Connect with us

Artikel

SEPEREMPAT ABAD SUTET 500 kV BEKASI – CAWANG (3)

Published

on

Oleh:  Vicner Sinaga

Proyek berteknologi tinggi (High Tech), itulah klu, bocoran di ujung artikel bagian 2, untuk artikel penutup ini…  Bekerja di lokasi ketinggian, berteknologi tinggi. Paling krusial, tingkat kesulitan pun, ekstrim tinggi juga. Sesulit apakah?. SUTET berfungsi menyalurkan listrik. Milyaran Watt. Maka perlu tiga susun konduktor di sisi kiri dan kanan. Konduktor nya sendiri 4 berkas yang disatukan dengan “spacer”. Diameter konduktor sekitar 3 cm… Empat haspel kawat berputar di porosnya untuk 10 km, sekali tarik.

Satu haspel, panjang gulungan dua ribu meter. Berarti setidaknya selalu ada 4 sambungan…. Ujung ke ujung. Kawatnya ACSR, Aluminium Core Steel Reinforced. Saat nyambung, kawat terluar Aluminium dikupas dulu. Hingga ketemu kawat inti baja (penguat) nya. Lalu?. Kedua ujung baja disambung, dengan mesin “press”. Beres. Berkas 2 ujung kawat Aluminium kemudian dijahit, lalu di “press” lagi. Lalu dengan tensioner, ditarik hingga menggantung diantara tower-tower itu.

Agak teknis ya. Namun perlu juga ditonjolkan, betapa profesionalnya para teknisi yang bekerja. Perlu diyakinkan bahwa kekuatan konduktor di sambungan tak kalah dengan kondisi orisional tanpa sambungan… Suasana kerja tidak terlalu tegang, karena aktifitas, menyambungnya di atas tanah dekat mesin tarik. Beda dengan yang dikisahkan dibawah ini.

Selain 6 pasang kawat 4 berkas itu (penyalur arus listrik), ada sepasang kawat paling atas. Tugasnya melindungi kawat dibawahnya dari sambaran petir… Kawat baja, disebut earthwire atau arde. Untuk SUTET Bekasi – Cawang, kawat pelindung ini juga digunakan untuk saluran telekomunikasi internal PLN. Kok bisa?.

Paling tengah (inti), diselipkan f/o, “fiber optic”. PLN punya sistem telekomunikasi sendiri.. Menyambung kabel fibre optic di puncak tower, ekstrim sulit karena kabel f/o begitu halus dan mudah rusak (fragile). Ditambah terpaan angin ekstrim kencang di ketinggian itu. Dikerjakan oleh enjiniir bersertifikat berketrampilan tinggi. Meski kadang harus diulang….

Kini bicara soal high-tech sistem kelistrikannya. Mengawali bulan Juni 2024 ini, terjadi gangguan besar di sistem Sumatera. Sering diistilahkan dengan “black out”. Sumatera Bagian Utara terganggu bersamaan dengan bagian tengah dan bagian selatan pulau ini. Info yang didapat, SUTT 150 kV Langsa – Idi, tersambar petir. Masuk akal.  Inilah yang membedakan SUTT dengan SUTET. Adalah fakta bahwa SUTT masih rawan terhadap sambaran petir. SUTET sebaliknya. Kebal terhadap petir. Rentengan isolatornya cukup panjang, tak tertembus petir yang biasa biasa saja.. Tingkat isolasi semua peralatan, juga diatas surja petir.

Ada lagi yang spesifik. Jika tegangan menengah 20 kV hingga tegangan tinggi 150 kV, sifatnya induktif. Maka banyak Capasitor dipakai sebagai kompensator, mencegah turunnya tegangan. Sebaliknya, SUTET 275 atau 500 kV, sifatnya kapasitif. Justru dibutuhkan Reaktor untuk kompensasi daya reaktif kapasitif ini. Nilainya besar sekali. Bisa 1 MVAR per km. Bahayanya?. Tegangan akan naik ekstrim di ujung penerima. Jika dari Suralaya dikirim tegangan 500 kV, maka di GITET Gandul, berjarak 130 km, tegangan bukan turun. Justru naik. Bisa diatas 530 kV. Padahal kemampuan peralatan maksimal 525 kV.

Mengatasinya?. SUTET yang jika di ujungnya ada Reaktor, ditempelkan dulu sebagai bemper… Atau tegangan kirim dibuat dibawah 500 kV. Sekalian Generator di pembangkit bertugas mengambil kelebihan daya reaktif ini. High – Tech di sisi Gardu, khusus di Cawang dengan Gas Insulated Substation (GIS). Menghemat lahan, hingga cukup sepersepuluh Gardu Induk Konvensional di Bekasi. Gas yang digunakan SF6, Sulfur Hexa Fluorid…  Ditempat yang harga lahan mahal, pilihan jatuh ke tipe gardu kompak ini. Lebih ekonomis, jika dihitung total biaya pembangunannya.

Memang bagian ini, terlalu teknis dan akademis. Bagi yang berkecimpung di bidang ini, bolehlah sekali sekali dapat panggung. Terpuaskan me refresh ilmu nya. Pesan tersirat dari 3 seri tulisan ini adalah bahwa untuk proyek genting dan kompleks, membutuhkan leader yang mempunyai IQ, EQ, SQ brilian. Namun ada lagi yang paling penting, AQ.. Adversity Quotient.  Tingkat ketahanan dan kegigihan menghadapi tekanan dan persoalan….

Kontekstual, mungkin ada kaitannya dengan pengunduran diri oleh 2 sosok penting IKN. Ketua dan Wakil Ketua Otorita IKN, mundur beberapa hari lalu. Semoga penggantinya bisa menuntaskan tugas yang masih setengah jalan itu. Buat para Direktur ‘Human Kapital’ dan jajaran, di setiap institusi, perlu serius mengkader para talenta terpilih dengan pelatihan teori dan praktek hingga tingkat “gojlogan”. Agar jangan sempat terjadi kekosongan stok talenta terdidik untuk tugas yang sangat spesifik.

Berikanlah kepada ahlinya, jika tidak?, maka tunggulah kehancurannya. Kuposting Hari Minggu, 09 Juni 2024 dari pojok selatan Jakarta. Sambil mengenang kembali, Bangka Indoor Outbound (BIO), gemblengan fisik, mental dan spritual. Kebersamaan dengan  psikolog pak Wishnu, dan pak Djamaluddin Antjok alm di sela sela kursus manajemen atas. Salutku buat pemrakarsanya, almarhum pak Kuntoro M. Entah bagaimana sekarang kondisinya.  Semoga menginspirasi. (selesai)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel

Lahir Beong Siau, Santje Tataung AMd Besarkan Maurits Mantiri  dengan Kesederhanaan

Semacam Sebuah Reportase

Published

on

By

By : Emon Kex Mudami 

KREDO guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa masih lekat dengan profesi ini, Guru dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa karena profesi ini memberikan kontribusi besar bagi bangsa sehingga layak disebut pahlawan. Namun, guru tidak pernah memperoleh tanda jasa seperti pahlawan-pahlawan nasional. Bahkan, hingga saat ini masih banyak guru yang tidak mendapatkan imbal jasa yang layak.

Menyebut peran guru, maka sangat layak ikut mengenang sosok Santje Tataung AMd, tak lain ibunda tercinta Walikota Maurits Mantiri dan Eugenie Nona Mantiri saat ini anggota Deprov Sulut. Ibu guru Santje termasuk salah satu yang memiliki andil besar dalam memajukan bidang pendidikan di kota Bitung.

Menariknya, sebelum berkeluarga dan menetap di kota Bitung,  Ibu Tataung asli Siau, ia lahir di desa Beong 17 November 1933. Menelisik rekam jejak pengabdian, putri Siau ini tidak langsung berkiprah di kota Bitung. Menurut pengakuan Ibu Nona, SK pertama ibunda tercinta justru di SMP N 1 Gorontalo. Sejak awal, Ibu Tataung dikenal sosok tipycal disiplin dan pekerja keras.

Dari Gorontalo, selanjutnya ditempatkan mengajar di SMP N Kwandang, kemudian pindah ke SMP N Girian dan Filial di SMP Sagerat.  Setelah dari Sagerat, dipercayakan menjadi Kepala Sekolah SMP N Papusungan.  Ternyata di pulau yang membentang depan kota Bitung inilah, Ibu Tataung mematri pengabdian yang panjang dan meraih banyak capaian.

Di sekolah ini hampir 12 tahun lamanya, Ibu Tataung  memimpin sekolah tersebut, juga sempat dipercayakan jadi Kepala SMP Terbuka Papusungan. Menurut Frans Tiolong seorang pensiunan guru, seingatnya Ibu  Tataung sempat membawa SMP Terbuka Papusungan berprestasi hingga sempat mewakili Bitung bahkan Sulut di tingkat nasional.

Di balik sikapnya yang tegas dan disiplin, Ibu Tataung sejatinya telah ikut mematri karya khususnya berkontribusi bagi para generasi pewaris. Sepertti lirik hymne guru, engkau sebagai pelita dalam kegelapan. Dan dari sosok Ibu Guru yang sederhana ini diyakini begitu banyak anak-anak yang telah merasakan buah didikannya.

Termasuk yang hakiki keberhasilan membesarkan Maurits Mantiri, juga Eugenie Mantiri sehingga menjadi figur publik sebagaimana yang ada saat ini. Sekaligus memberi bukti, perjalanan kehidupan seorang Maurits Mantiri tidaklah lahir dari rahim seorang ibu yang kaya raya dari kota metropolis, sosok Maurits Mantiri tak lain ayah Geraldi Mantiri, lahir dan besar dalam didikan seorang Ibu yang sederhana namun berpendirian teguh dan kokoh, sekokoh  Gunung Karangetang daerah leluhurnya.

Ia yang kemudian berjuang berpeluh membaktikan dirinya sebagai seorang guru dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan tidak sedikitpun meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, seorang mama di tengah keluarganya.(*)

Continue Reading

Artikel

Wenny Lumentut tak Paham Birokrasi dan tak Layak Pimpin Tomohon

Published

on

By

Oleh : Ruddy Tangkawarouw, SH dan
Drs. Eddy Turang

POLITIK dagang sapi, merupakan perilaku politik yang tidak bagus dan tak mendidik, karena hanya akan menjerumuskan pemimpin dalam lubang kehancuran birokrasi yang dalam.

Saat ini penataan sistem birokrasi sudah teratur dan terkendali, melalui mekanisme dan aturan perundang undangan yang bagus dan ketat. Salah satunya adalah pola perpindahan birokrasi baik tour area , atau tour of duty-nya sudah sangat presisi dengan sistem meritokrasi yang diawasi Menpan dan Mendagri.

Di Tomohon, pemerintahan Caroll Senduk, menatanya dengan menerapkan semua mekanisme perpindahan dalam jabatan atau tren disebut rolling, wajib melewati sistem yang sesuai aturan.

Seperti yang dipersoalkan terakhir, ternyata oleh kemendagri dinyatakan sudah sesuai aturan, karena dalam sistem pemerintahan daerah yang juga diatur dalam prinsip hukum administrasi negara bahwa setiap keputusan bersifat becheking itu selalu memuat kalusul bahwa apabila terdapat kekeliruan maka akan diadakan pembetulan seperlunya.

Prinsip ini memberikan ruang bagi pembina kepegawaian atau pejabat pembuat keputusan, dapat meninjau keputusannya apabila ada kesalahan.

Hal-hal seperti itulah yang mewarnai proses penataan birokrasi Kota Tomohon, yang oleh Depdagri dan KemenPan RB justru memberi apresiasi terhadap kepemimpinan Caroll Senduk.

