Connect with us

Artikel

Bitung dalam Genangan: Membaca Akar Masalah dan Jalan Keluar dari Banjir Kota

Redaksi

Published

pada

By

FB IMG 1756059248453
Walikota Hengky Honandar terjun langsung ke lokasi

Catatan Lingkungan : Reymoond ‘Kex’ Mudami

Hujan deras yang turun beberapa jam saja sudah cukup untuk membuat jantung Kota Bitung berubah rupa. Jalan-jalan utama yang sehari-hari menjadi nadi pergerakan ekonomi, tiba-tiba disulap menjadi kolam besar. Kendaraan terjebak dalam antrean panjang, para pejalan kaki menepi mencari ruang kering, sementara pedagang kecil di pasar harus pasrah melihat dagangan terendam. Banjir seakan menjadi tamu tak diundang yang datang berulang, meninggalkan kerugian dan rasa frustrasi.

Fenomena ini menegaskan satu hal: pusat Kota Bitung rentan. Banjir bukan sekadar peristiwa alamiah, melainkan cermin dari masalah struktural yang lebih dalam.

Potret Kerentanan

Wilayah yang mestinya menjadi simbol modernitas dan peradaban kota justru menjadi wajah rapuh ketika hujan datang. Dari kawasan pasar, perkantoran, hingga jalan protokol, genangan air kerap muncul hanya dalam hitungan menit setelah hujan deras. Aktivitas ekonomi lumpuh, transportasi tersendat, dan warga harus beradaptasi dengan genangan yang semakin dianggap “biasa”.

Namun di balik genangan yang kasat mata, ada persoalan lama yang jarang diurai tuntas.

Akar Masalah

Ada sejumlah faktor yang membuat pusat Kota Bitung kian rentan:

  1. Alih fungsi lahan – Lahan terbuka hijau dan resapan air beralih menjadi bangunan permanen. Kota berkembang, tapi lupa menyisakan ruang untuk tanah menyerap air.
  2. Drainase yang tak memadai – Saluran air yang sempit dan dangkal, ditambah kebiasaan membuang sampah sembarangan, membuat air hujan kehilangan jalannya.
  3. Geografi kota – Bitung yang terletak di cekungan dengan kedekatan ke laut, menerima limpasan air dari dataran lebih tinggi.
  4. Curah hujan ekstrem – Perubahan iklim membuat pola hujan semakin sulit diprediksi, intensitas tinggi dalam waktu singkat kian sering terjadi.
  5. Pertumbuhan kota cepat – Pembangunan pesat sering kali mendahului perencanaan yang matang.

Semua faktor ini berpadu, melahirkan kerentanan yang setiap musim hujan berulang.

Strategi Pemkot Bitung


Salut untuk gerak cepat Walikota Hengky Honandar yang terpantau langsung turun mengecek sejumlah spot yang kebanjiran, sebuah langkah taktis menunjukkan kehadiran pemimpin dan sekaligus mengobservasi kondisi faktual lapangan.
Memang selama ini pemerintah Kota Bitung tak tinggal diam. Sejumlah langkah telah digulirkan, meski hasilnya masih menghadapi tantangan besar:

Normalisasi saluran dan sungai kecil: pengerukan sedimen, pembenahan drainase, dan pembersihan jalur air dari sampah.

Peningkatan infrastruktur pengendali banjir: pelebaran saluran air, pembangunan sumur resapan, serta penataan ulang kawasan yang kerap jadi titik genangan.

Penghijauan kota: menanam pohon, melindungi kawasan resapan, dan memulihkan fungsi ruang terbuka hijau.

Edukasi masyarakat: kampanye untuk mengurangi kebiasaan membuang sampah sembarangan yang menyumbat aliran air.

Kolaborasi lintas pihak: mengajak swasta dan komunitas untuk terlibat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan kota.

Meski langkah-langkah ini sudah dimulai, efektivitasnya bergantung pada konsistensi kebijakan dan partisipasi warga.

Refleksi dan Harapan

Banjir di Bitung tidak bisa dipandang sekadar sebagai bencana tahunan. Ia adalah alarm keras yang mengingatkan pentingnya tata kota berwawasan lingkungan. Penanganan jangka pendek seperti membersihkan saluran memang perlu, tetapi strategi jangka panjang yang berbasis perencanaan ruang dan ketahanan iklim jauh lebih penting.

Bitung punya posisi strategis sebagai kota pelabuhan internasional, pintu gerbang maritim Indonesia Timur. Potensi sebesar itu tak mungkin berkembang optimal bila pusat kotanya selalu terancam lumpuh setiap kali hujan deras turun.

Penutup

Banjir seharusnya tidak menjadi takdir tetap Kota Bitung. Dengan perencanaan yang visioner, keberanian membenahi tata kota, dan keterlibatan aktif masyarakat, genangan yang kerap hadir bisa diubah menjadi sejarah masa lalu.

Sebab sebuah kota yang bercita-cita menjadi pusat pertumbuhan ekonomi maritim, mestinya berdiri kokoh di atas fondasi yang kering dan tangguh—bukan di atas genangan air yang mengekalkan kerentanan.

(Tulisan ini dibuat usai ibadah sesi 2 di Genesaret Pateten, di mana saat memimpin ibadah Ketua BPMJ Pdt Ria Luntungan mengajak secara khusus jemaat untuk berdoa bagi kondisi terkini kota Bitung.
Sekedar remind catatan lingkungan banjir kota Bitung acap saya tuangkan dua puluh tahun terakhir di sejumlah peristiwa manakala banjir meradang mendera pusat kota Bitung).

@Teras rumah Lorong Cantik Bitung.
Pic : CP FB

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

PLN
Pegadaian

Sosial Media

/** * Use the following code in your theme template files to display breadcrumbs: */