Hukrim
LSM RAKO Surati BPK RI Minta Audit Proyek Pembangunan Gedung Rektorat Poltepar Tahap II


MANADO, mediakontras.com – Ancaman dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) yang dikomandani Harianto untuk meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk audit kembali pelaksanaan proyek Pembangunan Gedung Rektorat Poltepar Tahap II yang menelan anggaran sebesar Rp Rp 87,3 Miliar dari Pagu Dana yang disiapkan senilai Rp92,9 Miliar, bukan hanya gertakan sambal saja.
Buktinya, Lembaga yang getol menyuarakan anti korupsi tersebut benar benar mendatangi BPK RI melaporkan adanya dugaan korupsi dalam proyek tersebut.
Dari rilis yang dikirimkan ke dapur redaksi media ini Harianto menyebutkan adanya potensi kerugian negara yang bernilai miliaran rupiah, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan terhadap adanya selisih sisa hasil tender senilai Rp5 Miliar.
Dari hasil investigasi, LSM RAKO menduga ada unsur penggunaan anggaran tidak sesuai aturan. Ada penambahan anggaran lewat addendum atau perubahan kontrak dengan suntikan dana senilai Rp4 Miliar dalam perhitungan Contract Change Order (CCO).
“Dana ini kalau digunakan bisa membangun dua ruang belajar bertingkat dua . Masalah ini kami tidak main-main, melainkan LSM kami juga akan menggunakan jasa audit keuangan sebagai pembanding hasil audit BPK RI nanti sebagai bentuk kepercayaan public terhadap organisasi ini. Bila perlu kami minta juga BPKP juga harus turun lapangan untuk melakukan pemeriksaan dan audit Pembangunan,” ujar Harianto.

Bahkan dalam rilis tersebut Harianto membeberkan dasar hukum atau aturan potensi pelanggaran yakni dalam UU N0: 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Dalam Pasal 54 (1) Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, penyedia Jasapili
dan/atau Sub Penyedia Jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
DASAR HUKUM CCO
Meskipun peraturan terbaru mengenai Pengadaan Barang/Jasa, Pepres 16/2018, telah terbit, akan tetapi yang berkaitan dengan perubahan kontrak masih mengacu pada Perpres 54/2010. Perpres 54/2010 Pasal 87 menjadi dasar hukum untuk pelaksanaan CCO, dengan karakteristik CCO sebagai berikut:
1.) Apabila terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan pekerjaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang telah ditentukan di dalam Dokumen Kontrak, maka PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan Kontrak yang meliputi antara lain:
Menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak;
Menambah dan/atau mengurangi jenis item pekerjaan;
Mengubah spesifikasi teknis dan gambar pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan/lokasi pekerjaan;
mengubah jadwal pelaksanaan;
Jika diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan, CCO diizinkan untuk pekerjaan tambahan sehingga kontraktor dapat melaksanakan pekerjaan tambah yang belum tercantum dalam kontrak.
2.) Pekerjaan tambah dilaksanakan dengan ketentuan: tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam perjanjian/Kontrak awal; dan harus tersedia anggaran untuk melaksanakan pekerjaan tambahan. (*/yaziin)
