Connect with us

Ekonomi

Apa Kabar TGR Rp 16 M ke Direksi-Komisaris BSG ? OJK Diminta Transparan

Published

pada

Screenshot 20250811 081646

MANADO,mediakontras.com – Dugaan penggunaan dana tak wajar yang menimbulkan Tagihan Ganti Rugi (TGR) Rp 16 miliar ke Pengurus Bank SulutGo (BSG) belum ada kejelasan. OJK diminta transparan dan segera menindaklanjuti temuannya.

Surprise audit yang dilaksanakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas draft laporan tahun buku 2024, menurut sebuah sumber, telah melewati tenggat.

Yang seharusnya hasil exit meeting OJK dan Pengurus BSG itu sudah selesai pada Agustus, namun hingga memasuki pertengahan September, belum ada kejelasan soal TGR ini.

Persoalan ini pernah didesak Masyarakat Jaring Koruptor Sulut (MJKS) yang meminta Aparat Penegak Hukum (APH) memanggil Pengurus Bank SulutGo (BSG) untuk menelisik temuan audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulutgomalut.

Menurut sumber, para Pengurus BSG, yakni Dewan Direksi dan Dewan Komisaris sudah sepakat TGR Rp 16 miliar itu.

Mereka adalah Dirut Revino Pepah, Direktur Operasional Louisa Parengkuan, Direktur Kepatuhan Machmud Turuis, Direktur Umum Joubert Dondokambey dan Direktur Pemasaran Pius Batara.

Sedangkan, dari jajaran Dewan Komisaris adalah Edwin Silangen sebagai Komisaris Utama, dan empat Komisaris lainnya, Bukhari Mokoagouw, Marhany Pua, Max Kembuan dan Koniyo yang merupakan representasi wilayah Gorontalo.

Menurut sumber itu, TGR Rp 16 miliar ini sudah disanggupi untuk dikembalikan. Namun, dari sepuluh Pengurus BSG ini, siapa yang menanggung porsi paling besar.

Seperti diberitakan, Stenly Towoliu, Ketua MJKS Sulut, mengatakan desakan itu disampaikan setelah sinyalemen terdapat penggunaan dana tak wajar di BSG merebak di media sosial (medsos).

“Dari data yang kami himpun, adanya dugaan penggunaan dana operasional sekitar Rp 16 M di BSG cabang Jakarta, itu berawal dari surprise audit yang dilaksanakan OJK atas draf laporan tahun buku 2024,” tutur aktivis yang tak pernah gentar membongkar kasus korupsi itu.

Menurut Stenly, dari sebuah sumber di BSG, dia mendapatkan bocoran bahwa turunnya OJK Sulutgomalut memeriksa kembali pembukuan BSG, dilatarbelakangi audit Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menemukan BOPO BSG sudah jauh di atas batas toleransi, yakni telah mencapai 85,6 persen dari batas normal 60 persen.

BOPO adalah rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional. “Di sini dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan Pengurus BSG, jauh lebih tinggi dengan pendapatan yang diperoleh,” tutur Stenly.

Dari penuturan sumbernya itu, papar Stenly, OJK menemukan banyaknya biaya tak wajar yang dikeluarkan Pengurus BSG, yakni Dewan Direksi dan Dewan Komisaris dan kemudian dibebankan kepada Cabang Jakarta.

“Bayangkan saja, sumber saya menceritakan bahwa direksi pelesiran keluar negeri dengan fasilitas mewah untuk tiket, hotel dan makan, dan berdalih biaya yang dikeluarkan itu untuk lobi-lobi bisnis,” tuturnya.

Dari penuturan sumbernya itu, MJKS menurut dia, mendapatkan cerita bahwa kerabat Direksi dan Komisaris BSG yang bepergian ke Jakarta, seluruh biayanya ditanggungkan juga ke Cabang Jakarta.

“Sumber saya menuturkan, contohnya salah seorang putra direksi yang nama awalnya dari huruf N, kalau ke Jakarta, harus menginap di hotel mewah di seputaran Bundaran HI. Mobil, tiket dan makannya juga dibebankan ke kantor cabang. Padahal, putra direksi ini datang bersama keluarganya dan tidak ada kaitannya dengan bisnis BSG,” papar Stenly lagi.

Selain hal itu, MJKS juga mendapatkan informasi adanya biaya lobi ratusan juta rupiah yang diberikan kepada kerabat salah satu penguasa di Pemprov Sulut. “Kabarnya sekitar 300 juta rupiah untuk melayani seorang ibu berinisial A,” tuturnya sambil tersenyum.

Tak hanya jajaran direksi, kata Stenly, sumber itu juga menuturkan jika Dewan Komisaris sudah “melibatkan” diri dalam urusan operasional bank.

Misalnya saja, Komisaris Utama Edwin Silangen yang ikut kunjungan rombongan direksi, sambil membawa pasukan Komite sekitar 15 orang, dan seluruh biaya kembali dibebankan pada Cabang Jakarta.

Ditambahkan Stenly, tak mengherankan jika kemudian berhembus di medsos adanya Tagihan Ganti Rugi (TGR) Rp 5 miliar yang dibebankan tidak saja kepada Dewan Direksi, namun juga terhadap Dewan Komisaris.

“Inilah akibatnya jika hanya dua dari lima komisaris BSG itu yang punya backround bank. Yang saya tau, cuma Pak Max Kembuan dan Pak Bukhari Mokoagouw, selebihnya seperti Marhany Pua, Edwin Silangen dan utusan Gorontalo Pak Koniyo, bukan orang bank. Apa jadinya jika wasit sudah ikut jadi pemain,” urainya mengambil contoh permainan sepak bola.

Padahal, kata Stenly, tentang komisaris itu,
POJK 17/2003 sudah mengharuskan komisaris indepen wajib berlatar belakang perbankan. “Karena, sebagai pengawas, dia harus lebih tahu, paling tidak, sama dengan direksi. Begitu juga dengan Komite sebagai organ Dewan Komisaris, jangan diisi politisi,” tambahnya.

Dengan kenyataan seperti itu, MJKS mendesak APH turun tangan menelisik lebih jauh, karena perbuatan Direksi dan Komisaris BSG tersebut sudah mengandung unsur korupsi melalui penyalahgunaan kewenangan.

“Coba APH telusuri juga dana representasi mereka. Kabarnya, setiap bulan ada ratusan juta yang penggunaannya tak transparan. Ini duit rakyat lho,” ujarnya kesal.

MJKS, kata Stenly lagi, juga mendesak Gubernur Sulut Yulius Selvanus agar tak mengakomodir Pengurus yang sekarang, untuk menjabat lagi.

“Yang saya tahu, seperti juga dengan Presiden Prabowo Subianto, Pak YSK itu sangat anti dengan korupsi. Pengurus lama jangan lagi dipakai Pak. Saya dapat info, ada dua direktur yang masih mau lagi. Sebaiknya Komisaris BSG mendatang, diambil dari orang-orang berlatar belakang bankers, agar pengawasan dan kontrolnya bisa berjalan sesuai tupoksi, bukan seperti yang sekarang ” saran Stenly.(*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indosat Pelanggan
CIMB Niaga
Pegadaian

Sosial Media

/** * Use the following code in your theme template files to display breadcrumbs: */