Connect with us

Headline

Dikepung 3 Masalah Krusial, BSG Didesak Segera RUPS-LB

Diterbitkan

pada

MANADO,mediakontras.com – Dilema Bank SulutGo (BSG) makin menjadi-jadi. Alih-alih memenuhi target laba Rp400 miliar yang ditetapkan pemegang dalam RUPS lalu, sejumlah masalah kian menghimpit pengurusnya.

Tercatat tiga masalah krusial kini tengah menghadang Pengurus BSG, Direksi maupun Komisaris.

Soal dugaan penyimpangan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang kini sedang ditangani Kejaksaan Tinggi Sulut, dan dua lainnya adalah gugatan Gorontalo Corruption Watch (GCW) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Manado serta gugatan LSM RAKO di Komisi Informasi Publik (KIP) Sulut.

Sebuah sumber mengungkapkan RUPS Luar Biasa (RUPS-LB) BSG akal bergulir, imbas ketidakpatuhan Direksi pada UU KIP.

Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) menilai pemanggilan RUPS ini merupakan respons tegas terhadap dugaan pelanggaran terhadap Undang‑Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) oleh direksi bank.

Hal itu diawali pengajuan permintaan informasi kepada BSG, namun respons bank dianggap tidak sesuai ketentuan.

Sengketa dilanjutkan ke Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Utara — yang memutuskan memenangkan RAKO dan mewajibkan bank membuka data publik terkait.

Namun, hingga batas waktu yang diberikan, pihak direksi belum memenuhi putusan tersebut.

Tak tinggal diam, RAKO pun melayangkan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Manado. Ini sesuai mekanisme di Pasal 60 UU KIP yang memberi wewenang kepada pengadilan untuk mengeksekusi putusan Komisi Informasi.

Ancaman Sanksi Direksi
Direktur Eksekutif RAKO, Harianto Nanga, mengecam tindakan BSG itu. “Putusan Komisi Informasi itu final dan mengikat.

Jika tidak dilaksanakan, maka konsekuensinya jelas: ada sanksi pidana. Direksi Bank SulutGo bisa dijerat dengan ancaman satu tahun penjara berdasarkan Pasal 52 UU KIP,” tegasnya.

Lebih lanjut, Harianto menyinggung kemungkinan dugaan penghilangan dokumen negara. “Kalau terbukti dokumen negara itu dengan sengaja dihilangkan atau disembunyikan, maka unsur pidana umum juga bisa dikenakan.

Ini bukan sekadar soal informasi, tapi soal integritas institusi publik.”

Pasal 52 UU KIP memang menyatakan bahwa badan publik yang sengaja tidak menyediakan atau menerbitkan informasi publik dapat dipidana dengan kurungan maksimal satu tahun dan/atau denda hingga Rp5 juta.

Sumber dari kalangan pemegang saham menyebut bahwa ketidakpatuhan direksi menyebabkan menurunnya kepercayaan terhadap kepemimpinan saat ini.

Beberapa pemegang saham disebut telah mendesak digelarnya RUPS-LB sebagai langkah mengevaluasi kredibilitas manajemen.

Namun hingga berita ini dirilis, pihak BSG belum memberikan tanggapan resmi. Situasi ini semakin mendesak menyusul potensi risiko hukum dan reputasi yang mengancam institusi.

Menurut sumber meskipun belum ada penetapan resmi, RUPS-LB, kemungkinan akan memasukkan agenda berikut:

  1. Konfirmasi kepatuhan terhadap putusan Komisi Informasi.
  2. Evaluasi manajemen dan tindakan korektif.
  3. Pengukuhan atau perombakan kepemimpinan direksi.

Agaknya, menurut RAKO, RUPS-LB tampaknya bukan sekadar agenda internal. Ini wujud dari tekanan hukum atas ketidakpatuhan terhadap UU KIP serta kritikan publik terhadap transparansi dan integritas manajemen.

Apabila dugaan pelanggaran benar, konsekuensinya tidak ringan: ancaman pidana dan kerusakan kepercayaan yang bisa berdampak pada stabilitas lembaga.

Sementara, dikutip dari beleidnews.com, Gorontalo Corruption Watch (GCW) telah
menggugat Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus Lumbaa selaku pemegang Saham Pengendali BSG ke PTUN Manado.

GCW minta PTUN membatalkan penetapan empat komisaris BSG yang ditunjuk Yulius Selvanus pada RUPS-LB 9 April lalu.
Gugatan didaftar pada Senin (7/7) dengan Nomor : 16/G/2025/PTUN/MDO

Menurut Sekretaris GCW Adreanus Suleman, sebelumnya pada 5 Mei lalu GCW sudah mengajukan surat Keberatan atas penetapan Komisaris BSG kepada Gubernur melalui kantor wilayah BSG, tapi tak direspon.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 menjadi dasar organisasi itu menggugat ke PTUN. Mereka mempermasalahkan pengangkatan empat orang tim sukses Yulius Selvanus saat Pilkada lalu untuk didudukan di Dewan Komisaris dan juga 10 orang lainnya di Komite Dewan Komisaris.

Sedangkan untuk dugaan penyimpangan dana CSR, kabarnya Kejati Sulut telah memanggil direksi serta pimpinan divisi yang menangani soal itu, untuk dimintai keterangan.

Apakah urusan ini akan naik ke penetapan tersangka, belum diperoleh informasi perkembangan dugaan kasus tersebut dari Kejaksaan Tinggi.

Dengan adanya tiga masalah besar dan krusial ini, serta beberapa kejadian pembobolan di beberapa cabang BSG, sumber menilai RUPS-LB menjadi hal yang mendesak dilakukan dan tak perlu menunggu jadwal periodik.

“Rombak total direksi dan komisaris adalah pilihan paling tepat bila pemegang sahamnya ingin BSG berkembang dan maju. Tapi, bila hanya ingin menjadikannya tempat untuk balas jasa, maka biarkanlah bank ini bangkrut,” tutur Stenly Towoliu, Ketua Masyarakat Jaring Koruptor Sulut (MJKS).(*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *