Minahasa Utara
Sekolah dari Tripleks, Mimpi dari Tanah Wawunian
MINUT,mediakontras.com – Di pelosok pulau Talise, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, berdiri sebuah sekolah yang lahir bukan dari proyek besar pemerintah, melainkan dari keringat dan harapan sederhana para orang tua dan warga.
Namanya SD Negeri Airbanua kelas Wawunian, merupakan sekoah jauh dari SD induk SD N Airbanua yang terletak di desa sebelah sekolah ini. Sekolah ini dibangun di atas lahan hibah seorang warga, dan dikerjakan swadaya—dengan dinding dari tripleks, atap seng bekas, lantai tanah, dan ukuran sederhana 10 x 5 meter yang dibagi menjadi enam ruang kelas serta satu ruang guru.
Bangunan itu mungkin terlihat rapuh di mata banyak orang. Namun di balik kesederhanaannya, berdiri sebuah simbol keteguhan masyarakat yang tak ingin anak-anak mereka kehilangan hak paling mendasar: pendidikan. Sebagian besar bahan bangunan pun berasal dari sisa-sisa rehab sekolah SD induk yang dipungut, dikumpulkan, lalu dipasang dengan gotong-royong.
Menurut Kepala Sekolah, Esly Denny Sasongke,S.Pd,M.Pd potensi para siswa SD Airbanua lelas Wawunian sangat besar untuk bersekolah dan berprestasi. Namun mereka harus berhadapan dengan kenyataan: jarak rumah yang jauh dari sekolah, sehari hari harus berjalan sekitar 6 km, medan jalan yang berat, minimnya tenaga guru, dan sarana belajar yang sangat terbatas. “Sungguhpun mereka berhadapan dengan banyak keterbatasan, semangat mereka untuk belajar tak pernah padam. Kami hanya berharap ada perhatian penuh pemerintah agar kualitas sekolah ini bisa meningkat,” ungkapnya penuh harap.
SD Airbanua kekas Wawunian adalah cermin wajah lain pendidikan di pelosok negeri ini. Ia menunjukkan bahwa mimpi anak-anak Indonesia tak pernah padam, meski dibatasi ruang belajar dari papan tipis dan tanah merah. Justru di tengah kekurangan itulah lahir daya juang: anak-anak yang tetap berangkat sekolah menempuh jarak jauh, orang tua yang rela bahu-membahu, serta guru-guru yang setia mengajar dengan segala keterbatasan.
Sekolah dari tripleks ini adalah pesan paling jujur: pendidikan tidak boleh menunggu sempurna. Selama ada mimpi dan harapan, ia akan terus hidup. Yang kini dinanti adalah tangan pemerintah untuk menjawab jeritan sunyi dari Wawunian, agar semangat belajar itu tidak berhenti hanya di dinding tripleks dan atap seng bekas.(*)