Connect with us

Artikel

“LATAR BELAKANG SEJARAH TAHUN BARU IMLEK DAN ASPEK BUDAYA TIONGHOA”

Redaksi

Published

on

Wenshi (Ws) Sofyan Jimmy Yosadi, SH.

Advokat, Dewan Pakar Pengurus Pusat MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia), Pengurus FKUB Sulut, Budayawan Tionghoa

LATAR BELAKANG SEJARAH TAHUN BARU IMLEK

Kalender dengan penanggalan Imlek atau Yin Li pertama kali diciptakan oleh Huang Di (Oei Tee / Ui Tee : dialek Hokkian), salah satu Sheng Huang atau Nabi Purba dan Sheng Wang  atau Raja suci dalam sejarah perkembangan Ru Jiao nama awalnya agama Khonghucu. Huang Di seorang ahli astronomi yang hidup pada tahun 2698 sM – 2598 sM merupakan nenek moyang Suku Han, suku terbesar di Tiongkok. Nama lahirnya Xuanyuan atau Youxiong, nama leluhurnya Gongsun. Beliau sering disebut sebagai Kaisar Kuning.

Saat Huang Di berkuasa, walaupun diciptakannya namun Kalender ini belum digunakan. Baru beberapa ratus tahun kemudian pada masa Dinasti pertama Xia (2205 sM – 1766 sM) kalender tersebut digunakan, sehingga lazim disebut sebagai Kalender Xia atau He. Pendiri Dinasti Cia (He) bernama Xia Yu merupana salah satu Nabi Sheng Huang dalam Ru Jiao agama Khonghucu. Kaisar Xia Yu menetapkan perhitungan tahun baru Imlek disaat awal musim semi (Chun).

Setelah Dinasti Xia runtuh diganti Dinasti Shang, (1766 sM – 1122 sM) kaisar yang juga seorang Sheng Wang Raja Suci dalam agama Khonghucu Ru Jiao kemudian menggantikannya dengan Kalender Shang dan penetapan tahun baru Imlek maju satu bulan disaat Musim Dingin.

Demikian pula saat peralihan dari Dinasti Shang ke Dinasti Zhou (1122 sM – 255 sM) Kaisar Wen Wang pendiri Dinasti Zhou yang merupakan seorang Sheng Huang Nabi dalam Ru Jiao agama Khonghucu, kemudian menetapkan tahun baru Imlek awal tahun barunya 1 Zhengyue dimajukan lagi satu bulan hingga jatuh tepat musim dingin (Tang).

Kemudian ketika kekuasaan di Tiongkok berganti ke Dinasti Qin (255 sM – 202 sM) maka kalender penanggalan Imlek didasarkan pada perhitungan Dinasti Qin dan perhitungan saat tahun baru Imlek dimajukan lagi hingga masih berada di musim dingin (Tang).

Saat Dinasti Han berkuasa (202 sM – 206 M) Kalender Xia (He) baru digunakan kembali saat Kaisar keempat Dinasti Han yang bernama Han Wu Di memerintah. Pada tahun 104 SM, Kaisar Han Wu Di kemudian menetapkan digunakannya kembali Kalender Dinasti Xia, mengikuti anjuran dan sabda Nabi Kongzi : “Pakailah Penanggalan Dinasti He” tersurat pada Kitab Suci Si Shu, khusus Kitab Lun Yu Sabda Suci Jilid XV : 11. Bertepatan saat itupula Kaisar Han Wu DI menetapkan Ru Jiao / agama Khonghucu sebagai agama Negara (State Religion).

Seruan sabda Nabi Kongzi untuk memakai penanggalan Dinasti He (Xia) yang mulanya diciptakan Huang Di, selain didasarkan pada penghitungan astronomi juga pertimbangan lainnya. Dalam kalender Xia (He), tahun baru Imlek awal datangnya musim semi (Chun). Di Tiongkok terdapat empat musim yakni Musim semi (Chun), musim panas (He), musim rontok (Qiu) dan musim dingin (Tang). Maka setelah melewati musim dingin dan tibanya musim semi hal ini membawa harapan baru. Masyarakat Tiongkok yang mayoritas agraris para petani mulai menanam, mengolah sawah ladangnya dan memulai kembali kehidupan meraih hasil bumi. Maka penanggalan Imlek ini disebut pula penanggalan petani (Nong Li).

Tahun Baru Imlek sering juga disebut Xin Zheng atau Sincia dalam dialek Hokkian, sebutan yang dibawa oleh masyarakat Fujian. Adapula yang menyebutnya dengan Chunjie yang artinya Festival Musim Semi karena di Tiongkok akan memasuki musim semi Chun.

Kaisar Han Wu Di menetapkan penghitungan 1 Zhengyue tahun baru Imlek saat musim semi (Chun) kalendernya dihitung sejak 551 SM, tahun kelahiran Nabi Kongzi. Jika ditambahkan tahun Masehi 2024 maka tahun baru Imlek tahun ini adalah 2575 dan disebut pula Kongzili artinya penanggalan berdasarkan usia Nabi Kongzi. Tahun baru Imlek 2575 Kongzili ditahun 2024 jatuh pada hari Sabtu, tanggal 10 Februari 2024.

Ribuan tahun sejak Kaisar Wan Hu Di dari Dinasti Han melewati lintasan sejarah panjang hingga Tiongkok menjadi Republik hingga saat ini, penetapan awal tahun baru Imlek sudah tetap tidak berganti di awal musim Semi (Chun). Penghitungan Nabi Kongzi (551 sM – 479 sM) yang menyerukan agar memakai penanggalan Dinasti Xia (He) melalui berbagai kajian kosmologi metafisika dan perhitungan astronomi didasarkan pada Kitab Yi Jing (Kitab Perubahan) salah satu Kitab Suci Ru Jiao agama Khonghucu dimana kitab ini merupakan warisan para pendahulu Sheng Huang Nabi Purba dan Sheng Wang Raja Suci yang kemudian diberi tafsir lebih jauh oleh Nabi Kongzi yang disebut Shi Yi (Sepuluh sayap).

Di Tiongkok selain agama Khonghucu belakangan berkembang pula agama Tao dan saat agama Khonghucu menjadi agama negara di Dinasti Han (202 sM – 206 M), agama Buddha masuk ke Tiongkok dari India. Sementara itu agama Khonghucu berkembang sampai ke Korea, Jepang, Vietnam, Myanmar, Mongolia, Asia Tenggara bahkan Eropa dan Amerika hingga keseluruh dunia, merayakan tahun baru Imlek dengan mengikuti penanggalan saat perhitungan kelahiran Nabi Kongzi.

Tahun baru Imlek adalah perayaan keagamaan Khonghucu (Ru Jiao) sudah dirayakan sejak kurang lebih 4000-an hingga 5000 tahun yang lalu. Melintasi ribuan jaman dan lintas batas belahan dunia.

Di Nusantara, jejak kedatangan masyarakat Tionghoa sudah ratusan tahun. Perayaan tahun baru Imlek sudah dirayakan sejak lama.

Di Sulawesi Utara, khususnya kota Manado perayaan tahun baru Imlek sudah dirayakan sejak ratusan tahun lalu. Dalam beberapa artikel saya, berdasarkan literatur dan berbagai artefak dalam perpustakaan pribadi di rumah “Wale Papendangan Library” sejak tahun 1655, orang-orang Tionghoa sudah ada di Manado. Ada yang didatangkan oleh VOC sebagai tukang dan petani.

Pemerintah Hindia Belanda telah membuka Loji di Manado dan mendirikan benteng kayu. Yang semula sudah dibangun oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Keberadaan orang-orang Tionghoa pada tahun-tahun berikutnya ternyata kian berkembang. Kedatangan secara bergelombang para perantau Tionghoa dari negeri Tiongkok membuat keberadaan orang-orang Tionghoa yang ditempatkan dibelakang Benteng New Fort Amsterdam kini pusat kota Manado dan berdirinya Kampung Cina di Manado setidaknya membuktikan perayaan tahun baru Imlek sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun lalu.

Di kampung Cina (China Town) Manado berdiri klenteng pertama dan tertua di Manado yang dinamakan Klenteng Ban Hing Kong yang didirikan sejak tahun 1700-an dan direnovasi pertama kali dengan bangunan semi permanen sejak tahun 1819. Kemudian dibangun pula rumah abu (Kong Tek Su) pada tahun 1839.

Jejak sejarah masyarakat Tionghoa lainnya adalah pekuburan Tionghoa pertama di daerah Gunung Wenang kemudian tahun 1825 beralih menjadi Rumah Sakit Belanda Wilhemina dan berganti nama menjadi rumah sakit Gunung Wenang dan sejak tahun 1902 pekuburan Tionghoa berada didaerah di Teling, Pekuburan-pekuburan itu kemudian ditutup dan dipindahkan ke Paal 2 (tahun 1961) dan kemudian sejak awal tahun 90-an meluas hingga ke daerah Manumbi Minahasa Utara.

Perayaan tahun baru Imlek sejak dahulu selain dipusatkan di Klenteng Ban Hing Kiong juga terjadi akulturasi budaya dengan masyarakat Minahasa yang mempunyai tradisi mengunjungi makam atau pekuburan saat tahun baru. Maka orang-orang Tionghoa melakukan ziarah ke pekuburan Tionghoa saat jelang tahun baru Imlek juga tahun baru Masehi dan saat hari raya sembahyang Qing Ming (Cheng Beng).

ASPEK BUDAYA TIONGHOA

Dalam setiap agama diwilayah mana agama tersebut mula-mula lahir dan berkembang maka budayanya ikut lestari sebagaimana agama Khonghucu yang seiring dengan unsur budaya Tionghoa. Sejarah agama Khonghucu / Ru Jiao berjalan bersama dalam lintasan sejarah bangsa Tionghoa selama kurun waktu 5000-an tahun hingga kini menjadikan masyarakat Tionghoa sangat kental dengan budaya Tionghoa dan mengalami akulturasi budaya dimana agama Khonghucu berkembang. Juga mewarnai masyarakat Tionghoa yang bukan beragama Khonghucu.

Setiap momen perayaan tahun baru Imlek pasti akan selalu ada pernak-pernik Imlek, angpao, barongsai dan Wushu, ramalam Shio dan quamia, Fengshui, pakaian yang didominasi warna merah / Cheongsam hingga riasan dan kuliner khas Imlek, semuanya adalah kebudayaan yang menyertai makna religi keagamaan Khonghucu.

Bagi umat Khonghucu, tahun baru Imlek adalah hari raya keagamaan. Bagi masyarakat Tionghoa yang bukan lagi beragama Khonghucu yang turut merayakannya dari sisi budaya Tionghoa, tidak ada yang melarangnya.

Mari kita bergembira bersama merayakan tahun baru Imlek dengan suka cita tapi etisnya jangan mengaburkan sejarah, makna keagamaannya dengan mengatakan bahwa tahun baru Imlek adalah budaya bukan agama. Kalau hanya unsur budaya tentu tidak ada upacara dan sembahyang yang seharusnya menjadi ranah agama.

Jikapun dikatakan bahwa tahun baru Imlek adalah perayaan etnis (dalam hal ini Tionghoa), juga kurang tepat. Hal ini Karena tahun baru Imlek dirayakan pula bangsa-bangsa lain di dunia seperti Korea dan Jepang, Vietnam, Singapura dan bangsa lainnya dengan istilah berbeda.

Regulasi, aturan hukum berkaitan dengan hari libur nasional di Republik Indonesia selalu berhubungan dengan peristiwa penting nasional serta agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu. Bukan hari raya etnis dan budaya semata.

tradisi makan keluarga untuk menjalin hubungan kekerabatan tepat malam tahun baru imlek. Hal tersebut untuk mempererat hubungan keluarga yang mungkin juga berjauhan. Makanan yang dimakan biasanya makanan khusus. Selain Mie yang artinya umur panjang, mereka memakan Ikan yang dalam bahasa Mandarin Yu artinya sisa. Analiginya berkat Tahun yang lama harus dihabiskan. Besoknya berkat besar akan didapatkan. Juga buah-buahan seperti jeruk sebagai lambang rejeki dan tradisi makan kue yang manis, dengan simbol harapan manisnya kehiduoan dan berbagai simbol budaya tradisi adat istiadat Tionghoa lainnya.

Saat memakai baju Merah lambang kegembiraan, berkat dan keberanian. Selain itu ada tradisi lainnya yang selalu marak saat tahun baru Imlek yakni menyalakan Kembang Api yang aslinya berasal dari Tiongkok dan dipasang sebagai simbol mengusir roh jahat, hawa jahat maupun orang yang bermaksud jahat.

Ketika tahun baru Imlek ada tradisi pemberian Hung Bao atau Ang pao (ang artinya merah, Pao itu artinya amplop) atau kertas merah dibagikan. Orang yang mapan dan sukses harus memberikan kepada orang tua terlebih dahulu. Hal tersebut sebagai ungkapan terima kasih, laku bakti kepada mereka. Lalu diberikan kepada anak-anak sebagai tanda memberikan kegembiraan selanjutnya orang yang tidak menikah, janda atau duda, agar mereka bahagia.

Perayaan tahun baru Imlek memiliki daya terima yang kuat, bernilai toleransi yang tinggi dan berakar di kalangan masyarakat Kota Manado dan Sulawesi Utara dan sekitarnya akibat terjadinya proses akulturasi budaya dengan kebudayaan minahasa, Sangihe, Bolaang Mongondow, Bantik dan lainnya sehingga sebenarnya menjadi satu kekuatan bagi pemeluk agama Khonghucu untuk mampu menyebarkan ajaran kebajikan sebagai ajaran penting dalam agama ke berbagai kalangan. Ini penting dilakukan agar ke depannya upacara keagamaan tahun baru Imlek dan Cap Go Meh kemudian akan menjadi ruang selebrasi keagamaan sekalipun tentu juga harus diterima bahwa ini juga rangkaian acara kebudayaan yang ada di Kota Manado dan Sulut serta Indonesia tanah tumpah darah negera yang kita cintai bersama.

Tahun baru Imlek tahun ini sangat spesial karena bertepatan dengan pemilu serentak. Maka para pemimpin dan rohaniwan Khonghucu senantiasa mengajak umat Khonghucu untuk berperan aktif mensukseskan pemilu serentak tahun 2024 sebagai kewajiban warga Negara Indonesia yang baik serta mendoakan agar Pemilu berjalan dengan aman, lancar, jujur dan adil, transparan dan siapapun yang terpilih adalah pemimpin bagi semua masyarakat Indonesia.

Tema perayaan tahun baru Imlek 2575 Kongzili tahun 2024 yang dikeluarkan MATAKIN adalah “Malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak tahu malu”

Selamat Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili.

Gong He Xin Xi, Semoga semua berjalan sesuai harapan. Shenti Jiangkang tubuh yang sheat dan Siji Ping an banyak berkat Selamat aman sepanjang tahun. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel

MILITANSI PENDUKUNG CS SR AROMA KEMENANGAN YANG TAK TERBENDUNG

Redaksi

Published

on

By

Oleh: Stefy Edwìn Tanor

Kehadiran massa kampanye CS SR (kamis, 21/11/2024) di Stadion Babe Palar yang diperkirakan puluhan ribu orang, bak lautan manusia yang penuh antusias mengikuti orasi jurkam CS SR. Menunjukan beberapa konklusi yang menggambarkan akhir dari pertarungan di Kontes pemilu Kepala Daerah di Kota Tomohon.

Pertama; menunjukan ruang ekspresi pilihan politik rakyat Tomohon ingin melanjutkan kepemimpinan Caroll Senduk SH. Artinya masyarakat Tomohon sebagian besar sangat setuju dengan apa yang sudah dilaksanakan CS dalam memenuhi harapan dan kebutuhan rakyat Tomohon.

Hal ini memang terkonfirmasi dari angka indeks kepuasan masyarakat atas pelayanan publik yang begitu tinggi dan mendapatkan peringkat kedua Nasional Pelayanan Publik Terbaik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.

Dan masih banyak lagi penghargaan dibidang pelayanan publik yang diterima Caroll Senduk SH, yang menunjukan betapa seriusnya beliau mengabdi dan mengemban amanat rakyat Tomohon (periode lalu).

Hal ini tentu menghasilkan penilaian objektiv dan keyakinan yang kuat bagi Rakyat Tomohon bahwa lima tahun kedepan CS SR pasti akan melakukan hal yang sama, bahkan akan ditingkatkan.

Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukan lawan politik CS SR; yang baru berjanji dan belum pernah terbukti; dan hanya dapat melakukan firnah dan hoax; bereksegesis untuk meyakinkan rakyat.

Lupa bahwa lebih dari 50% pemilih Tomohon memiliki tingkat kecerdasan intelektual diatas rata-rata, yang mampu menakar menggunakan logika yang rasionalis.

Kedua; program-program yang ditawarkan CS SR lebih diterima secara baik oleh rakyat Tomohon. Pro rakyatlah pokoknya. Hastag Gratis Untuk Rakyat yang ditampilkan dalam tiga debat visi dan misi, diyakini publik Tomohon pasti dapat dilaksanakan dan dieksekusi CS SR lima tahun kedepan.

Yang lain masih retorika.., itu pendapat sebagian besar publik Tomohon. Konfirmasi ketepatan analogi ini adalah kehadiran massa dalam kampanye akbar CS SR yang tak terbendung itu.

Ketiga; militansi massa kampanye yang tanpa dibayar sepeserpun. Lautan manusia yang menghadiri kampanye CS SR adalah massa yang militan pure publik Tomohon. Bukan massa angkut dari daerah lain. Hal ini sungguh mengharukan betapa rakyat sangat mencintai CS SR dan rela tanpa ongkos sekalipun.

Sehingga sangat benar teriakan penonton disepanjang ruas jalan utama Kota Tomohon..”Lantikkk Jo…!” Bukan berlebihan memang tapi fakta dukungan yang tak terbendung.
Ini aroma kemenangan yang tak terbendung…CS SR memang top abis..(*)

Continue Reading

Artikel

Lahir Beong Siau, Santje Tataung AMd Besarkan Maurits Mantiri  dengan Kesederhanaan

Semacam Sebuah Reportase

Redaksi

Published

on

By

By : Emon Kex Mudami 

KREDO guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa masih lekat dengan profesi ini, Guru dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa karena profesi ini memberikan kontribusi besar bagi bangsa sehingga layak disebut pahlawan. Namun, guru tidak pernah memperoleh tanda jasa seperti pahlawan-pahlawan nasional. Bahkan, hingga saat ini masih banyak guru yang tidak mendapatkan imbal jasa yang layak.

Menyebut peran guru, maka sangat layak ikut mengenang sosok Santje Tataung AMd, tak lain ibunda tercinta Walikota Maurits Mantiri dan Eugenie Nona Mantiri saat ini anggota Deprov Sulut. Ibu guru Santje termasuk salah satu yang memiliki andil besar dalam memajukan bidang pendidikan di kota Bitung.

Menariknya, sebelum berkeluarga dan menetap di kota Bitung,  Ibu Tataung asli Siau, ia lahir di desa Beong 17 November 1933. Menelisik rekam jejak pengabdian, putri Siau ini tidak langsung berkiprah di kota Bitung. Menurut pengakuan Ibu Nona, SK pertama ibunda tercinta justru di SMP N 1 Gorontalo. Sejak awal, Ibu Tataung dikenal sosok tipycal disiplin dan pekerja keras.

Dari Gorontalo, selanjutnya ditempatkan mengajar di SMP N Kwandang, kemudian pindah ke SMP N Girian dan Filial di SMP Sagerat.  Setelah dari Sagerat, dipercayakan menjadi Kepala Sekolah SMP N Papusungan.  Ternyata di pulau yang membentang depan kota Bitung inilah, Ibu Tataung mematri pengabdian yang panjang dan meraih banyak capaian.

Di sekolah ini hampir 12 tahun lamanya, Ibu Tataung  memimpin sekolah tersebut, juga sempat dipercayakan jadi Kepala SMP Terbuka Papusungan. Menurut Frans Tiolong seorang pensiunan guru, seingatnya Ibu  Tataung sempat membawa SMP Terbuka Papusungan berprestasi hingga sempat mewakili Bitung bahkan Sulut di tingkat nasional.

Di balik sikapnya yang tegas dan disiplin, Ibu Tataung sejatinya telah ikut mematri karya khususnya berkontribusi bagi para generasi pewaris. Sepertti lirik hymne guru, engkau sebagai pelita dalam kegelapan. Dan dari sosok Ibu Guru yang sederhana ini diyakini begitu banyak anak-anak yang telah merasakan buah didikannya.

Termasuk yang hakiki keberhasilan membesarkan Maurits Mantiri, juga Eugenie Mantiri sehingga menjadi figur publik sebagaimana yang ada saat ini. Sekaligus memberi bukti, perjalanan kehidupan seorang Maurits Mantiri tidaklah lahir dari rahim seorang ibu yang kaya raya dari kota metropolis, sosok Maurits Mantiri tak lain ayah Geraldi Mantiri, lahir dan besar dalam didikan seorang Ibu yang sederhana namun berpendirian teguh dan kokoh, sekokoh  Gunung Karangetang daerah leluhurnya.

Ia yang kemudian berjuang berpeluh membaktikan dirinya sebagai seorang guru dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan tidak sedikitpun meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, seorang mama di tengah keluarganya.(*)

Continue Reading

Artikel

Wenny Lumentut tak Paham Birokrasi dan tak Layak Pimpin Tomohon

Redaksi

Published

on

By

Oleh : Ruddy Tangkawarouw, SH dan
Drs. Eddy Turang

POLITIK dagang sapi, merupakan perilaku politik yang tidak bagus dan tak mendidik, karena hanya akan menjerumuskan pemimpin dalam lubang kehancuran birokrasi yang dalam.

Saat ini penataan sistem birokrasi sudah teratur dan terkendali, melalui mekanisme dan aturan perundang undangan yang bagus dan ketat. Salah satunya adalah pola perpindahan birokrasi baik tour area , atau tour of duty-nya sudah sangat presisi dengan sistem meritokrasi yang diawasi Menpan dan Mendagri.

Di Tomohon, pemerintahan Caroll Senduk, menatanya dengan menerapkan semua mekanisme perpindahan dalam jabatan atau tren disebut rolling, wajib melewati sistem yang sesuai aturan.

Seperti yang dipersoalkan terakhir, ternyata oleh kemendagri dinyatakan sudah sesuai aturan, karena dalam sistem pemerintahan daerah yang juga diatur dalam prinsip hukum administrasi negara bahwa setiap keputusan bersifat becheking itu selalu memuat kalusul bahwa apabila terdapat kekeliruan maka akan diadakan pembetulan seperlunya.

Prinsip ini memberikan ruang bagi pembina kepegawaian atau pejabat pembuat keputusan, dapat meninjau keputusannya apabila ada kesalahan.

Hal-hal seperti itulah yang mewarnai proses penataan birokrasi Kota Tomohon, yang oleh Depdagri dan KemenPan RB justru memberi apresiasi terhadap kepemimpinan Caroll Senduk.

Muncul pertanyaan bagaimana dengan Wenny Lumentut ? Dari pengalaman yang ada, kami sebagai birokrat senior dan ikut meletakkan dasar pelayanan publik dan pemerintahan sejak awal Tomohon berdiri di tahun 2003, berpendapat sebagai wakil wali kota mendampingi Caroll Senduk (CS) sejak 2021-2023, Wenny Lumentut (WL) lebih banyak menerapkan sistem birokrasi dagang sapi, membuat peta prosentasi jabatan dan menjanjikan jabatan sebagai alat tukar menukar kepentingan.

Hal ini menjadikan terdapat “matahari kembar” di Kota Tomohon pada masa duet CSWL, walaupun sampai saat ini Caroll Senduk membantah jika dia dan WL waktu itu pecah kongsi, karena hingga sekarang Caroll menyatakan hubungannya dengan WL aman-aman dan baik-baik saja.

Namun fakta empiris di publik menyatakan sebaliknya. Malah, di mana-mana WL menyatakan bahwa Caroll Senduk justru adalah figur yang tak mampu, lemah, bahkan tidak jarang Caroll dimaki-maki dengan kata-kata kurang sopan oleh WL kepada pejabat-pejabat yang datang menghadap WL, baik di kantor maupun di ruangan.

Ini yang sangat kami sesalkan. Selama menjadi wakil wali kota, WL jarang ke kantor, kerjaannya banyak di rumah, kumpul-kumpul orang dan membangun kekuatan sendiri.

Dia juga memprovokasi pejabat-pejabat yang sakit hati untuk melakukan perlawanan kepada wali kota. Ini fakta yang kasat mata di depan publik, bahkan dari dulu WL sudah memelihara beberapa oknum wartawan melakukan serangan-serangan personal kepada Wali Kota Caroll Senduk, dengan segala fitnahan, dan informasi sesat dengan tujuan membangun kebencian kepada walikota.

Hal ini membuat masyarakat semakin cinta wali kota, karena mereka memahami bahwa Caroll Senduk adalah orang baik dan santun, bicaranya terukur, dan sangat sopan. Beda dengan karakter WL, yg meledak-ledak, suka maki-maki dan sangat tidak sopan di muka publik.

Sifat-sifat yang sangat bertolak belakang antara Caroll Senduk dan Wenny Lumentut, menjadikan Caroll enggan berpasangan lagi dgn WL untuk maju periode keduanya. Dan, dengan ambisi yg menggebu gebu, jauh-jauh hari WL mengumpulkan tanda tangan untuk maju lewat jalur perseorangan.

Dia juga melakukan agitasi dan provokasi kebencian ke Wali Kota Caroll Senduk, tapi lagi-lagi masyarakat justru makin mencintai Caroll Senduk.

Oleh karena itu, kami menilai sangat tidak layak jika Tomohon dipimpin oleh figur yang tidak santun, perilaku politik yang mengandalkan memperdagangkan jabatan dan birokrasi. Karena kalau hal ini terjadi, rakyat dan kota Tomohon akan mengalami kemunduran akibat birokrasi yang amburadul.

Saat ini adalah masa kampanye, dimana masyarakat wajib kita sampaikan fakta-fakta kebenaran. Sehingga masyarakat tidak terlena dengan janji materi/uang yang sesaat, tapi menderita lima tahun.

Kita butuh pemimpin yang berkarakter, yang memiliki etika, estetika, dan dialektika, baik dalam politik, budaya serta kemasyarakatan, untuk menjaga marwah Kota Tomohon sebagai Kota Religius dan Kota pendidikan.

Ini pesan leluhur yang harus dipertahankan dan dijaga. Kami punya tanggung jawab moral sebagai orang Tomohon, yang juga pernah berbuat untuk Kota Tomohon. Kami tidak mau Tomohon dibawa ke jurang kemuduran, akibat dipimpin oleh figur yang tidak paham kepemimpinan dan budaya serta etika Tomohon, yang berbudaya Tombulu.(*)

Disclaimer : Tulisan ini adalah rilis yang dikirimkan ke Redaksi, dan sepenuhnya tanggung jawab penulis. Redaksi.

Continue Reading

Trending

× Kontak Redaksi