Connect with us

Headline

Sidang Praper Dana Hibah GMIM, Saksi Ahli : Bukan AGK tapi Olly Dondokambey

Diterbitkan

pada


MANADO,mediakontras.com – Sidang Pra Peradilan (Praper) dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) kepada Sinode Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) menghadirkan empat saksi ahli yang menyebut Asiano Gemmy Kawatu ( AGK) tidak tepat dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.

Sebaliknya mereka berpendapat, pihak yang paling bertanggung jawab dalam perkara tersebut adalah mantan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey sebagai pemberi hibah dan Ketua Sinode GMIM Hein Arina, sebagai penerima hibah dan sebagai orang yang mewakili korporasi.

Pendapat itu disampaikan empat saksi ahli pemohon masing – masing, Dr Abdurrachman Konoras, SH, MH, ahli hukum perdata, Dr Rodrigo Ellyas, SH, MH, ahli hukum pidana, Eugenius Paransi, SH, MH, ahli hukum pidana dan Carlo Gerungan, SH MH, ahli hukum administrasi negara, dalam persidangan yang digelar di ruang Prof Dr Muhammad Hatta Ali, Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (06/06/2025).

Dikatakan keempatnya, AGK dalam perkara dana hibah harus dibedakan atau tidak boleh disamakan dengan peran pihak pemberi dan penerima hibah, karena kapasitasnnya hanya sebatas saksi.

Saksi Ahli Rodrigo mengatakan, jika dicermati dari pandangan hukum pidana umum, penyidik sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka, harus memiliki dua alat bukti utama.
“Artinya, jika syarat tersebut belum didapat, seseorang tidak dapat dijadikan tersangka. Namun untuk kasus pidana khusus, dua alat bukti tidaklah cukup, karena harus ditambah dengan surat keterangan dalam lembaga berwenang, yang menerangkan adanya penyalahgunaan kewenangan dan berimbas pada terjadinya kerugian keuangan negara,” kata Rodrigo.

Sementara Carlo, ahli hukum administrasi negara mengatakan, AGK tidak wajib apalagi harus bertanggung jawab, karena perannya hanya sebatas saksi. Selain itu, AGK juga tidak diberikan kewenangan oleh pejabat di atasnya (gubernur-red), untuk menyerahkan dana hibah kepada pihak kedua (Sinode GMIM-red).

“Seandainya terjadi kesalahan prosedur, namun tidak ada kaitan langsung dengan saksi (AGK-red), yang harus bertanggung jawab adalah pelaksana yang diberikan kewenangan. Begitu juga dengan pihak kedua, harus bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut,” jelas Carlo.

Sedangkan menyangkut Naskah Perjanjian Dana Hibah (NPDH) Nomor: 001, Tertanggal 19 Januari 2022, dimana AGK pada waktu itu menjabat sebagai penjabat Sekretaris Pemprov Sulut, saksi ahli menegaskan, keberadaan saksi 1 merupakan perintah atasan yakni Gubernur Olly Dondokambey.

Dalam perjanjian tersebut tandas saksi ahli, posisi AGK sebagai saksi 1 tidak ada tanggung jawab hukum, karena perannya bukan sebagai pemberi atau pun penerima dana hibah. Sebaliknya, yang bertanggung jawab adalah pihak 1 dan 2 sebagai pemberi dan penerima hibah atau pelaku perjanjian.

Ada pun soal tidak diterimanya surat penetapan tersangka, baik oleh AGK maupun keluarganya, imbuh saksi ahli, dapat berimbas pada tidak sahnya suatu penahanan. Dikatakan, surat merupakan bagian dari alat bukti yang diterbitkan penyidik, sehingga wajib diserahkan kepada yang bersangkutan.

Disebutkan, secara administrasi, proses yang menjadi prosedur harus dijalankan oleh penyidik, karena merupakan kewajiban sebagai syarat hukum. Sebaliknya jika masalah itu bukanlah menjadi syarat utama, tidak akan memengaruhi.

Lebih jauh para saksi ahli menyimpulkan, kerugian yang dialami tidak dapat dibebankan kepada saksi AGK, karena posisinya bukan sebagai pemberi atau penerima dana hibah.

Dengan demikian, penahanan, penangkapan, penyitaan, penggeledahan serta penetapan tersangka terhadap AGK, batal demi hukum. Masalahnya, ungkap saksi ahli, telah terjadi error in persona, dimana dalam penetapan tersangka harusnya ditujukan kepada pihak yang bertanggung jawab, bukannya AGK.(*)


Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *