Connect with us

Artikel

Visit Raja Ampat dan “Vision Pasifik Effect” Wagub SK jadi Nyata

Redaksi

Diterbitkan

pada

Catatan Perjalanan
M Dino Gobel
Raja Ampat

(Ketika Asita & Astindo Sulut dimotori Lintas Megantara Wujudkan Sinerjitas “Sister Region Destination for Tourist”: Sulut – Papua Barat Daya”)

LELAH dan penat langsung sirna. Wajah cerah berganti semangat terpancar jelas di wajah dua sahabatku Moudy Paat dan Jouvendi Rompis .

Sebab, di hadapan mereka terhampar laut tenang. Perairan cantik berwarna biru kehijauan menyambut. Pulau pulau di sisi kiri mengapit.

“Waw akhirnya torang tiba di spot piaynemo,” kata Moudy Paat yang adalah Ketua Asosiasi Travel Agent ASITA Sulut ini. “Ini ikon Raja Ampat,” imbuh Audy, sapaan akrab Jouvendy yang juga Ketua Asosiasi Astindo Sulut.

Padahal, sebelumnya, keduanya terlihat kelelahan. Agak kusam. Karena, baru saja mengarungi sisi dalam Laut Banda.

Mereka hampir dua jam berperahu dari sisi barat Waisai. Ini ibukota Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Nafat Daya.

Sehari sebelumnya, keduanya tiba di Waisai, tepatnya di Avu Resort. Untuk tiba ke resort cantik itu, harus lagi melaut gunakan speedboat dari Kota Sorong, 2 jam lamanya. Beruntung selama perjalanan dua hari itu, cuaca bagus dan ombak normal. Wajah perairan ke Raja Ampat sangat menarik.

Ohya. Moudy dan Audy adalah bagian dari trip promosi dan penjajakan kerjasama wisata Sulut dan Raja Ampat. Trip khusus ini digagas PT Lintas Megantara. Ini adalah perusahan yg khusus berpartner dengan dua maskapai indonesia. Yaitu Trans Nusa dan Pelita Air. Sejak mulai eksis di 2023 lalu, sang owner perusahan ini, Marlyn Wagiu, antusias dan sangat komit.

Perempuan berdarah Minahasa dan lahir besar di Sorong Papua, terobsesi mengembangkan pariwisata dan investasi di wilayah Papua Barat Daya bersama Sulut. “Saya yakin, indonesia timur adalah mutiara Indonesia,” kata Marlyn.

Saat ini, kata perempuan berkarier ini, dan kedepan, mutiara ini akan dan harus bersinar. Memajukan dan mensejahterakan.

Caranya? “Harus ada penerbangan langsung ke destinasi sulut dan papua. Pun kombain dengan travel agent,” kata Marlyn yakin.

Dan, Marlyn Wagiu tak sekadar bermimpi atau berkoar semata. Sebab langsung diwujudkan. Terbukti sejak dua tahun terakhir, Lintas Megantara langsung bekerjasama dua maskapai itu tadi.

Trans Nusa dan Pelita Air. Membuka sejumlah rute penerbangan ke timur indonesia. Terakhir, bersama Trans Nusa mengoperasikam rute Manado Sorong. Manado Ambon. Manado Bali.

“Semoga terwujud. Mohon doanya. Dengan Trans Nusa akan buka Manado Gorontalo Luwuk Palu. Dan Makasar Luwuk dan Palu gunakan Pelita Air,” kata Marlyn.

Marlyn Wagiu langsung mewujudkan tekat yang dimulainya. Salah satu adalah menggagas trip raja ampat pada 23 sd 26 mei lalu. Dalam konteks itulah, Moudy dan Jouvendy diundang khusus di trip ini.

Kebetulan pula, saya selaku Staf Khusus Gubernur Sulut bidang pariwisata diundang bersama. Turut pula, Asisten 3 Setprov Sulut DR Frangky Manumpil. Kebetulan antara tanggal trip, adalah cuti bersama karena hari raya waisak, jadilah trip ini.

Hari kedua di Raja Ampat. Rombongan tiba di spot Piaynemo.
Di sini, sy mengakui apresiasi penuh terhadap Moudy dan Jouvendy. Sebab, nampak semangat Moudy dan Jouvendy tak sekadar semangat menikmati view yang cantik di Piaynemo.

Tapi juga terbetik sebuah program nyata. Dan hari itu juga langsung diejahwantahkan dalam sebuah sinerjitas kerjsama.

Apa itu?

Yah. Di hari terakhir. Saat rombongan kembali ke kota sorong. Diadakanlah miting sekaligus kesepakatan kerjasama antara travel agent dalam naungan Asita dan Astindo, untuk melakukan bandling selling.

Yaitu sebuah program jualan paket terpadu untuk turis. Asing maupun domestik. Rincinya adalah mereka yang tiba berlibur di sulut melalui gate Manado, dari berbagai penerbangan asing dari Singapura, Guangzhou, Tokyo, bisa lanjut ke Raja Ampat. Sehingga turis itu benar benar spending money and stay lebih lama di Indonesia.

Tak itu saja. Sebab, bagi Moudy Paat. Sejak 9 tahun terakhir memimpin Sulut, ODSK, atau Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw, telah jadikan Sulut sebagai Gerbang Pasifik.

Dibuktikan dengan telah dibukanya berbagai penerbangan asing langsung ke manado. Nah, efek Pasifik ini, kata Moudy, harus dimanfaatkan. Dengan kata lain, terobosan ODSK telah memberikan peluang bagi travel agent di sulut untuk menjual paket wisata tak hanya di lokalan Sulut.

“Tapi juga kami bisa garap lanjut ke surrounding Sulut seperti Raja Ampat ini,” kata Moudy.


Walhasil, Sabtu, 26 mei malam. Gagasan brilian itu dicetuskan dalam penandatanganan MOU antara travelnya dan juga travel Jouvendi.

Keduanya dalam naungan Asita dan Astindo. Sepakat kerjsama dengan Lintas Megantara.

“Kita saling menghidupkan. Karena Lintas Megantara eksisnya di sorong papua. Nah kita bersinerji dgn mereka,” sambung Jouvendy.
Jadilah acara penandatanganan itu. Pihak Lintas Megantara diwakili Vice President Lintas, Mac Fee Kindangen.

“Kesepakatan kerjasama ini sangat heroik. Karena bisa berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di dua destinasi Sulut dan Raja Ampat,” kata Asisten 3 DR Frangky Manumpil.

Bahkan Manumpil optimistis. “Kerjasama ini bisa jadi cikal bakal kerjasama lebih besar lagi antar provinsi. Yaitu Sister Region Tourist Destination between Sulut dan Papua Barat Daya,” pungkas Manumpil.

Heroisme Moudy dan Jouvendy. Ungkapan ini layak saya tekankan sebagai judul catatan saya kali ini. Sebab, apa yang dicetuskan sekaligus diwujudkan kedua tokoh pariwisata Sulut ini memiliki efek sangat positif bagi kemajuan kedua daerahnini. Bahkan kawasan timur Indonesia.

Saya tersenyum haru. Campur bangga. Tak sia sia upaya duet pimpinan Sulut: Gubernur Olly dan Wagub Steven mewujudkan Sulut sebagai Gerbang Pasifik. Sebab dampaknya sudah dan terus terasa. Termasuk yang dilakukan Moudy dan Jouvendy.

Wagub Sulut Steven Kandouw adalah seorang visioner.

Selama hampir 9 tahun mendampingi Gubernur OD memimpin Sulut, Pak SK, sapaan akrabnya, kerap memberikan hitung2an akurat.

Efek positif terhadap kebutuhan masyarakat dan daerah, terkait program yang akan dicetus maupun yg sedang berjalan.

Programprogram yang digagas Gubernur OD. Keduanya adalah partner kerja nan solid. Dalam tracking kinerja kekompakan duet Gubernur Wagub di Indonesia, saya belum menemukan kekompakan seperti ODSK ini.

Bahkan kekompakan ini bak “kunci slot” cepat. Membuka Sulut sbg Gerbang Pasifik. Maju ekonominya.

Dalam konteks ini, vision Pak Wagub SK, relevan dgn dampak gerbang pasifik bagi pariwisata.

Pak Wagub SK bahkan kerap mengkomparasi
Sejumlah Data Badan Pusat Statistik (BPS)sebagai indikator mengukur efek kinerja ODSK majukan Sulut. Termasuk Efek Pasifik, katanya.

Saya ingat persis. Tahun 2023 lalu, kala BPS Sulut dalam release 2023 lalu menyebutkan data prestsius di 2023.

Kata BPS, sbgamana dikutip Wagub di sebuah rapat pemprov sulut. turis asing sudah tiba di Sulut sekitar 96 ribuan orang. Hampir 100 ribu orang! Capaiannya cepat.

Padahal banyak daerah di Indonesia lambat pertumbuhan pariwisata dampak pandemi berkepanjangan. Tapi di sulut tak berlaku.

Kata Wagub,terobosan ODSK terus membuka penerbangan langsung ke berbagai negara di wilayah Asia Pasifik, menjadi salah satu trigger. Pemicu percepatan ini. Efek bagi masyarakat dan kemajuan daerah apa?

Wagub SK menegaskan, bisa dibayangkan. kalau per orang, dari 96 ribu itu, menghabiskan uangnya.

Uang itu digunakan untuk bayar hotel, makan, belanja dan transportasi? Dikalikan masa tinggal sekitar 5 ad 7 hari? Berapa duit berputar di sulut? Ratusan miliar. Dan itu bermuara ke masyarakat. Tenaga kerja. UMKM dan banyak efek lainnya.

Belum lagi sisi investasi? Efek Pasifik mengundang banyak investor asing dan nasional ke sulut. Bangun berbagai properti..menyedot tenaga kerja.
So?

“Mari torang manfaatkan Efek Pasifik Gateway ini bagi kesejahteraan dan kemajuan,” pesan Pak Wagub SK.

Wajah Moudy dan Jouvendy seolah tak lelah. Padahal selama 3 hari di Raja Ampat padat dan maraton kunjungan destinasinya. “Untuk Sulut Hebat dan masyarakat maju lewat pariwisata, torang nyanda rasa lelah,” kata keduanya.(*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel

Demi Politik Akomodasi, YSK Sedang Giring BSG ke Arah Bangkrut

Redaksi

Diterbitkan

pada

By

Catatan: Reky Simboh

Kepiawaian Yulius Selvanus yang berhasil memenangkan kontestasi Pilgub di luar kalkulasi banyak kalangan, kini mulai diuji. Keputusan ‘politik akomodasi’ yang diterapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Bank SulutGo (BSG) yang diambilnya, justru bagai menggiring bank ini ke arah kebangkrutan.

Tak hanya akan limbung. BSG terancam akan almarhum seperti nasib dua lembaga keuangan Sulut lainnya beberapa tahun silam, Bank Tonsea dan Bank Pinaesaan.

Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo yang juga diambil lima kabupaten/kota di daerah itu untuk menarik seluruh dananya, saham maupun Kas Daerah di BSG, adalah penyebabnya.

Jangan dulu bahas soal Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17/2013 yang juga tak digubris YSK saat menempatkan empat orangnya di jajaran Dewan Komisaris BSG sebagai implementasi balas jasa politik.

Hitung saja, dari Outstanding Rp 16 Triliun di BSG, sekitar Rp 4 Triliun sampai dengan Rp 4,5 T berasal dari wilayah Gorontalo. Artinya ada porsi kredit Gorontalo sebesar 25 % sampai dengan 30 %.

Coba dibayangkan bila itu bermasalah, kira-kira berapa Non Performing Loan (NPL, kredit macet) yang harus ditanggung BSG ? Bukankah ada di kisaran 25 %- 30%?. Sementara (batas toleransi yg diperkenankan hanya hanya 3,5%.

Untuk menutup itu, biasanya bank sudah menyiapkan dana cadangan yang disebut CKPN. Pertanyaannya berapa nilai yang harus dibentuk ?.

Dengan kondisi seperti itu, apakah target laba Rp 400 miliar yang dibebankan kepada direksi, saat YSK masih bertoleransi mempertahankan seluruh personelnya, masih realistiskah ?

Ini baru efek Gorontalo. Jikapun langkah ini juga diikuti seluruh kepala daerah Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang juga tokohnya ikut “terpinggirkan” dalam RUPS-LB, berapa risiko yang harus ditanggung Sulawesi Utara hanya karena ikut sikap YSK?

Tujuh pemerintah daerah di Provinsi Gorontalo tercatat sebagai pemegang saham Bank SulutGo (BSG).

Secara akumulatif, total nominal saham di BSG ini mencapai Rp235.068.900.000 atau Rp 235 miliar.

Jumlah itu setara dengan 19,34 persen dari total keseluruhan saham BSG yang mencapai Rp1,2 triliun.

Kekuatan saham ini menjadikan Gorontalo signifikan dalam pengambilan keputusan strategis di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), termasuk dalam menentukan arah kebijakan, evaluasi kinerja, hingga penunjukan jajaran direksi dan komisaris.

Adapun rinciannya sebagai berikut:

  • Pemprov Gorontalo: Rp72.978.500.000 (5,79 persen)
  • Pemkab Boalemo: Rp48.161.200.000 (3,82 persen )
  • Pemkot Gorontalo: Rp34.024.300.000 (2,70 persen )
  • Pemkab Gorontalo: Rp25.838.600.000 (2,05 % )
  • Pemkab Gorontalo Utara: Rp22.699.600.000 (1,80 % )
  • Pemkab Pohuwato: Rp18.458.500.000 (1,46 % )
  • Pemkab Bone Bolango: Rp13.015.400.000 (1,03 % )

Meski saham terbesar masih dikuasai Pemprov Sulawesi Utara (35,88 % ) dan PT Mega Corpora (24,82 % ), posisi Gorontalo berpotensi menjadi penentu jika terjadi dinamika tarik-menarik dalam forum RUPS. (*)

Continue Reading

Artikel

Erick Thohir Harus Mundur: Pertanggungjawaban atas Mega Korupsi di PT Pertamina

Redaksi

Diterbitkan

pada

By

Oleh: Ali Syarief_

Ketika berbicara tentang tanggung jawab seorang menteri, khususnya dalam mengelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), integritas dan akuntabilitas adalah dua hal yang mutlak. Erick Thohir, sebagai Menteri BUMN, semestinya memahami bahwa mega korupsi yang terjadi di PT. Pertamina bukan hanya sekadar skandal keuangan, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam kepemimpinannya.

Ironisnya, alih-alih menunjukkan rasa tanggung jawab yang mendalam, Erick Thohir justru masih bisa tampil dengan wajah sumringah di depan publik, seolah tidak ada hal besar yang harus dipertanggungjawabkan.

Kasus korupsi di PT. Pertamina yang merugikan negara hingga triliunan rupiah seharusnya menjadi tamparan keras bagi Pemerintah. Ini bukan sekadar kesalahan individu atau oknum tertentu, tetapi bukti nyata dari kelemahan pengawasan dan tata kelola yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh seorang Menteri BUMN.

Dalam sistem pemerintahan yang sehat, setiap menteri yang gagal menjalankan tugasnya dengan baik harus siap mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral. Namun, yang kita saksikan adalah sikap sebaliknya: pembelaan diri tanpa refleksi dan tanpa konsekuensi nyata.

Sikap Erick Thohir yang terkesan santai di tengah besarnya skandal ini justru memperburuk citra pemerintahan Jokowi di masa lalu, yang dilanjutkan Presiden Prabowo saat ini.

Masyarakat berhak mempertanyakan, apakah pemimpin seperti ini yang layak dipercaya mengelola aset-aset negara? Jika seorang pejabat publik tidak merasa malu atau terbebani dengan keterlibatan kementeriannya dalam kasus korupsi besar, maka ini adalah sinyal buruk bagi masa depan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

Keengganan untuk mundur menunjukkan bahwa pejabat di Indonesia masih jauh dari budaya pertanggungjawaban politik yang seharusnya.

Di negara-negara dengan sistem demokrasi yang matang, seorang pejabat yang institusinya tersandung skandal besar akan segera mengundurkan diri sebagai bentuk penghormatan terhadap jabatan yang diembannya.

Namun di Indonesia, jabatan justru dipertahankan mati-matian meskipun kepercayaan publik sudah jatuh ke titik terendah.

Mega korupsi di PT. Pertamina seharusnya menjadi momentum untuk perbaikan, bukan justru ditutupi dengan berbagai narasi pembelaan yang menyesatkan.

Jika Erick Thohir benar-benar memiliki integritas, seharusnya ia tidak menunggu desakan publik untuk mundur, melainkan secara sukarela mengambil langkah itu sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

Lebih jauh, bukan hanya pengunduran dirinya yang dituntut, tetapi juga langkah hukum yang tegas untuk menyeret semua pihak yang terlibat dalam skandal ini.

Negara ini membutuhkan pemimpin yang berani menghadapi konsekuensi dari kegagalan mereka, bukan yang sekadar lihai berkomunikasi dan mencari perlindungan politik.

Jika budaya impunitas seperti ini terus dibiarkan, maka jangan heran jika kasus-kasus korupsi semakin menggurita dan kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin runtuh.

Erick Thohir, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kebijakan di BUMN, tidak boleh hanya diam dan terus menjalankan tugasnya seolah tidak ada yang terjadi.

Sudah saatnya bagi dia untuk mundur dan mempertanggungjawabkan kegagalannya dalam mengelola perusahaan-perusahaan negara dengan baik. (*)

Continue Reading

Artikel

Bitung Pada Satu Titik: DARI MMHH KE HHRM

Redaksi

Diterbitkan

pada

By

By : Kex

Tidak ada satu rezim yang bersifat permanen, pun di tata kelola pemerintahan. Setiap periode selalu akan ditandai munculnya sosok pemimpin baru apakah dari satu warna politik yang sama ataupun berbeda.
Entah apakah pula proses pergantian itu berlangsung mulus atau pun berjalan penuh diksi dan kontraksi, tetap juga semua akan bermuara pada satu titik : suksesi kepemimpinan.

Begitupun yang terjadi saat genta pelantikan serentak ditabuh, mereka yang dilantik segera kembali ke daerah masing masing dan memulai agenda membumikan visi misi dan program prioritas sebagaimana yang didengungkan selama kampanye.

Itu pula yang sementara berproses di kota Bitung, pasca era Maurits Mantiri selesai, lokomotiv kepemerintahan ada dalam tuas gerak Hengky Honandar dan Randito Maringka.
Seperti apapun konstalasi yang ada, sudah menjadi sebuah kemestian agar semua komponen memberi ruang seluas mungkin bagi HHRM untuk membangun kota ini.

Energi dan spirit objektif serta konstruktif harus lebih dominan mendapatkan ruang menindih sikap kenes, infantil dan aroma rivalitas yang masih merebak secara sporadis.

Saatnya move on memberi ruang dan suport bagi kepemimpinan baru membangun kota ini menjadi lebih baik. Bahwa lepas dari kekurangan dan kelemahan MM tetap telah mematri karya selama kepemimpinannya, saat ini tongkat kepemimpinan dipercayakan kepada sosok HH yang memiliki kematangan emosional dan spirituil, disokong energi muda RM, kolaborasi mereka akan efektif jika disuport secara proporsional oleh semua lini dengan tetap memberi ruang bagi mekanisme kontrol publik secara kritis etis.

Akhirnya banyak selamat HHRM selamat menapaktilasi esensi kepemimpinan sebagaimana frasa George R. Terry, “Kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang lain agar mau berjuang demi tujuan bersama”.

Terimakasih buat BPK Maurits Mantiri atas kiprah satu periode dan selamat melayani untuk Walikota Hengky Honandar dan Wakil Randito Maringka. Selamat membangun kota Bitung yang makin baik.(*)

Continue Reading

Trending

× Kontak Redaksi