Artikel
“RITUAL MOMENTUM TAHUN BARU IMLEK, HARI RAYA KHONGHUCU”
Wenshi (Ws) Sofyan Jimmy Yosadi, SH.


Dewan Pakar Pengurus Pusat MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia), Pengurus FKUB Sulut, Advokat.
Tahun Baru Imlek dalam keyakinan umat Khonghucu bukan sekedar tradisi budaya Tionghoa semata. Ada banyak ritual persembahyangan sebelum tahun baru Imlek hingga 15 hari sesudah tahun baru Imlek yang dinamakan Capgomeh. Tahun baru Imlek adalah hari Raya Umat Khonghucu sebagaimana tersurat dalam Kitab-Kitab Suci agama Khonghucu Ru Jiao Jing Shu. Hal menyangkut tahun baru Imlek tidak dijumpai dalam kitab suci agama lain seperti kitab suci agama Buddha maupun Tao.
Spiritualitas, Ritual keagamaan yang tentu ada banyak hal menyangkut tradisi budaya Tionghoa dimana agama Khonghucu berasal dari Tiongkok dan menyebar keseluruh dunia. Maka aspek budaya Tionghoa tentu sangat kental dan mengalami akulturasi dengan budaya setempat dimana agama Khonghucu menyebar ke seluruh dunia.
Tahun 2024 ini, Hari Raya Tahun Baru Imlek 2575 jatuh pada hari Sabtu tanggal 10 Februari 2024. Angka 2575 dihitung dari usia Nabi Agung Kongzi (Khongcu, Confucius) yang lahir tahun 551 sebelum Masehi ditambah tahun Masehi 2024 maka didapat angka 2575.
Ritual persembahyangan dan persiapan merayakan hari raya sudah dimulai sejak dua minggu sebelum Tahun Baru Imlek yang dirayakan hari Sabtu, 10 Februari 2024.
Rumah-rumah mulai dibersihkan, Klenteng-Klenteng mulai dibersihkan & dipercantik dengan pemasangan banyak lampion dan pernak-pernik. Selain dibersihkan juga mulai di cat agar nampak baru dan bersih.
Altar persembahyangan Kan (Kham, dialek Hokkian) bagi Para Shenming (Sien Beng) dan Nabi Purba (Sheng Huang) dan Para Raja Suci (Sheng Wang), serta orang-orang suci (Sheng Ren), Nabi Kongzi (Khongcu) dengan berbagai visualnya baik berupa Jinshen (Kimsin, dialek Hokkian) atau arca, patung, juga Foto atau gambar.
Demikian pula, altar leluhur dan orangtua yang telah meninggal dunia, Shenzhu Kan (Sienci Kham, dialek Hokkian) juga dibersihkan. Di rumah sayapun melakukan hal yang sama, mulai bersih altar, cuci arca hingga memasang pernak pernik. Rangkaian perayaan tahun baru Imlek sudah dimulai. Kesiapan lahir batin, terutama menjadi sesuatu yang selalu baharu selalu digelorakan. Barang barang bekas dan tidak terpakai wajib dibuang. Menjaga kebersihan sebagaimana bersih lahir batin jasmani maupun rohani.

Setelah semuanya dibersihkan maka dimulailah rangkaian ritual persembahyangan jelang perayaan tahun baru Imlek. Tepat seminggu sebelum tahun baru, Umat Khonghucu melaksanakan kewajiban ibadah, Sabtu 03 Februari 2024 bertepatan Shieryue Ershisiri, tanggal 24 bulan ke-12 penanggalan Yīnlì (Imlek) mengadakan persembahyangan kepada Malaikat Dapur, dalam persembahyangan khusus Song Zaojun Shang Tian yang dimaknai sebagai saat Malaikat Dapur Zhao Jun (Coo Kun, dialek Hokkian) “menghadap” Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi Tionghoa Manado menyebutnya sebagai hari “Tapikong naik”.
Bertepatan pula hari tersebut, umat Khonghucu melaksanakan kewajiban sosial dengan beramal membantu sesama saudara seiman dan yang berkekurangan agar dapat turut ceria menyambut tibanya tahun baru Imlek. Momentum ini dikenal sebagai Hari Persaudaraan, Ersi Sheng An (Ji Si Siang An, dialek Hokkian). Kegiatan persembahyangan dan beramal ini dilaksanakan di Klenteng maupun di rumah.
Sehari menjelang tahun baru Imlek, tepatnya hari Jumat tanggal 9 Februari 2024, di pagi hari dilaksanakan persembahyangan kepada Leluhur dan orangtua serta keluarga yang telah meninggal dunia. Diatur altar khusus yang menyajikan makanan minuman sebagai tanda lalu Bakti Xiao (Hauw, dialek Hokkian).
Dalam keyakinan agama Khonghucu pemberian sajian makanan minuman dalam persembahyangan bukan bermaksud memberi makan orang-orang yang telah meninggal dunia seperti halnya saat sembahyang Qing Ming (Cheng Beng, dialek Hokkian) ziarah ke pekuburan. Demikian pula saat bersembahyang di altar di rumah maupun di Klenteng, sajian makanan minuman bukan untuk memberi makan kepada Para Shen Ming (Sien Beng).
Berkaitan dengan hal ini terdapat penjelasan sebagaimana yang tersurat dalam kitab suci agama Khonghucu.
Nabi Kongzi bersabda,” Terhadap orang yang telah mati, bila memperlakukannya benar-benar sama sekali sudah mati, itu tidak berperi Cinta Kasih, maka jangan dilakukan. Terhadap orang yang sudah mati , memperlakukannya seperti benar benar masih hidup , itu tidak bijaksana dan janganlah dikerjakan….”
(Kitab Li Ji Catatan Kesusilaan : II A. II : 3 )
Sesungguhnya kewajiban ibadah persembahyangan kepada para leluhur, orangtua dan keluarga yang telah meninggal dunia merupakan perintah agama, sebagaimana halnya penjelasan dalam ayat suci :
“Nabi Kongzi bersabda : Pada Saat orang tua masih hidup layanilah sesuai dengan kesusilaan. ketika meninggal dunia makamkanlah sesuai dengan kesusilaan dan sembahyangilah sesuai kesusilaan. (Kitab Lun Yu Sabda Suci Jilid II : 5.3.)
Lebih lanjut Nabi Kongzi bersabda : “Hati-hatilah pada saat orang tua meninggal dunia dan jangan lupa memperingatinya sekalipun telah Jauh. Dengan demikian rakyat akan tebal kebajikannya” (Kitab Lun Yu Sabda Suci Jilid I : 9.)
Dalam pengaturan persembahyangan tidak ditentukan besar kecilnya apalagi menunjukkan kemewahan. Substansinya lebih kepada rasa hormat, kesusilaan, keikhlasan dan rasa hormat.
Nabi Kongzi Bersabda : “Di dalam upacara sembahyang, daripada mewah mencolok lebih baik sederhana. Di dalam upacara duka, daripada meributkan perlengkapan upacara, lebih baik ada rasa sedih yang benar”
(Kitab Lun Yu Sabda Suci Jilid III : 4).
Nabi Kongzi bersabda : “Pada waktu sembahyang kepada leluhur, hayatilah akan kehadirannya dan waktu sembahyang kepada Tian(Tuhan) Yang Maha Rokh, hayatilah pula akan kehadirannya. Kalau Aku tidak ikut sembahyang sendiri, Aku tidak merasa sudah bersembahyang.”
(Kitab Lun Yu Sabda Suci Jilid III : 12)
Makna Laku Bakti dalam ajaran agama Khonghucu sangat penting, menjadi “way of life” bangsa Tionghoa walaupun bukan beragama Khonghucu, hal ini disebabkan karena ribuan tahun di Tiongkok sejak era Dinasti Han (220 sebelum Masehi) hingga Tiongkok menjadi Republik, agama Khonghucu menjadi “State Religion” agama Negara dan ujian para sarjana mewajibkan menguasai teks utama kitab suci agama Khonghucu.
Dalam Kitab Xiao Jing (Hauw Keng) tersurat :
“Nabi Kongzi bersabda : Sesungguhnya Laku Bakti itu ialah pokok Kebajikan. Daripadanya ajaran agama (Jiao) berkembang. Tubuh, anggota badan, rambut dan kulit diterima dari ayah dan bunda, maka perbuatan tidak berani membiarkannya rusak dan luka itulah permulaan Laku Bakti. Menegakkan diri hidup menempuh Jalan Suci (Dao), meninggalkan nama baik di jaman kemudian sehingga memuliakan ayah bunda, itulah akhir Laku Bakti (Xiao). Adapun Laku Bakti itu, dimulai dengan melayani orangtua, selanjutnya mengabdi kepada pemimpin (nusa, bangsa dan negara) dan akhirnya menegakkan diri”

Malam hari jelang perayaan tahun baru Imlek, hari Jumat tanggal 9 Februari 2024, tradisi budaya makan bersama keluarga dilakukan di rumah orangtua atau kalau orangtua sudah meninggal dunia dilaksanakan di rumah saudara tertua atau dituakan. Orangtua, anak dan cucu serta kerabat dekat berkumpul untuk makan bersama dengan makna mempererat hubungan kekeluargaan. Berharap tidak ada masalah diantara keluarga atau jika ada masalah pertikaian diselesaikan di meja makan saat semua bergembira menyambut perayaan tahun baru Imlek.
Kemudian setelahnya bersembahyang bersama di altar di rumah dan dilanjutkan bersembahyang di Klenteng berjumpa dengan teman dan sahabat. Bergembira bersama dimalam tahun baru Imlek. Saat itupula ada tradisi budaya menyalakan kembang api atau mercon. Tradisi budaya Tionghoa selama ribuan tahun dengan makna spiritual mengusir hal yang jahat dan hawa jahat atau orang-orang yang bermaksud jahat. Bukan sekedar pesta pora belaka.
Tahun baru Imlek, sabtu tanggal 10 Februari 2024, diadakan ungkapan syukur tahun baru Imlek di rumah masing-masing. Sebagian melaksanakan “open house” sebagaimana halnya tradisi setiap tahun yang saya lakukan sebagai wujud membagi berkat diawal tahun baru dengan menyediakan makanan minuman bagi mereka yang datang “pasiar” berkunjung ke rumah umat Khonghucu.
Sesudah tahun baru dilaksanakan pula berbagai ritual persembahyangan. Sehari sesudahnya, Minggu tanggal 11 Februari 2024, dilaksanakan persembahyangan bagi Malaikat atau Shen Ming (Sien Beng) yang dalam tradisi Tionghoa Manado menyebutnya sembahyang Tapikong Dagang. Sembahyang wajib bagi para pedagang, pengusaha juga para profesional seperti dokter, notaris, Advokat, dll dengan maksud bersyukur atas tahun yang sudah lewat dan berdoa bermohon berkat disepanjang tahun.
Pada hari Senin dan Selasa, tanggal 13 dan 14 Februari 2024 dilaksanakan ritual persembahyangan yang dimaknai sebagai saat Malaikat Dapur Zhao Jun (Coo Kun) turun. Disebut pula dalam tradisi Tionghoa Manado sebagai hari Tapikong turun. Dilaksanakan senin malam dan selasa pagi. Ada tradisi khusus umat di TITD Klenteng Ban Hing Kiong Manado dilaksanakan ritual Poa Pwee bertanya kepada Shen Ming (Sien Beng) untuk pelaksanaan upacara sembahyang Capgomeh. Dilaksanakan pada hari Selasa pagi tanggal 14 Februari 2024. Tahun ini bertepatan saat dilaksanakan pemilihan umum serentak.
Dulu, tradisi ratusan tahun ini hanya ada di Klenteng Ban Hing Kiong yang kemudian tradisi ini ditemukan juga di Klenteng di daerah lain misalnya Bitung, Gorontalo dll. Dalam naungan lembaga keagamaan Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma (PTITD). Saat ini khusus dimulai sejak tahun 2010, Klenteng Kwan Kong TITD Kwan Seng Ta Tie Manado melaksanakan ritual Capgomeh keluar ke jalan raya “Pasiar Tapikong” setiap tahun (kecuali saat Pandemi Covid 19 dengan adanya pembatasan) tanpa lagi memperhatikan dan mengacu kepada ritual Poa Pwee.
Hari Sabtu tanggal 17 Februari malam hari, dilaksanakan sembahyang besar kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Yakni sembahyang Jing Tian Gong (Keng Thi Kong, dialek Hokkian) atau tradisi di masyarakat Tionghoa menyebutnya sembahyang Tian Gong, Ti Gong. Dilaksanakan saat tanggal 8 bulan 1 Imlek malam hari jelang tanggal 9 bulan pertama penanggalan Yinli (Imlek).
“Nabi Kongzi bersabda : Maha besarlah kebajikan Qui Shen (Kwi Sien) Tuhan Yang Maha Rokh. Dilihat tidak nampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia. Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa, membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepada-Nya. Sungguh Maha Besar Dia, terasakan di atas dan di kanan kiri kita. Di dalam Kitab Shi Jing (Si King) tertulis, adapun kenyataan Tuhan Yang Maha Rokh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan. Maka sungguh jelas sifat-Nya yang halus itu, tidak dapat disembunyikan dari Cheng (Sing) keimanan kita. Demikianlah Dia”
(Kitab Zhong Yong Tengah Sempurna Bab XV).
Pada hari Kamis tanggal 22 Februari 2024, diadakan ritual persembahyangan hari suci Para shen Ming (Sien Beng) terlebih khusus bagi Kongco Guan Gong (Kwan Kong).
Pada hari Sabtu, tanggal 24 Februari 2024 dilaksanakan persembahyangan besar sebagai puncak perayaan tahun baru Imlek yakni Yuan Xiao (Goan Siau) yang disebut pula Capgomeh atau hari ke lima belas. Sembahyang besar kehadirat Huang Tian Shang Di (Hong Tian Siang Tee) Tuhan Yang Maha Besar Maha Kuasa Maha Agung ditempat yang Maha Tinggi. Sembahyang pula kepada Para Shenming (Sien Beng) dan Nabi Purba (Sheng Huang) dan Para Raja Suci (Sheng Wang), serta orang-orang suci (Sheng Ren) dan Nabi Kongzi (Khongcu).
Dalam tradisi Tionghoa Manado saat Capgomeh dilaksanakan upacara besar yang disebut “pasiar Tapikong” sebagai wujud hari kebesaran dan kemuliaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan pemberian berkat dari para Shen Ming (Sien Beng) yang berkeling jalan raya dan melakukan ritual pengorbanan.
Makna ritual persembahyang dalam rangkaian perayaan tahun baru imlek ini memberikan pemahaman bahwa tahun baru Imlek bukan sekedar adat tradisi budaya Tionghoa semata tapi terkandung makna Spiritualitas, dengan berbagai ritual persembahyangannya.
Saat momentum tahun baru Imlek adalah saat kontemplasi, introspeksi diri dan pembinaan diri. Namun, bagi umat Khonghucu dimaknai bahwa proses membina diri, introspeksi diri menjadi “manusia yang baru” bukan hanya saat tahun baru Imlek. Tapi dilaksanakan setiap saat setiap waktu, sebagimana ayat suci yang tersurat dibawah ini :
“Tang Zhi. Pan Ming. Yue ; Gourixin, ri ri Xin. You ri Xin. Pada Tempayan Raja 湯 Tāng terukir kalimat : Bila Suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama-lamanya”
(Kitab Da Xue (Thay Hak) Ajaran Besar Bab II : 1 )
Artikel
Kaleidoskop Hingga Hari H – 4, Program 100 hari Kabupaten Dairi

Catatan Bupati Dairi : Ir.Vickner Sinaga
Masih segar di ingatan. Dilantik bersama di istana. Langsung oleh Kepala Negara tanggal 20 Februari 2025.
Lanjut delapan hari retreat di Akmil Magelang. Dapat kejutan awal, pemotongan anggaran. Porsi terbesar dalam sejarah. Secara persentasi. Pengaruhnya, tentu sangat besar, terutama untuk pos biaya pemeliharaan infrastruktur.