Muncul pertanyaan bagaimana dengan Wenny Lumentut ? Dari pengalaman yang ada, kami sebagai birokrat senior dan ikut meletakkan dasar pelayanan publik dan pemerintahan sejak awal Tomohon berdiri di tahun 2003, berpendapat sebagai wakil wali kota mendampingi Caroll Senduk (CS) sejak 2021-2023, Wenny Lumentut (WL) lebih banyak menerapkan sistem birokrasi dagang sapi, membuat peta prosentasi jabatan dan menjanjikan jabatan sebagai alat tukar menukar kepentingan.

Hal ini menjadikan terdapat “matahari kembar” di Kota Tomohon pada masa duet CSWL, walaupun sampai saat ini Caroll Senduk membantah jika dia dan WL waktu itu pecah kongsi, karena hingga sekarang Caroll menyatakan hubungannya dengan WL aman-aman dan baik-baik saja.

Namun fakta empiris di publik menyatakan sebaliknya. Malah, di mana-mana WL menyatakan bahwa Caroll Senduk justru adalah figur yang tak mampu, lemah, bahkan tidak jarang Caroll dimaki-maki dengan kata-kata kurang sopan oleh WL kepada pejabat-pejabat yang datang menghadap WL, baik di kantor maupun di ruangan.

Ini yang sangat kami sesalkan. Selama menjadi wakil wali kota, WL jarang ke kantor, kerjaannya banyak di rumah, kumpul-kumpul orang dan membangun kekuatan sendiri.

Dia juga memprovokasi pejabat-pejabat yang sakit hati untuk melakukan perlawanan kepada wali kota. Ini fakta yang kasat mata di depan publik, bahkan dari dulu WL sudah memelihara beberapa oknum wartawan melakukan serangan-serangan personal kepada Wali Kota Caroll Senduk, dengan segala fitnahan, dan informasi sesat dengan tujuan membangun kebencian kepada walikota.

Hal ini membuat masyarakat semakin cinta wali kota, karena mereka memahami bahwa Caroll Senduk adalah orang baik dan santun, bicaranya terukur, dan sangat sopan. Beda dengan karakter WL, yg meledak-ledak, suka maki-maki dan sangat tidak sopan di muka publik.

Sifat-sifat yang sangat bertolak belakang antara Caroll Senduk dan Wenny Lumentut, menjadikan Caroll enggan berpasangan lagi dgn WL untuk maju periode keduanya. Dan, dengan ambisi yg menggebu gebu, jauh-jauh hari WL mengumpulkan tanda tangan untuk maju lewat jalur perseorangan.

Dia juga melakukan agitasi dan provokasi kebencian ke Wali Kota Caroll Senduk, tapi lagi-lagi masyarakat justru makin mencintai Caroll Senduk.

Oleh karena itu, kami menilai sangat tidak layak jika Tomohon dipimpin oleh figur yang tidak santun, perilaku politik yang mengandalkan memperdagangkan jabatan dan birokrasi. Karena kalau hal ini terjadi, rakyat dan kota Tomohon akan mengalami kemunduran akibat birokrasi yang amburadul.

Saat ini adalah masa kampanye, dimana masyarakat wajib kita sampaikan fakta-fakta kebenaran. Sehingga masyarakat tidak terlena dengan janji materi/uang yang sesaat, tapi menderita lima tahun.

Kita butuh pemimpin yang berkarakter, yang memiliki etika, estetika, dan dialektika, baik dalam politik, budaya serta kemasyarakatan, untuk menjaga marwah Kota Tomohon sebagai Kota Religius dan Kota pendidikan.

Ini pesan leluhur yang harus dipertahankan dan dijaga. Kami punya tanggung jawab moral sebagai orang Tomohon, yang juga pernah berbuat untuk Kota Tomohon. Kami tidak mau Tomohon dibawa ke jurang kemuduran, akibat dipimpin oleh figur yang tidak paham kepemimpinan dan budaya serta etika Tomohon, yang berbudaya Tombulu.(*)

Disclaimer : Tulisan ini adalah rilis yang dikirimkan ke Redaksi, dan sepenuhnya tanggung jawab penulis. Redaksi.

Continue Reading

Artikel

Tragedi Kemang dan Petisi Satu Pena

Published

on

By

Oleh: Dr. TM Luthfi Yazid, SH, LLM

Tragedi penghancuran demokrasi kembali muncul di Hotel Kemang, Jakarta Selatan, hanya jelang 20 hari berakhirnya rejim Jokowi.

Betapa tidak! Puluhan pria bermasker mengobrak-abrik serta memaksa pembubaran acara diskusi “Silaturahmi Kebangsaan Diaspora dari lima benua bersama Tokoh dan Aktivis Nasional”.

Acara diskusi yang digelar oleh insan diaspora yang tergabung dalam Forum Tanah Air (FTA) di Kemang, Jakarta Selatatan, Sabtu (28/09) itu pun kacau. Lalu bubar! Yang membubarkan adalah orang-orang bermasker dengan gaya preman jalanan.

Hadir dalam forum diskusi tadi, antara lain, Prof. Dr. Din Syamsudin (Mantan ketua PP Muhammadiyah), Dr.. Said Didu (Mantan Sekjen Kementerian BUMN), Mayjen Sunarko (Mantan Danjen Kopassus), pakar hukum tata negara Refly Harun, dan lain-lain.

Dari kalangan Diaspora (orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri) yang tergabung dalam FTA, hadir Ketua dan Sekjennya, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.

Acara ini awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dengan sejumlah tokoh dan aktivis nasional terkait isu kebangsaan dan kenegaraan. Tapi di tengah jalan acara tersebut berantakan karena dibubarkan sekelompok orang tak dikenal (OTK).

Sejumlah pejabat dan tokoh mengecam aksi premanisme dan menyayangkan kepolisian gagal mencegahnya. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus pembubaran diskusi Forum Tanah Air (FTA) oleh sekelompok orang dengan gaya premanisme.

“Aparat Kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 30 September 2024. Poengky mengatakan, aksi kekerasan yang ditunjukkan kelompok pengganggu diskusi itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul, berekspresi dan mengemukakan pendapat.

“Sangat mengejutkan setelah 26 tahun reformasi ternyata masih dijumpai kelompok seperti ini di Indonesia,” katanya.

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Dhahana Putra, mengecam tindakan pembubaran paksa diskusi tersebut. Dia menilai bahwa peristiwa pembubaran yang terjadi pada Sabtu itu bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan HAM yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 28 UUD 1945 berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU”.

“Selain itu, ada juga Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berpendapat merupakan hal penting di dalam sebuah negara demokrasi, termasuk Indonesia,” kata Dhahana di Jakarta, Minggu.

Dia mengatakan pemerintah telah menjamin kebebasan berpendapat dengan mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya. Dhahana juga menegaskan bahwa tindakan pembubaran tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 24 ayat 1 yaitu Pembubaran diskusi umum secara paksa merupakan pelanggaran serius terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai.

Akibat akisi premanisme puluhan orang tak dikenal (OTK) itu, acara silaturahmi dan diskusi berantakan. Hampir semua fasilitas acara silaturahmi seperti sound system, backdrop, dan alat video-fotografi dihancurkan. Alasannya, diskusi tersebut mengganggu keamanan dan persatuan nasional. Sebuah alasan yang mengada-ada dan irasional.

Saat itu, petugas kepolisian yang berada di sekitar TKP (tempat kejadian perkara) seperti tak berdaya menghadapi aksi premanisme OTK tersebut.

Banyak pihak menuduh, polisi sengaja membiarkan aksi premanisme itu. Tak sedikit pihak menuduh aksi premanisme itu by design. Siapa yang mendesainnya?

Patut diduga kuat design tersebut adalah dari rejim yang ada sekarang. Polisi adalah institusi keamanan dalam naungan eksekutif. Tuduhan di atas bukan omong kosong. Sebelumnya sudah terjadi puluhan kasus serupa tragedi Hotel Kemang dalam varian berbeda.

Siapa yang menyiram air keras ke muka penyidik KPK Novel Baswedan (karena sikapnya yang antirejim), hingga kini masih misteri.Siapa yang mengobrak-abrik standar operasi pelaksananaan (SOP) Pemilu dan Pilpres 2024 hingga sarana demokrasi itu runtuh?

