dianggap sebagai celah intervensi politik.
Beberapa peserta yang gagal, yang enggan disebutkan namanya, menyuarakan kekecewaan mereka terhadap hasil wawancara yang dinilai tidak konsisten dan sarat kejanggalan.
“Wawancara mestinya dinilai camat, tapi hasilnya seperti sudah ditentukan. Bagaimana mungkin kader partai tertentu selalu lolos?” ungkap salah satu peserta.
LPK-RI Siapkan Laporan ke Ombudsman dan PTUN
Sumampouw mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengumpulkan bukti-bukti dugaan pelanggaran dalam proses seleksi dan akan segera melaporkannya ke Ombudsman RI dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kami punya bukti ketidaksesuaian jadwal, dokumen yang tidak lengkap, dan kesaksian peserta yang mendapat intimidasi. Jika terbukti, panitia bisa dikenakan Pasal 21 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.
Sementara itu, Pusung menegaskan bahwa masyarakat tidak akan diam. LPK-RI Manado berencana menggelar aksi duduk di depan Kantor Wali Kota Manado jika dalam 3×24 jam tidak ada klarifikasi resmi dari pemerintah kota.
Seleksi Tak Sesuai dengan Arahan Sekda
Kontroversi ini semakin mencuat karena bertolak belakang dengan penekanan yang sebelumnya disampaikan oleh Sekda Manado, Steven Dandel. Ia menegaskan bahwa kelulusan peserta harus berdasarkan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, serta kemampuan pelayanan publik.
Namun, LPK-RI menilai arahan tersebut diabaikan dalam pelaksanaan seleksi.
Desakan Audit Independen
Untuk mengembalikan kepercayaan publik, LPK-RI mendesak audit independen terhadap seluruh proses seleksi, termasuk keterlibatan pihak eksternal untuk memastikan keadilan dan integritas sistem.
“Tanpa audit, kepercayaan warga akan hancur. Demokrasi di akar rumput sedang sekarat,” pungkas Sumampouw.
Polemik ini memicu pertanyaan serius mengenai komitmen Pemkot Manado terhadap nilai demokrasi dan pemerintahan yang bersih. LPK-RI menegaskan bahwa janji seleksi berbasis merit tidak boleh hanya menjadi retorika kosong.(*)