Namun, “petarung” tak boleh cengeng. Kita punya modal besar. Apa itu?. Kebersamaan para Bupati, Walikota dan Gubernur se NKRI, “gojlokan 8 hari” di lembah Tidar. Jiwa korsa dan “team work” terbentuk. Konkretkah?.
Serah terima jabatan, diawal Maret itu. Membuat serba jelas. Maksudnya, jalan terjal yang dihadapi menghadang di depan mata. Jauh tak sebanding. Tingkat kerusakan jalan, irigasi dan infrastruktur lainnya. Sementara anggaran yang tersedia hampir nihil.
Banyak kalangan menyebut kondisi ini “impossible mission”. Bahkan level di tingkat “nyinyir”, seperti tersirat dalam kalimat ini, “Nah ada alasan untuk tidak “sukses” untuk pemerintahan baru…..
Pahit memang. Namun, bukankah pil pahit bisa memicu adrenalin. Pun kekompakan menghadapi masalah besar sekalipun….
Mulai memutar otak, switch ke mode “manajemen krisis”. Memformulasikan strategi dan bersiap bekerja ekstra. Tentu dengan modal kultur “petarung” itu.
Kegigihan tingkat dewa… Puji Tuhan, Alhamdulilah, kutemukan, nah ini dia.. Warisan budaya leluhur. Satu kata, GOTONG ROYONG. Plus membangkitkan kembali rasa “setia kawan” merawat bumi dan isinya yang sedang sakit akut. Sebisanya…
Cara paling cepat, mutlak untuk membangun kultur baru. Syarat mutlak, pemimpin harus memberi contoh. Bagasi mobil Bupati diisi dua cangkul dan beko. Target Jatagena.

Jalan harus tanpa genangan, itu target minimal. Sesuai keterbatasan sumberdaya. Jadilah jalan raya Sidikalang – Tigalingga, km 10 menjadi saksi bisu, mengawali budaya baru itu.
Secara tak sengaja. Kisahnya begini…. Dua jam paska acara di Tigalingga melepas kedua orang tua, Hamid Pinem dan Hamidah Ginting, berangkat haji, kami pulang menuju Sidikalang.
Melintasi km 10, terlihat genangan besar. Kuminta ke dua mobil berhenti. Aksi membongkar saluran mampet pun dimulai oleh tim kecil. Dua ajudan, dua supir, kepala dusun setempat, total bersembilan. Hanya dalam dua jam, genangan besar tersebut mengering.
Rupanya ada warga yang mengirim video siaran langsung itu ke media sosial. Aksi gotong royong dadakan itu bisa menjadi awal gerakan gotong royong besar-besar an di 15 kecamatan. Tentu kondisi yang diharapkan, bisa lebih baik lagi jika sumberdaya tersedia.
Semoga kondisi keuangan lebih baik di semester berikutnya. Apalagi para kepala desa dan lurah, sudah berikrar, paska mendapat suntikan vitamin baru “8 etos kerja profesional”. Insentif yang dialokasikan Pemkab Dairi Rp 2 juta/ desa. Kini progresnya sekitar 90%.
Begitu juga untuk program merawat bumi dan isinya, progresnya cukup baik. Kini sudah 10 ribu bibit pohon kemiri ditanam tersebar. Ditambah dua ribu aneka pohon.
Rencana total sejuta pohon dalam setahun. Penanaman pohon di daerah kritis sangat mendesak. Biaya mengatasi bencana banjir dan longsor tiap tahunnya begitu besar. Bagaimana dengan sektor lainnya?
Awal Maret itu, hati begitu masygul. Penjelasan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, jaminan kesehatan masyarakat. Dairi ada di urutan ke 24 dari 33 kabupaten / kota……
Ukurannya UHC, Universal Health Coverage. Misi Gubernur Sumatera Utara, tahun ini UHC 98%. Artinya sudah 98% warga yang memiliki jaminan kesehatan. Kabupaten Dairi masih tertinggal jauh di angka 94,28%. Ini berarti masih ada 5,72% warga Dairi belum memiliki jaminan kesehatan. Bagaimana progres nya di H – 4, hari ini?….
Puji Tuhan. Kini semua warga Dairi “sudah memiliki jaminan kesehatan”. Dairi ku sudah berada dalam lima besar yang UHC nya 100%. Lompat jauh dari rangking 24 di awal pemerintahan Maret lalu. Kok bisa?. Lagi lagi senjata “gotong royong”.
Hampir sepuluh ribu warga tadinya, tanpa jaminan kesehatan. Lalu, dikeroyok rame-rame. Dua puluh persen hasil lobby dengan pemprov Sumut. Sepuluh persen hasil lobby dengan sebuah institusi relawan “Srikandi”.
Hingga tanggal 22 Mei menjamin 820 warga. Namun, kuminta agar ditambah. Dengan upaya ekstra, Srikandi berhasil memenuhi angka 1000. Sisa sekitar 70%, di cover dari APBD.. Era baru jaminan pelayanan kesehatan, dicatat di sejarah negeri….
Quick win di level Kabupaten sudah. Juga di level propinsi. Bagaimana dengan program “quick win” pemerintah pusat?. Kami laporkan bahwa proses pembentukan Koperasi Merah Putih, Kabupaten Dairi, juga kini ada di 5 besar dari 33 kabupaten / kota se Sumatera Utara.
Info terkini di rapat secara zooming Senin 26 Mei 2025 pukul 20.00 – 22.00 Wib yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sumatera Utara. Proses sosialisasi, musyawarah desa, hingga tuntas di notaris sangat menggembirakan.
Semoga 169 Koperasi Merah Putih sudah hadir di Kabupaten Dairi di tanggal 20 Juni 2025. Sepuluh hari sebelum tenggat waktu 30 Juni 2025.
Kehadirannya, diharap membuat desa semakin maju dan bergairah ekonominya. Kuposting di Jakarta, Selasa 27 Mei 2025. Seakan kompak, tak jauh dari rangking Kabupaten Dairi sesuai penilaian Kementrian Dalam Negeri. Rangking 28 dari 33 Kabupaten / kota di Sumatera Utara.
Bersiap untuk penerbangan esok pagi, acara Apkasi, di Sulawesi Utara. Assosiasi Pemerintah Kabupaten se Indonesia. Kudedikasikan buat 169 Kepala Desa / Lurah, 386 pamong eselon 2 dan 3 yang kesemuanya sudah beroleh diseminasi semua keputusan menteri teranyar berbonus sertifikat “8 etos kerja profesional”.. Bersama kita bisa…. (*)
Artikel
KESALAHPAHAMAN TERHADAP MAKNA-MAKNA SPIRITUAL DALAM TRADISI BUDAYA MINAHASA

Penulis: Charlie Boy Samola S.S.,
Tradisi budaya Minahasa memiliki kekayaan spiritual yang mendalam dan kompleks. Nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi tersebut telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Minahasa sejak zaman dahulu.
Namun, kesalahpahaman terhadap makna-makna spiritual dalam tradisi budaya Minahasa dapat menyebabkan distorsi dan kehilangan nilai-nilai yang sebenarnya.
Oleh karena itu, penting untuk memahami makna-makna spiritual dalam tradisi budaya Minahasa dengan lebih mendalam dan akurat.
Salah satu contoh kesalahpahaman adalah ketika ritual-ritual tradisional dianggap sebagai praktik keagamaan yang eksklusif, padahal sebenarnya ritual-ritual tersebut memiliki makna yang lebih luas dan inklusif.
Ritual-ritual tradisional dalam budaya Minahasa seringkali melibatkan komunitas dan memiliki tujuan untuk memperkuat hubungan antara manusia dan alam semesta. Dengan demikian, ritual-ritual tersebut tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga moralitas, sosial dan budaya.
Kesalahpahaman lainnya adalah ketika simbol-simbol spiritual dalam tradisi budaya Minahasa dianggap sebagai objek-objek mistis yang memiliki kekuatan magis, bahkan dianggap sesat oleh masyarakat modern yang pemikirannya cenderung terpengaruh oleh sisi negatif dari indoktrinasi agama yang diwariskan oleh para penyebar agama di zaman Kolonialisme.
Perlu kita ketahui, simbol-simbol spiritual dalam budaya Minahasa juga seringkali memiliki makna yang dalam dan filosofis, yang terkait dengan tuturan-tuturan bijak dari para leluhur, alam semesta, kehidupan, dan kematian.
Dengan demikian, simbol-simbol tersebut dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang kehidupan dan alam semesta, sesuai dengan daerah tempat kita berasal dan tinggal. Leluhur-leluhur di Minahasa juga menghargai dan bisa menerima perkembangan-perkembangan yang datang dari luar, selama perkembangan-perkembangan tersebut masih memiliki tujuan baik dan positif, serta tidak merombak atau mengacaukan tatanan moral dan sosial masyarakat di Minahasa.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk melestarikan dan mempromosikan tradisi budaya Minahasa dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab.
Dengan memahami makna-makna spiritual dalam tradisi budaya Minahasa, kita dapat mengapresiasi dan melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut.
Selain itu, kita juga dapat memahami bahwa tradisi budaya Minahasa memiliki kekayaan spiritual yang dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang kehidupan dan alam semesta.
Dengan demikian, kita dapat turut serta dalam membangun masyarakat yang harmonis, adil, dan juga bisa menghargai maupun berselaras dengan alam semesta ciptaan Tuhan.
Kolongan Kalawat, 7 Mei 2025
Artikel
BUDAYA KORUPSI DI SULAWESI UTARA, DARI POLITIK DAERAH SAMPAI INSTITUSI AGAMA

Penulis: Charlie Boy Samola S.S.
Budaya Korupsi yang berjangkit di pemerintahan Daerah Sulawesi Utara telah menjadi masalah yang serius.
Kasus-kasus Korupsi yang melibatkan para Pejabat Daerah telah menjadi sorotan berbagai Media lokal. Dampaknya, kepercayaan Masyarakat terhadap pemerintah mulai luntur.
Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan Daerah, tetapi juga telah menghancurkan Citra Pemerintah sebagai lembaga yang seharusnya melayani Masyarakat.
Korupsi di pemerintahan daerah ini juga telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk Lembaga Agama.
Salah satu Lembaga Agama di Minahasa, Sulawesi Utara, yaitu Sinode GMIM selalu jadi sorotan masyarakat karena beberapa kasus Korupsi yang sudah mencoreng Citra Gereja.
Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap lembaga agama yang seharusnya menjadi contoh dalam membangun budaya yang berbasis pada nilai-nilai kejujuran dan transparansi.
Seperti yang kita ketahui, bahwa GMIM sebagai salah satu Institusi Gereja terbesar di Minahasa, Sulawesi Utara, memiliki peran penting dalam membangun Masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai Kristen.
Namun, kasus-kasus Korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab didalam Sinode telah membuat GMIM kehilangan kredibilitasnya.
Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan Gereja, tetapi juga telah menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap Gereja.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan upaya-upaya yang serius dan berkelanjutan. Pemerintah Daerah dan Gereja harus bekerja sama secara Positif untuk membangun Budaya yang berbasis pada nilai-nilai Integritas dan Transparansi.
Dengan kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Gereja, kita dapat membangun masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai Kejujuran dan Transparansi, serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dan Gereja.
Kolongan Kalawat, 28 April 2025
-
Manado1 tahun lalu
PENGUMUMAN: Mulai 1 Juni Masuk Bandara Sam Ratulangi Wajib Gunakan Uang Elektronik
-
Blog8 tahun lalu
These ’90s fashion trends are making a comeback in 2017
-
Hukrim1 tahun lalu
Dua Laporan Polisi ini Bisa Gagalkan Wenny Lumentut ke Kursi Wali Kota Tomohon
-
Entertainment8 tahun lalu
The final 6 ‘Game of Thrones’ episodes might feel like a full season
-
Tomohon3 tahun lalu
ACARA HARI ANAK SEDUNIA TAHUN 2022 & 7 TH ASEAN CHILDREN’S FORUM | KOTA TOMOHON
-
Headline10 bulan lalu
Kasus Pidana Wenny Lumentut Segera ke Tahap Dua ?
-
Headline9 bulan lalu
Beberkan Hasil Rikkes, KPU Talaud : Empat Pasang Dan Satu Balon Bupati Memenuhi Syarat, Satu Balon Wakil Bupati TMS