Publik sudah tahu, hanya saja pura-pura tidak tahu. Mengaku tidak tahu jauh lebih aman dari mengaku tahu.

Polda Metro Jaya telah menangkap lima orang dalam tragedi Kemang. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka. Kita berharap, polisi bisa menangkap master mind-nya.

Jika tidak, publik akan menganggap polisi sedang bermain Drakor (Drama Korea). Ya, jangankan pembubaran kasus Hotel Kemang yang liliput, perusakan prinsip Demokrasi dalam Pemilu dan Pilpres pun, dapat dilakukan dengan mulus! Ini semuanya, penghancuran demokrasi. Semua itu by design. Ada perencanaan sistematis di sana.

Sekarang hasilnya sudah tampak. Hampir semua institusi penegak hukum dan keadilan telah membusuk. Rejim telah “meracuni” hampir semua institusi penegakan hukum dan demokrasi dalam empat tahun terakhir. Kasus premanisme di Hotel Kemang hanya secuil busa di atas puncak gunung es yang terlihat dengan kasat mata.

Di balik itu, kerusakan institusi hukum sudah mengerikan. Patut diduga penguasa saat ini telah berubah menjadi monster raksasa yang bisa mengkremus siapa pun yang berani melawan rencananya, membentuk politik dinasti dan oligarki. Kasus premanisme di hotel Kemang hanya bagian dari target kecil yang diburu rejim untuk dilenyapkan.

Perusakan demokrasi tersebut berbuntut pada berbagai kerusakan hukum, ekonomi, sosial dan sebagainya. Negara ini sedang mengalami berbagai krisis akibat rezim yang berkuasa, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, tidak menjalankan tugasnya sepenuh hati sesuai tujuan berbangsa dan bernegara.

Organisasi hak asasi manusia ELSAM menilai rentetan kasus pembubaran diskusi atau protes akhir-akhir ini memiliki pola yang sama: diinisiasi oleh kelompok pro-kekerasan dan berakhir dengan penggunaan kekerasan terhadap kelompok yang manjadi sasaran aksi. Perluasan praktik semacam ini, menurut Elsam, menunjukkan semakin besarnya risiko ancaman terhadap warga dan kegagalan negara untuk memenuhi dan melindungi hak asasi rakyatnya.

Tragedi Kemang dan ratusan tragedi serupa yang muncul di seluruh Indonesia belakangan ini menunjukkan apa yang diprihatinkan para penulis dalam Petisi Satu Pena, yang ditandatangani 1001 tokoh ternyata benar adanya.

Para penulis anggota Persatuan Penulis Indonesia (Satupena), yang memiliki kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia, menyatakan dan menuntut hal-hal sebagai berikut:

1. Pemerintah, DPR, MA, MK, KPU dan pihak-pihak terkait melaksanakan sebaik-baiknya Putusan MK Nomor 60 dan 70.

2. Meminta Pemerintah dan lembaga/kementerian terkait, juga jajaran legislatif dan yudikatif untuk menjunjung tinggi, menghayati, mengamalkan dan menjamin dilaksanakannya prinsip-prinsip demokrasi dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Menghilangkan segala bentuk kebijakan dan tindakan yang menguntungkan kepentingan pribadi/pihak/golongan tertentu dan berdampak buruk bagi rakyat, misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)

4. Menolak dengan tegas laku politik oligarki otoriter untuk melayani kekuasaan politik dan ekonomi golongan dan kelompok tertentu, yang mematikan proses demokrasi untuk mencapai tujuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Keprihatinan dalam Petisi Satupena, merupakan keprihatinan kita semua. Kita berharap pemerintahan baru yang mulai bekerja setelah 20 Oktober 2024, dapat memperbaiki kerusakan demokrasi dan hukum seperti tersebut di atas.

Semoga Tuhan memberkati bangsa Indonesia dan membimbing kita menuju jalan yang benar. (*)

Penulis: Ketua Umum DePA-RI/Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia dan Member Satu Pena

Continue Reading

Trending

× Kontak Redaksi