Connect with us

Ekonomi

Peresmian RUPTL 2025–2034: PLN Proyeksikan Bauran Energi Baru Terbarukan Capai 34,3% Tahun 2034

Diterbitkan

pada

JAKARTA,mediakontras.com – PT PLN (Persero) secara resmi meluncurkan dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025–2034.

RUPTL edisi terbaru ini merupakan tindak lanjut dan pengembangan dari edisi-edisi sebelumnya, serta menjadi instrumen strategis dalam mendukung transformasi sektor ketenagalistrikan nasional, khususnya dalam mewujudkan transisi energi menuju energi bersih dan berkelanjutan. 

Dalam rencana tersebut, PLN telah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap proyeksi kebutuhan listrik nasional (demand) yang diperkirakan mencapai 511 TWh pada tahun 2034.

Pemetaan ini mempertimbangkan dimensi lokasi, waktu dan kapasitas, serta mencakup berbagai sumber pertumbuhan permintaan seperti permintaan organik, hilirisasi komoditas kelapa sawit dan mineral-batubara (minerba).

Pengembangan pusat data (data center), kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KI/KEK), sektor maritim, akselerasi kendaraan listrik (electric vehicle/EV), penggunaan kompor listrik, dan berbagai kemungkinan lain yang mendukung pertumbuhan kebutuhan energi nasional. 

Salah satu langkah strategis dalam RUPTL 2025–2034 adalah optimalisasi peran pembangkit listrik berbasis gas.

Dari kapasitas awal sebesar 15,2 GW, PLN berencana mereduksi kapasitas pembangkit gas menjadi 10,3 GW. Pengurangan ini akan dikompensasi melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Battery Energy Storage System (BESS), dengan tetap mengedepankan prinsip keandalan sistem kelistrikan nasional. 

Lebih lanjut, RUPTL 2025–2034 menegaskan komitmen pemerintah dan PLN untuk mempercepat pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Bauran EBT diproyeksikan meningkat secara signifikan hingga mencapai 34,3% pada tahun 2034, atau 2,5 kali lipat dibandingkan kondisi saat ini.

Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya pemanfaatan potensi energi nasional yang melimpah, termasuk panas bumi (geothermal), air, dan batubara, dengan teknologi yang efisien dan terjangkau. Presiden juga menegaskan bahwa pemerintah yang beliau pimpin akan berfokus pada pencapaian swasembada energi secara nasional. 

Dalam konteks regional, Provinsi Sulawesi Utara menjadi salah satu wilayah yang mendapat perhatian dalam RUPTL terbaru, mengingat potensi besar yang dimilikinya dalam bidang EBT, khususnya dari sumber daya hidro, surya, dan panas bumi.

RUPTL 2025–2034 diharapkan mampu mengakselerasi pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di wilayah tersebut. Meskipun rincian target kapasitas belum diumumkan secara spesifik, beberapa proyek strategis telah tercantum dalam dokumen RUPTL. 

Empat mahasiswa pascasarjana Program Studi Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), yakni C. B. Erizon Sihotang, Choirul Arifin, Dwiga Syarif, dan Moh Aminudin Wahib, turut melakukan penelitian mengenai pengembangan potensi EBT, khususnya pembangkit hidro, guna mendukung peningkatan permintaan listrik dari sektor industri tambang emas, industri manufaktur, dan rumah tangga di Sulawesi Utara dan sekitarnya.

Mereka mencatat bahwa pada tahun 2025, daya mampu sistem kelistrikan Sulawesi Utara-Gorontalo (Sulutgo) berada pada kisaran 580 MW, dan diperkirakan meningkat menjadi 1.730 MW pada tahun 2034. 

“Jika tidak disertai dengan pengembangan pembangkit EBT secara masif, maka sistem kelistrikan Sulutgo berpotensi mengandalkan pembangkit berbasis BBM yang memiliki biaya operasional tinggi serta mengancam terpenuhinya reserve margin,” ujar para mahasiswa tersebut. 

Dalam RUPTL 2025–2034, pengembangan EBT di Sulawesi Utara mencakup rencana pembangunan PLTA Sawangan dengan kapasitas 16,6 MW pada tahun 2030, serta dua unit PLTP Kotamobagu masing-masing berkapasitas 20 MW dan 60 MW yang dijadwalkan beroperasi pada tahun 2031 dan 2033. 

Berdasarkan proyeksi peningkatan beban listrik dari 580 MW pada tahun 2025 menjadi 1.730 MW pada tahun 2034, sistem kelistrikan Sulutgo akan mengalami pertumbuhan hampir tiga kali lipat.

Apabila pertumbuhan ini tidak dibarengi dengan percepatan pembangunan pembangkit EBT seperti yang telah direncanakan dalam RUPTL, maka sistem berpotensi kembali mengandalkan pembangkit berbasis BBM yang berbiaya tinggi dan berdampak pada reserve margin.

Posisi geografis Sulawesi Utara yang terdiri dari wilayah kepulauan dan beberapa daerah terpencil juga menuntut adanya sistem penyimpanan energi (BESS) untuk menjamin keandalan lokal. Interkoneksi antara sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Utara dan Selatan (Sulbagut–Sulbagsel) akan mendukung keseimbangan beban dan suplai listrik, terutama dengan masuknya pembangkit intermiten seperti PLTS.

Dalam jangka menengah dan panjang, pengembangan teknologi energi alternatif seperti hidrogen dapat menjadi opsi diversifikasi bauran energi nasional yang strategis.

Sebagai bentuk rekomendasi, percepatan pembangunan proyek-proyek EBT di Sulawesi Utara perlu segera dilakukan dengan memastikan kesesuaian pelaksanaan proyek terhadap jadwal yang telah ditetapkan dalam RUPTL.

Selain itu, pemanfaatan interkoneksi sistem kelistrikan antara Sulawesi Bagian Utara dan Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagut–Sulbagsel) menjadi krusial dalam mendukung efisiensi, keandalan, serta keberlanjutan sistem ketenagalistrikan.

Penerapan sistem penyimpanan energi (storage) untuk pembangkit PLTA dan BESS skala lokal juga disarankan untuk daerah-daerah vital guna menjaga stabilitas jaringan listrik di kawasan kepulauan.

Disamping itu, disarankan pula penyusunan studi kelayakan pengembangan hidrogen sebagai langkah awal mendorong proyek percontohan teknologi energi baru di Sulawesi Utara, baik untuk jangka menengah maupun panjang. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *